Humaniora

Syuriah PBNU: Haji dengan Visa Non-Haji Sah tapi Berdosa

Pengurus Besar (PB) Harian Syuriyah Nahdlatul Ulama (NU) telah memutuskan bahwa pelaksanaan ibadah haji menggunakan visa non-haji atau tidak prosedural dinyatakan sah, namun dianggap cacat dan berdosa.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
30 Mei 2024
Peserta Musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah NU yang membahas ibadah hajii non visa haji di Jakarta, 

PENGURUS Besar (PB) Harian Syuriyah Nahdlatul Ulama (NU) telah memutuskan bahwa pelaksanaan ibadah haji menggunakan visa non-haji atau tidak prosedural dinyatakan sah, namun dianggap cacat dan berdosa.

 

Keputusan ini diambil dalam musyawarah PB Harian Syuriyah Nahdlatul Ulama (NU) yang berlangsung di Jakarta, Selasa (28/5). Pertemuan ini dilaksanakan secara hybrid, menggabungkan format daring dan luring.

 

Musyawarah tersebut dipimpin oleh Rais ‘Aam KH Miftachul Akhyar dan Katib Aam KH Ahmad Said Asrori, dengan kehadiran tokoh-tokoh penting di antaranya KH. Afifuddin Muhajir, KH. Musthofa Aqiel Siraj, KH. Masdar F Masudi, KH. Sadid Jauhari, KH. Abd Wahid Zamas, KH. Kafabihi Mahrus, dan KH. M Cholil Nafis.

 

Baca juga: Pneumonia Mengancam, DPR Imbau Calon Jemaah Haji Jaga Kesehatan

 

Keputusan dan Pertimbangan Syuriyah NU

 

Dalam lampiran keputusan yang dirilis pada 30 Mei 2024 sebagaimana dilansir situs Kemendag, dinyatakan bahwa meskipun sah secara hukum agama, pelaksanaan haji dengan visa non-haji memiliki cacat dan pelakunya berdosa.

 

Berikut adalah pertimbangan utama dari keputusan tersebut:

 

1. Istitha'ah Sebagai Syarat Utama Haji: Kemampuan (istitha'ah) meliputi kemampuan finansial, fisik, dan rasa aman selama berada di Tanah Suci. Pengaturan ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Arab Saudi melalui pembatasan kuota haji.

 

2. Regulasi Haji di Indonesia: Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019, terdapat dua jenis visa haji yang legal di Indonesia, yaitu visa kuota Indonesia dan visa haji mujamalah (undangan dari Kerajaan Arab Saudi). Haji dengan visa non-haji dianggap tidak prosedural.

 

3. Penyalahgunaan Visa Non-Haji: Beberapa oknum menawarkan haji menggunakan visa non-haji seperti visa ziarah multiple, visa pekerja, dan visa turis. Praktik ini dianggap tidak prosedural dan menimbulkan masalah.

 

4. Kurangnya Kesadaran Masyarakat: Banyak masyarakat tergiur oleh tawaran haji non-prosedural tanpa mempertimbangkan risiko dan konsekuensi hukum serta keselamatan.

 

Baca juga: Kemenag dan Asosiasi Travel Sepakat Hanya Gunakan Visa Haji untuk Berhaji

 

5. Masalah di Tanah Suci: Kehadiran jemaah haji non-prosedural di Tanah Suci menimbulkan masalah, termasuk pencaplokan tenda maktab bagi jemaah haji resmi dan menambah kepadatan yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.

 

Saran dan Rekomendasi

 

PB Harian Syuriyah NU merekomendasikan pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang larangan haji non-prosedural.

 

Sosialisasi regulasi secara optimal dianggap sebagai bentuk amar ma’ruf yang dianjurkan dalam Islam.

 

Keputusan ini menekankan pentingnya ketaatan pada perintah ulil amri dan mematuhi perjanjian.

 

Baca juga: 40 Jemaah Umroh asal Indonesia Tidak Pulang Tapi Lanjut Ibadah Haji Tanpa Visa Resmi

 

Pelanggaran terhadap aturan ini tidak hanya bertentangan dengan hukum, tetapi juga dapat membahayakan keselamatan dan hak-hak jamaah lainnya.

 

Dengan keputusan ini, diharapkan masyarakat lebih berhati-hati dan mengikuti prosedur yang benar dalam melaksanakan ibadah haji, demi keselamatan dan kenyamanan bersama. (SG-2)