PERMASALAHAN permodalan selalu menjadi tantangan besar bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Bagi pelaku usaha mikro hingga ultra mikro, akses modal seringkali menjadi sekadar angan-angan.
Dalam acara Bincang Bersama (BiSa) UMKM bertajuk "Industri Jamu Lokal, Berdaya Saing Global," Asisten Deputi Pembiayaan Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM, Irene Swa Suryani, membahas tuntas masalah ini.
Acara yang diadakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik (PMPU OTSKK) di Gedung Bhineka Tunggal Ika, Jakarta Pusat, Rabu (29/5). menyoroti pentingnya dukungan permodalan bagi UMKM di Indonesia.
Baca juga: Peringati Hari Jamu Nasional, BPOM Dorong UMKM Jamu Naik Kelas dan Ekspansi Global
“UMKM menyumbang 97% lapangan pekerjaan dari total usaha di Indonesia, mayoritas berada di sektor usaha mikro.
"Sebenarnya, pelaku usaha mikro tidak menginginkan menjadi pelaku usaha mikro, tetapi karena terpaksa, tidak ada pekerjaan tersedia, sehingga mereka mau tidak mau menjadi pelaku usaha mikro,” ujar Irene.
Menariknya, pelaku UMKM yang menyumbang Produk Domestik Bruto terbesar di Indonesia adalah pelaku usaha mikro.
Mereka menunjukkan ketangguhan luar biasa, mampu bertahan melalui krisis ekonomi 1998 dan pandemi Covid-19.
Pada masa pandemi, mereka mulai beradaptasi dengan pemasaran digital melalui marketplace, yang ternyata bertahan hingga kini.
Namun, Irene menegaskan bahwa UMKM masih terkendala tiga masalah utama: Sumber Daya Manusia (SDM), pemasaran, dan permodalan.
Mengenai permodalan, masalah utama adalah agunan untuk mengakses program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
"Untuk usaha jamu, agunan bisa berupa BPKB kendaraan bermotor. Selain itu, ada opsi pembiayaan nonbank yang bisa diakses oleh pelaku UMKM, seperti pasar modal," jelasnya.
Pasar Modal: Opsi Alternatif Pembiayaan
Di pasar modal, terdapat papan akselerasi khusus untuk UMKM mencari dana. Sayangnya, masih sedikit pelaku UMKM yang memanfaatkannya karena kurangnya sosialisasi dan persepsi bahwa prosesnya rumit.
Baca juga: Jamu Indonesia Melonjak 7% Pasca Pandemi: Warisan Budaya Menuju Pasar Global
"Selain itu, ada skema pembiayaan dalam bentuk alat produksi dan modal ventura. "Modal ventura ini memberikan pendampingan dari pihak peminjam dan didasarkan pada penilaian profil bisnis dan potensi pasar," tambah Irene.
Namun, Irene menekankan pentingnya menjaga kelancaran kredit yang diajukan ke lembaga keuangan.
Catatan kredit yang buruk sering menjadi batu sandungan bagi pelaku UMKM untuk mendapatkan dukungan biaya.
"Selain menjaga catatan kredit yang baik, pelaku usaha harus detail dalam mencatat transaksi secara lengkap," kata Irene.
"Hal ini menjadi acuan penilaian apakah usaha tersebut dijalankan dengan baik atau tidak," ujarnya.
Baca juga: 'Tetenong', Minuman Khas Bunga Telang dari Kampung Wisata Binong, Bandung
Melalui edukasi dan pemahaman yang lebih baik tentang sumber-sumber pembiayaan, diharapkan UMKM di Indonesia dapat mengatasi tantangan dan berkembang lebih pesat.
“Harapannya, semua pelaku UMKM proaktif dalam mencari informasi dan memanfaatkan berbagai program pembiayaan yang tersedia, demi meningkatkan usaha mereka dan kontribusinya terhadap perekonomian nasional,” pungkas Irene. (Fajar Ramadan/SG-2)