Soko Kreatif

Perajin Muda Angkat Bambu dan Logam Bekas di Inacraft On Oktober 2024

Tas-tas yang diproduksi Ayumo Gendut tidak hanya diminati di pasar domestik, tetapi juga mendapatkan perhatian dari konsumen asing, terutama dari Jepang. 
 

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
04 Oktober 2024
DI perhelatan Inacraft On Oktober 2024, dua perajin muda, Edi Ulyo dari L Art dan Dina Adelia dari Ayumu Genduets tampil berbagi kisah inspiratif  tentang bagaimana mereka mengembangkan produk kriya bernilai seni dan dibuat dari bahan-bahan bekas. (Dok. Tangkapan Layar Sokoguru/Fajar Ramadan)
 

DI perhelatan Inacraft On Oktober 2024, dua perajin muda, Edi Ulyo dari L Art dan Dina Adelia dari Ayumu Genduets tampil berbagi kisah inspiratif  tentang bagaimana mereka mengembangkan produk kriya bernilai seni dan dibuat dari bahan-bahan bekas. 

 

Edi memanfaatkan logam bekas dari kendaraan, sedangkan Dina mengolah anyaman bambu yang awalnya digunakan sebagai peralatan rumah tangga menjadi tas yang diminati pasar internasional.

 

Dalam sesi bincang Youth Preneurs yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, Rabu (2/10), Edi mengungkapkan, L Art berfokus pada produk-produk kriya berbahan limbah logam yang diolah menjadi karya seni dan dekorasi rumah. 

 

Baca juga: Resmi Dibuka, Inacraft 2024 Targetkan Transaksi Rp50 Miliar dan Dorong Kewirausahaan Muda

 

Produk-produk tersebut mencakup patung, jam, dan lampu yang semuanya terbuat dari logam bekas seperti piston, baut, dan komponen mesin lainnya. 

 

Edi menyampaikan awalnya ia mengolah logam bekas ini untuk membuat patung, namun seiring waktu, ia mengembangkan produk-produk yang lebih fungsional seperti lampu dan jam. 

 

“Pasar kami lebih ke arah ekspor, terutama ke Inggris dan Saudi Arabia,” jelasnya yang disiarkan langsung lewat kanal YouTube.

 

Baca juga: Pacu Daya Saing Produk Lokal, Kemendag Hadirkan Stan Ekspor di Pameran Inacraft 2024

 

Edi juga menyampaikan bahwa proses pembuatan kriya dari logam bekas ini cukup rumit karena setiap komponen memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda. Namun, hal tersebut menjadi tantangan tersendiri baginya. 

 

Salah satu proyek tersulit yang pernah ia kerjakan adalah membuat patung kepala naga dari limbah baut, stang piston, dan bearing. 

 

"Itu butuh waktu sekitar satu bulan untuk menyelesaikannya karena bahan yang digunakan sangat terbatas," ujar Edi.

 

Baca juga: Tenun Cilacap Berpadu dengan Teknik Sashiko Unjuk Gigi di Inacraft on October 2024

 

Di sisi lain, Dina memperkenalkan produk tas anyaman bambu yang dilukis tangan. Ia bekerja sama dengan perajin bambu dari Desa Jangkat, Jambi, untuk memproduksi anyaman bambu yang sebelumnya hanya digunakan untuk mencuci beras atau sebagai wadah rempah-rempah. 

“Kami mengubah produk tradisional ini menjadi tas yang bisa dibawa kemana saja dan dihias dengan lukisan yang bercerita tentang budaya Nusantara,” ungkap Dina.

 

Tas-tas yang diproduksi Ayumo Gendut tidak hanya diminati di pasar domestik, tetapi juga mendapatkan perhatian dari konsumen asing, terutama dari Jepang. 

 

Dina mengatakan bahwa lukisan yang ia buat pada tas anyaman bambu ini terinspirasi dari budaya tradisional Indonesia, seperti cerita rakyat dan permainan tradisional. 

 

“Kami ingin mengangkat cerita-cerita lokal ke dalam produk kami, sehingga tidak hanya fungsional, tapi juga memiliki makna budaya,” tambahnya.

 

Berbagi tantangan

Kedua perajin ini juga berbagi tantangan yang mereka hadapi sebagai pengusaha muda dalam industri kreatif. Edi menyatakan tantangan terbesar dalam mengolah logam bekas adalah keterbatasan bahan dan proses yang rumit. 

 

“Kami tidak melelehkan logamnya, jadi bentuk asli dari komponen-komponen tersebut harus kami pertahankan,” jelas Edi. 

 

Sementara itu, Dina mengungkapkan ia sempat kesulitan memasarkan tas anyaman bambunya di daerah asalnya di Jambi. Namun, setelah mengikuti acara-acara seperti Inacraft, produk tas anyaman bambunya mulai diminati konsumen di Jakarta dan pasar internasional.

 

Dalam sesi diskusi tersebut, Edi dan Dina juga menekankan pentingnya terus berinovasi dan beradaptasi dengan kebutuhan pasar. Dina mengakui bahwa meskipun ia berawal dari seniman yang idealis, ia sekarang lebih berfokus pada apa yang diinginkan konsumen. 

 

“Kita harus bisa mendengarkan kebutuhan pasar, namun tetap menjaga identitas produk kita,” ujarnya. 

 

Edi menambahkan bahwa untuk bertahan di industri kreatif, seniman harus tetap produktif meskipun mood atau inspirasi sedang tidak ada. 

“Mood itu belakangan, yang penting produk selesai tepat waktu,” kata Edi.

 

Acara Inacraft On Oktober 2024 ini menjadi ajang bagi para pengrajin muda untuk menunjukkan kreativitas dan inovasi mereka dalam mengolah bahan-bahan lokal dan limbah menjadi produk-produk bernilai ekonomi tinggi. Produk-produk kriya yang dipamerkan di acara ini tidak hanya menarik perhatian konsumen lokal, tetapi juga pasar internasional.

 

Edi dan Dina berharap acara seperti ini terus diadakan agar para pengrajin muda dapat mengembangkan jaringan dan mempelajari tren pasar terbaru. 

 

Inacraft ini adalah tempat yang sangat baik untuk melihat perkembangan seni kriya di Indonesia,” kata Dina. 

 

Sementara itu, Edi menekankan pentingnya memberikan dampak positif melalui produk-produk kriya.

 

“Yang penting, berikan dampak baik dengan produkmu,” tutup Edi. (Fajar Ramadan/ SG-1)