Soko Inspirasi

Diawali Modal Rp10 Juta, Kini Beromset Miliaran, Madlife Overland Bikin Happy Pencinta Aktivitas Alam Terbuka

Aktivitas overlanding sudah menjadi gaya hidup. Ekosistemnya tumbuh diikuti munculnya UMKM-UMKM industri karoseri campervan. Diharapkan ada regulasi mendukung.

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
30 Juli 2025
<p>Madlife Overlanddikomandani oleh Fannie Ferdiansyah, atau akrab disapa Lulu. (Dok. Sokoguru/Dede)</p>

<p> </p>

Madlife Overlanddikomandani oleh Fannie Ferdiansyah, atau akrab disapa Lulu. (Dok. Sokoguru/Dede)

 

SOKOGURU, BANDUNG- Ketika memasuki sebuah workshop Madlife di daerah Pasir Impun, Sukamiskin, Kecamatan Mandalajati Kota Bandung, lima mobil besar  tampak berjejer. Mobil-mobil itu ternyata sedang antre menunggu giliran didandani menjadi campervan. 

Pagi itu di tengah turunnya hujan, tampak dua pekerja sedang sibuk memasang tenda clamshell di sebuah mobil double cabin Hilux. Di ruang sebelahnya ada juga pekerja yang memotong besi dan menekuknya dengan menggunakan mesin besar. 

Agak masuk ke dalam beberapa pekerja terlihat sedang mengelas, mengutak-atik desain gambar di komputer. Dan ada juga yang membuat gambar di atas meja.

Baca juga: 25 Tahun Mendulang Rezeki di Kampung Nastar
Begitulah keseharian workshop Madlife Overland yang dikomandani  Fannie Ferdiansyah, 43 atau akrab disapa Lulu.

“Yang paling mudah itu membuat awning, karena ready stock,” ujarnya kepada Sokoguru, beberapa waktu lalu.

Menurut bapak lima anak itu sejak 2022 hingga 2025, rata-rata ia membuat 200-300 unit awning setiap tahunnya dengan harga mulai dari Rp3 juta hingga Rp4,5 juta. Ada awning 270, ada yang 90. Sedangkan untuk campervan biayanya tergantung tingkat kerumitan dan bisa mencapai Rp160 juta.

Baca juga: Tidak Khawatir Gempuran Produk Impor, Bisnis Hijab Honey Habbit Fokus pada Kualitas dan Keunikan Desain

Bagi kalangan pencinta camping, dan berwisata sambil berpetualang, nama Lulu dengan Madlife Overland-nya sudah tidak asing lagi. Di tangannyalah mobil-mobil mereka dibuat nyaman untuk tidur dan istirahat di area camping ground. 

Karya Madlife bukan hanya dinikmati orang-orang Indonesia, tetapi sampai ke Belgia dan Kanada. 

“Tetapi itu bukan ekspor khusus ya, mereka yang datang membeli lalu dikirim ke negaranya,” ujarnya.

Perkenalan Sokoguru pertama kali dengan Lulu dan Madlife-nya pada saat ia ikut pameran di Deep and Extreme Indonesia (DXI) 2025, di Hall B Jakarta International Convention Center (JICC), pada awal Mei lalu.

Baca juga: Hanya Berproduksi 18 Hari Bisa Raup Omzet Miliaran Rupiah

Ia pun menceritakan perjalanan terjal memulai usahanya hingga dikenal seperti saat ini. Lulu mengaku semua berawal dari hobi.

“Inspirasinya itu karena saya suka roadtrip. Jalan ke Bandung, ke Bali pakai mobil. Kalau mau tidur berhenti di SPBU atau di mana aja. Nggak nyaman kan tidur di mobil. Saya berpikir ingin seperti di luar negeri nih, punya tenda di atas mobil. Pas mau beli ternyata mahal, Rp30 juta-an,” kenangnya.

Pada 2018 Lulu pun mulai riset dan memutuskan untuk membuat sendiri di garasi rumah, tetapi tidak ada yang jadi. Tahun berikutnya, 2019, ia membuat lagi dan jadi 1 unit.

“Saya pakai sendiri. Nah, ternyata teman-teman di komunitas minta dibikinin. Lalu pada 2020 ada orang dari Bekasi melihat di postingan saya di medsos, terus minta dibikinin,” jelasnya.

Saat itu, Lulu mengaku belum jualan. Ia membuat awning untuk orang lain. Bahkan tidak mengambil untung, yang penting tidak rugi. Begitu diberi Rp2,5 juta ia pun belanja material yang dibutuhkan dan membuatnya.  

“Saat Itu pas covid-19 tuh! Setelah jadi, orang dari Bekasi itu pakai, ternyata banyak teman-teman dia juga minta dibikinin. Hingga nyambunglah ke satu komunitas, Subaru Adventure Indonesia. Waktu itu mau jalan ke Aceh dari kilometer 0. Mereka  minta dibikinin delapan mobil, tapi harus pakai merek. Di situlah mulai lahirnya merek  MadLife,” imbuh pria yang menimba ilmu di Universitas Padjadjaran (Unpad) itu lagi.

Selama perjalanan petualangan ke Aceh itu, ternyata para peserta banyak memposting kegiatan mereka di medsos. Sejak saat itulah Lulu mulai dibanjiri pemesanan.

“Di situ juga masih nggak niat jualan. Sampai akhirnya pada 2020, saya bilang ya Tuhan kita harus jualan. Karena nggak mungkin kan saya harus bikinin punya orang terus. Waktu saya habis, tetapi nggak ambil untung. Dari 2020 sampai hari ini terus berkembang. Itu karena dikasih kesempatan sama konsumen,” paparnya lagi. 

Terus berkembang

Walau tangan memulai mengutak-atik, rombak bangun cabin mobil sejak 2018, Lulu baru serius mengelola usahanya pada 2020.

“Nah ini idenya dari konsumen. Mereka  ingin begini, begitu. Jadi mereka bangun mobil rata-rata karena mau jalan-jalan, ke Flores, NTT, misalnya.

Ini campervan dari Land Rover kantor di ubah jadi begini,” ujarnya  sambil menunjuk sebuah mobil yang sedang dipajang di pameran DXI.

Boleh dibilang, usaha Lulu dimulai dari awning hingga kini ke karoseri  

“Jadi yang kita develop di 2018 tuh awning.  Awalnya membuat tenda awning hingga 2025 berkembang jadi industri karoseri.  Sekarang udah jadi PT. Waktu awal buat belum ada izin,” tambahnya.

Kehidupan yang gila

Ketika ditanya mengapa memilih nama  Madlife? Lulu mengatakan itu artinya kehidupan yang gila. 

“Karena memang perjalanan hidup saya ini gila. Dari yang tidak tau apa-apa bisa seperti ini.  Kita ini kan sudah gila dengan kehidupan sehari-hari. Bekerja dari Senin sampai Jumat, stres dan segala macam. Orang paling bebas di dunia ini kan orang gila. Gak mikirin beban hidup, gak mikirin apa. Nah waktunya mereka weekend, libur. Hidupnya harus gila. Camping, jalan-jalan, gak usah mikirin rutinitas,” imbuhnya sambil tertawa.

Sepanjang perjalanan hidupnya, Lulu mengaku hanya sekali menjadi pegawai, itu pun waktunya singkat. Hanya 4 bulan bekerja di O Channel pada 2007 (waktu saya kerja masih grupnya Hard Rock, MRA).

Dari pengalamannya kerja itu, Lulu merasa ia tidak cocok bekerja ikut orang lain. 

Setelah keluar dari O Channel, Lulu pun bekerja sendiri dengan gonta ganti usaha. Semua usaha yang dilakukannya tidak jauh-jauh dari seputar hobinya. Mulai jualan baju hingga membuat bengkel.

Dampak covid-19

Lulu mengatakan permintaan di overland gear meningkat di saat pandemi covid-19. Saat itu orang-orang seperti menemukan dunia baru. Dan pemain pembuat campervan saat itu pun masih  jarang, belum terlalu banyak.

“Saya baru menseriusi usaha ini di 2020. Kalau dari 2018 ke 2019 itu cuma memproduksi satu.  Itu R&D jadi cuma satu aja. Baru dari 2019 ke 2020 saya membuat  tidak sampai lima unit,” jelasnya.

Setelah melalui liku-liku perjalanan usahanya, hingga kini, Madlife telah menjual awning 1.400 unit.  Itu khusus awning saja, karena pengerjaannya lebih simple.

“Nah, yang paling banyak dipesan memang awning. Dulu pembuatannya sekitar satu minggu. Kalau sekarang ready stock. Tapi untuk campervan yang ada dapurnya butuh waktu paling cepat satu bulan. Tapi belum termasuk yang tersulit masih panjang lagi bu ada yang satu tahun,” ujar Lulu sambil menunjuk sebuah campervan yang diselesaikannya selama 8 bulan.

Campervan yang dimaksud Lulu, sebuah Land Rover Pick Up, canvas, diubah menjadi cargo yang karoserinya dibuat secara handmade.

“Box, dinding, dan atapnya (roof top) itu berdasarkan permintaan konsumen, barangnya ingin seperti orisinil.  Itu buat dipakai pribadi oleh pemiliknya,” imbuhnya. 

Lulu mengatakan semua pesanan pelanggannya dikerjakannya sendiri bersama karyawan-karyawannya. Ia tidak  memiliki tenaga ahli. Ia melakukan riset sendiri lalu dikerjakan.

“Semua kita produksi sendiri sampai sekarang kita sudah punya mesin computer numerical control (CNC)  sendiri. Kalau dulu kan untuk nge-press, dan lain-lain  ke bengkel lain. Kalau sekarang kita punya sendiri mesinnya. Pokoknya, sekarang 95% kita  bikin sendiri.  Ya itu yang di Pasir Impun. Jadi kita punya penjahit sendiri, punya tukang las sendiri,” jelasnya.

 Masih kategori UMKM

Lulu mengatakan PT Madlife Kreatif Indonesia resmi berdiri secara hukum baru di 2025 dengan izin usaha di bidang karoseri. Sedangkan skala usahanya masih UMKM dengan omset Rp2 miliar sampai Rp4,8 miliar per tahun dan masih non-PKP.

Berdirinya PT itu juga, menurutnya, berawal karena permintaan klien yakni sebuah perusahaan tambang di Tapanuli Selatan PT Agincourt Resources Martabe Gold Mine.

“Mereka minta dibuatkan karoseri di truk trailler gitu deh, tetapi syaratnya saya harus punya PT, ada NIB-nya kalau mau jadi partnership. Jadi saya lengkapilah semua persyaratan itu. Sebetulnya karena mereka juga sih,” imbuhnya.

Saat ini, dalam menjalankan usahanya, Lulu mengerjakan tiga produk yaitu awning, tenda tempat tidur (toptent) dan karoseri.

“Kalau awning dari mulai 2022 sampai 2025 itu rata-rata 200 sampai 300 unit pertahun. Berarti sebulan kita bisa jual 20-an unit. Tingkatannya paling mudah tuh awning, tidak sampai seminggu ya. Baru kedua,  tenda buat tidur di atas  mobil, Kemudian ke karoseri,” ujarnya lagi..

Beberapa pelanggan tetap atau pengguna jasa Madlife antara lain, Jurnal Tamasya, Jalan-Jalan Terus dan Republik Campervan di Jakarta dan Bali.

“Mereka yang menyewakan paket-paket  campervan,” ujarnya.

Tetapi Lulu mengatakan sebagian besar pelanggannya adalah untuk pribadi dan 75% berasal dari Jabodetabek. Karena pada dasarnya ia mengerjakan untuk semua jenis mobil, tidak hanya mobil-mobil double cabin.

Namun begitu, ada juga customernya orang asing yang membeli produknya lalu dibawa ke keluar negeri.

Lulu menuturkan ada pelanggannya orang Bandung berkewarganegaraan Australia dan tinggal di sana. Namun setiap tahun berlibur pulang ke Indonesia selama sebulan. Mobilnya Honda BRV disulap oleh Madlife, dan setiap kali ke Indonesia ia ke Flores, Bali dengan mobilnya itu.

Jadi selama satu tahun itu dia balik ke Indonesia cuma dua kali. Mobilnya disimpan di Pasir Koja. Dia pensiun liburannya ke Bali. Setelah itu dia kembali lagi ke Australia. Kita ada lima mobil, tapi bukan punya Madlife. Cuma bikin karoserinya di Madlife.”

Selain itu, katanya,  di acara Jejak Petualang TransTV,  modifikasi mobilnya yang double cabin juga dikerjakan oleh Madlife.

Pernah juga, lanjutnya, ada perusahaan ATPM  (agen tunggal pemegang merek) Chery minta dibuatkan tenda tidur di mobilnya. Lulu sendiri tidak tahu siapa buyer-nya, karena dikirim melalui paket ke Jakarta.

“Kita gak tau siapa buyer-nya. Ternyata mobilnya ATPM dan ikut pameran juga  di sini (ikut DXI),” ujar Lulu.

 Dengan kegiataan rutinnya mengerjakan pesanan pelanggan, Lulu kini dibantu oleh 22 karyawannya. Sebelumnya ia memiliki 35 karyawan.

“Cuma tahun ini kan ada perlambatan ekonomi, terasa banget. Kita udah mengurangi karyawan, sisa 22 orang.” imbuhnya.

Lulu mengatakan ia menerima semua jenis mobil untuk disuap sesuai kebutuhan dalam perjalanan. Termasuk untuk mobil-mobil citycar juga bisa. “Ada Karimun, Atoz juga bikin. Karena gaya hidup camping tadi. Kalau dulu kan mobil-mobil off-road, seperti  Land Rover, Land Cruiser. Kalau sekarang karena sudah menjadiu gaya hidup, mobil-mobil kecil pun ikut camping,” jelas Lulu.  

Dan, lanjutnya, setelah selesak camaping atau melakukan perjalanan, awning atau tenda-tenda tersebu  bisa dicopot. 

“Sebab itu, kita membuatnya harus fungsional. Mudah dipakai,

perawatannya harus mudah. Karena orang-orang offland kayak kita, nggak mau ribet,” tambahnya. 


 

 

Ekosistem overlanding

Menurut Lulu, ekosistem trend hobi wisata overlanding mulai terbentuk pada 2020, karena pandemi covid-19. Atau boleh dibilang munculnya istilah campervan baru di 2020.

 

Ikut pameran di Deep and Extreme Indonesia 2025 (Dok. Sokoguru/Ros)

 

Sebelumnya, wisata ke alam hanya camping-camping  (camping ground). Nah, sekarang ada aliran baru, namanya overlanding.

“Campervan itu bagian dari overlanding. Jadi, kalau ngomongin trend, di 2020 itu sedang menanjak, tetapi belum mencapai  puncak.

Karena puncaknya terjadi di tahun 2021-2022. Kalau sekarang ini tetap naik cuma sedikit melandai,” jelas Lulu lagi. 

Menurutnya, boleh dibilang trend overlanding sedang mencari keseimbangan. Namun berbeda dengan trend lain yang tumbuh kemudian menghilang, tidak demikian dengan overlanding, karena sudah menjadi bagian dari gaya hidup (lifestyle)

“Kalau dulu kan orang lagi suka skateboard, batu akik, semua ngekor, ramai. Lalu tiba-tiba hilang. Untungnya kalau mobil overlanding enggak. Karena memang jadi gaya hidup sekarang. Sudah jadi lifestyle overlanding ini,” ujarnya.

Itulah sebabnya, Lulu melihat dari sisi bisnis trend mobil overlanding itu sedang bagus. Ekosistem tumbuh, UMKMnya tumbuh, banyak yang mengekor di belakang, mengikuti modenya. 

“Ya lagi bagus buat Indonesia sekarang,” ujarnya..

Ketika ditanya mengapa tidak ekspansi degan membuat divisi baru penyewaan campervan, karena tred gaya hidup overlanding sedang naik, dengan tegas Lulu menjawab tidak.

Pasalnya, ia ingin fokus membesar tiga bidang yang digeluti saat ini yakni awning, tenda tidur dan karoseri.

Selain itu, pengalamannya memiliki utang yang menumpuk di masa lalau ketika gonta ganti usaha, membuatnya belajar hati-hati menggunakan modal.

“Dulu di 2014 saya ekspansi terus, nggak fokus mau usaha apa. Akhirnya tumbang ke bawah. Baru sadar saya punya utang modal pinjam dari bank, dari temen sampai Rp800 juta. Waktu itu umur saya 32 tahun,” ujarnya.

“Jadi, titik. Nggak boleh minjem uang lagi. Jadi ini Madlife nggak ada investor dari mana-mana, tidak ada pinjaman dari bank, itu dari 2020 sampai 2025 memang dari nol. Modal awal Rp10 juta. Untuk beli besi gagal, buang, gagal buang,” imbuh Lulu.

Kini, Ia bersyukur bisa melampau jalan terjal tersebut dengan memiliki aset sendiri baik tangible dan intangible.

“Alhamdulillah sekarang aset kita tuh yang tangible (bisa dihitung)  bangunan workshop sekitar Rp4 miliar, tetapi lahannya ia masih kontrak.

Sementara yang intangible, tambah Lulu, juga cukup besar, karena nama Madlife boleh dibilang sudah dikenal di Indonesia.

Namun Lulu mengakui biaya marketing perusahaannya juga lumayan besar. Setiap tahunnya bisa mencapai Rp500-600 juta, terutama bisa riset dan pengembangan produknya (R&D). 

“Bikin produk baru, gagal lalu buat lagi, begiru seterusnya.  Satu tahun itu bisa sampai Rp600 juta,” imbuhnya.

Dalam menjalankan usahanya, Lulu juga masih sendirian. Pernah beberapa kali ada investor yang mau masuk, terutama dari pelanggannya yang orang-orang kaya. Namun ditolaknya.

“Ada yang mau investasi, ada yang mau ini, itu, saya tolak dulu. Bukannya saya mau gimana-gimana. Karena ada trauma di masa lalu tentang pinjaman uang. Jadi sampai hari ini, mau pinjam uang Rp10.000 pun saya tidak mau, termasuk minta uang ke orang tua. Saya meyakini rezeki tidak tertukar.”

Namun begitu, Lulu mengatakan, sebetulnya Madlife punya utang juga, tetapi lebih bersifat kontrabon. Rangenya antara Rp30.000.000 sampai Rp100.000.000 setiap bulan,  lalu di tanggal 25 sampai 30 baru dibayar. 

“Alhamdulilah selama 5 tahun ini, kita nggak pernah telat sehari pun pelunasannya, karena memang duitnya ada,” ujar Lulu.

 

Go public

Terkait dengan produk-produknya yang ditiru oleh pihak lain, Lulu juga tidak mempermasalahkan. Ia juga tahu saat ini banyak Madlife KW, yang penting tidak mencantumkan merek Madlife di produk mereka. Tetapi ia melihat paling banyak ditiru cuma dari sisi warna.  

Ketika ditanya harapannya ke depan, Lulu dengan mantab menjadi ingin go public. Masalahnya ia memilkii lima anak perempuan yang belum tentu punya minat meneruskan usahanya.

“Kalau anak pertamanya yang kembar saat ini masih duduk di SMP, sepertinya kurang berminat dengan kegiatan yang saya geluti, Kalau adiknya yang kecil-kecil  sudah mulai suka camping,” ujarnya.

Lulu berpikir kalau go public, setidaknya ia bisa mengelola perusahaannya secara profesional  dan tinggal menerima dividen.

“ Tetapi itu tidak saat ini, jangka panjang.” 

 

Regulasi

Aktivitas overlanding kini sudah menjadi bagian dari gaya hidup sebagian orang Indonesia, terutama yang mencintai alam terbuka. Ekosistem overlanding pun mulai terbentuk. 

Namun, menurut Lulu belum ada regulasi. Ia bahkan mendengar selentingan ada produsen karoseri cukup besar (produsen karoseri bus) di Bogor sedang mendekati DPR untuk membuat regulasi terkait bisnis karoseri campervan.

“Menurut saya, kalau sampai hal yang remeh temeh ini dibikin aturan, kasihan UMKM. Jadi mentang-mentang dia perusahan besar ingin monopoli itu tidak bagus,” ujarnya.

Itulah sebabnya, di 2025 ini Lulu mengurus semua perizinan yang diperlukan.

“PT kita bergerak di bidang karoseri, izin-izin seperti SKRB (surat keterangan rancang bangun). Misalnya dari pick up ke box itukan mesti ada surat, karena dimensinya berubah. Kita sekarang sedang mengurus itu, Jadi konsumen kita tenang, tidak ada masalah lagi ke Dinas Perhubungan. Itu khusus untuk mobil-mobil pick up.” 

Selain itu, lanjut Lulu, usahanya juga bisa terkait ekonomi kreatif. Ia berharap dari Kementerian Ekonomi Kreatif justru mendukung dan mendorong usaha kegiatan usaha overlanding.

“Saya berharap Kemenekraf membantu kita supaya UMKM-UMKM seperti kita dari sisi perizinan dibuat longgar. Sebab pertumbuhan, perputaran  ekonomi dari industri ini besar. Lumayan, setiap minggu kita camping ke Cikole bayar Rp60 ribu saja kan, itukan industri si campingground-nya tumbuh, hidup,” ujarnya. 

Lulu berharap pemerintah mendorong pertumbuhan industri yang termasuk baru ini denga n membuat regulasi yang mempermudah, bukan mematikan.

“Lebih baik seperti di China. Masyarakatnya dibebaskan, disuruh berkreasi tidak dibebankan aturan-aturan, tetapi didukung industrinya. Pasti tumbuh kok. Orang Indonesia itu jago-jago. Apa sih yang nggak bisa dibikin sama orang kita?”

Lulu menyadari saat ini Indonesia digempur oleh produk-produk China. Ia pun menunjuk sebuah mobil campervan di area pameran yang dirakit di China.

“Mobil itu impor dari China biaya membuat campervannya Rp300-an juta. Cuma kita masih terlindungi dengan adanya pajak. Barang masuk ke Indonesia dari China kena pajak. Tetapi saya bisa bikin seperti itu bisa setengahnya Rp160 juta. Baguslah, pemerintah mengenakan pajak impor, jadi saya masih percaya diri,” pungkas Lulu. (Ros/SG-1)

 

Hasil reportase Madlife Overland .ini bisa disaksikan juga lewat tayangan Sokoguru Xplore di kanal Youtube.