Cut and Fill Lahan KDMP Jadi Kendala Pembangunan, Siapa Menanggung Bebannya?

KDMP REMBANG: Pengurukan lahan KDMP belum dianggarkan dan jadi kendala di banyak desa. Kodim Rembang menjelaskan solusi dan peran Pemkab. Baca selengkapnya.

Author Oleh: Ratu Putri Ayu
24 Desember 2025
<p>ANGGARAN PENGURUKAN LAHAN - KDMP terkendala lahan siap bangun. Kodim Rembang menjelaskan kriteria lahan, peran Pemda, dan target pembangunan nasional.</p>

ANGGARAN PENGURUKAN LAHAN - KDMP terkendala lahan siap bangun. Kodim Rembang menjelaskan kriteria lahan, peran Pemda, dan target pembangunan nasional.

SOKOGURU - Di banyak desa, pembangunan sering kali bukan soal niat, melainkan kesiapan lahan yang benar-benar bisa dikerjakan tanpa menyisakan masalah baru. 

Ketika sebuah program nasional masuk hingga tingkat desa, persoalan teknis seperti kondisi tanah justru menjadi ujian pertama yang dirasakan langsung oleh masyarakat di lapangan. 

Di situlah kebijakan pusat diuji oleh realitas lokal yang tak selalu seragam.

Hal itu kini dirasakan dalam pembangunan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP) di Kabupaten Rembang. 

Program yang digadang sebagai penggerak ekonomi desa tersebut menghadapi kendala klasik namun krusial, yakni pengurukan lahan atau pekerjaan cut and fill. 

Masalahnya sederhana, tetapi dampaknya besar, pekerjaan itu tidak masuk dalam skema anggaran sejak awal.

Komandan Kodim Rembang, Letkol Winner Fradana Dieng, menjelaskan bahwa ketentuan teknis pembangunan KDMP sudah diatur secara jelas dalam Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2025 serta Surat Edaran Kementerian Dalam Negeri. 

Dalam aturan itu disebutkan, lahan yang digunakan harus berukuran minimal 1.000 meter persegi, siap bangun, berkondisi tanah stabil, bebas pekerjaan cut and fill, tidak berada di kawasan rawan bencana, serta aman dari jalur saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET).

“Jadi memang pengurukan (cut and fill), sejak awal tidak ada anggaran untuk itu. Tidak ditanggung oleh kontraktor. Masalah pengurukan nggak hanya di Rembang saja, tapi daerah-daerah lain, banyak yang menghadapi,” terangnya.

Penjelasan ini sekaligus meluruskan persepsi di masyarakat yang mengira seluruh proses pembangunan, termasuk pengurukan lahan, otomatis dibiayai oleh proyek. 

Faktanya, ketika desa belum memiliki lahan yang benar-benar siap bangun, pembangunan tak bisa serta-merta berjalan meski bangunan sudah direncanakan.

Winner menuturkan, untuk desa yang tidak sanggup menyiapkan urukan secara mandiri, pemerintah daerah telah menyiapkan skema solusi. 

Desa dapat mengajukan surat resmi kepada Bupati Rembang, dengan tembusan kepada Kodim, agar kebutuhan pengurukan bisa difasilitasi melalui anggaran daerah.

“Kami sudah berkoordinasi dengan pak Bupati, pak Sekda terkait masalah ini, nantinya Pemda yang akan membantu. Buat surat saja kepada pak Bupati, tembusannya ke kami, biar Kodim juga ikut merekap. Mengingat ini proyek strategis nasional (PSN), sehingga harus dikawal bersama,” kata Dandim.

Di lapangan, tantangan tersebut berdampak langsung pada laju pembangunan. Dari total 294 desa dan kelurahan yang menjadi target KDMP di Rembang, saat ini baru 163 lokasi yang masuk tahap pembangunan. 

Sisanya masih tertahan karena lahan belum siap atau bahkan belum tersedia sama sekali.

Meski begitu, Kodim Rembang menegaskan bahwa tidak ada satu pun desa yang akan ditinggalkan. 

Target pembangunan tetap dipasang tinggi, seluruh KDMP harus terbangun, dengan tenggat akhir Januari 2026.

“Targetnya harus terbangun semua (294 desa/kelurahan). Tidak ada yang boleh ditinggalkan. Kalau nggak punya lahan, sedang kita carikan solusinya. Status lahan, harus tanah desa, atau milik pemerintah. Kalau ada perintah seperti itu, ya kita laksanakan. Mohon dukungannya,” beber Winner.

Dalam proyek ini, posisi Kodim Rembang bukan sekadar pengawas. Kodim bertindak langsung sebagai pelaksana pembangunan, sekaligus menggandeng konsultan profesional di bidang konstruksi. 

Skema ini dipilih untuk menjaga kualitas bangunan sekaligus memastikan proyek berjalan sesuai ketentuan.

Winner juga menyinggung evaluasi internal yang pernah dilakukan ketika muncul kesalahpahaman di lapangan terkait pelaksanaan pekerjaan. 

Saat ditemukan indikasi pekerjaan dialihkan atau disubkontrakkan tanpa prosedur yang benar, Kodim langsung mengambil tindakan tegas.

“Jadi yang mengerjakan adalah Kodim. Kami bekerja sama dengan konsultan yang ahli di bidangnya. Ketika beberapa waktu lalu, ada yang salah paham, justru pekerjaan proyek bangunan dijual oleh konsultan kepada pihak lain atau disubkon-kan, langsung kami cabut. Kita tarik, kami lakukan penataan ulang. Tujuannya supaya bangunan sesuai kualitas,” tandasnya.

Di luar urusan teknis, persoalan pengurukan lahan KDMP menyimpan pelajaran penting. 

Program besar dengan label strategis nasional tetap membutuhkan kesiapan desa sebagai ujung tombak. 

Ketika pusat, daerah, dan pelaksana lapangan berjalan seirama, pembangunan tak hanya selesai tepat waktu, tetapi juga benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat. 

Pertanyaannya kini, seberapa cepat desa dan pemerintah daerah bisa bergerak bersama agar KDMP tak sekadar berdiri, melainkan hidup dan berfungsi bagi warga. (*)