Humaniora

Program ‘One Pesantren, One Product’ Jabar: Langkah Baru Menuju Kemandirian Ekonomi Umat

Salah satu upaya konkret yang diusung adalah melalui program One Pesantren One Product (OPOP), sebuah gagasan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang berfokus pada pemberdayaan ekonomi di lingkungan pesantren. 

By Kang Deri  | Sokoguru.Id
25 Oktober 2024
Ferdyansyah Wicaksono, peneliti dari The Local Enablers, membreri pemaparan dalam West Java Research Summit 2024 di Aston Hotel Bandung, Kamis (24/10). (SG/Fajar Ramadan)

DI Jawa Barat (Jabar), pesantren kini tak hanya menjadi pusat pendidikan agama, tetapi juga pusat ekonomi yang tengah tumbuh. 

 

Menyadari potensi besar di kalangan santri, berbagai pesantren telah berupaya membangun ekosistem bisnis yang mandiri—melalui tangan para santri itu sendiri. 

 

Bukan sekadar wacana, langkah ini menjawab tantangan ekonomi lokal dan memberi ruang bagi santri untuk mengukir peluang baru.

 

Baca juga: Pj Sekda Kota Bandung Ajak Santri Teladani Semangat Kyai untuk Pembangunan

 

Salah satu upaya konkret yang diusung adalah melalui program One Pesantren One Product (OPOP), sebuah gagasan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) yang berfokus pada pemberdayaan ekonomi di lingkungan pesantren. 

 

Melalui OPOP, setiap pesantren diarahkan untuk memiliki produk unggulan yang khas, menciptakan identitas ekonomi berbasis potensi lokal. 

 

Namun, meski menggagas ide yang kuat, implementasinya tidak mudah. 

 

Pendampingan masih perlu ditingkatkan, dan mentalitas santri sebagai wirausahawan juga perlu diasah lebih dalam.

 

Ferdyansyah Wicaksono, peneliti dari The Local Enablers, menyuarakan pentingnya transformasi ini dalam West Java Research Summit 2024 yang digelar oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP2D) Jawa Barat di Aston Hotel Bandung, Kamis (24/10). 

 

Baca juga: Hari Santri Nasional 2024: Momentum Berdayakan Para Santri Melalui Program Santripreneur

 

“Kami menemukan bahwa banyak pesantren masih bergantung pada bantuan pemerintah. Ini harus diubah. Pesantren perlu menjadi pusat ekonomi umat yang mandiri,” ungkap Ferdyansyah.

 

Ferdyansyah menyebutkan bahwa perubahan pola pikir menjadi kunci utama. 

 

Santri perlu melihat pesantren bukan hanya sebagai tempat belajar agama, tetapi juga sebagai lahan untuk menanam dan mengembangkan keterampilan bisnis. 

 

Berbekal pendidikan agama dan kemampuan bisnis, santri dapat membuka lapangan kerja yang berdampak langsung pada masyarakat sekitar. 

 

"Ekosistem bisnis yang kuat memungkinkan pesantren tidak hanya fokus pada pendidikan agama, tetapi juga membangun ekonomi umat secara berkelanjutan," lanjut Ferdyansyah.

 

Pendekatan kolaboratif antar-pesantren juga menjadi langkah penting. 

 

Misalnya, pesantren yang bergerak di bidang peternakan dapat bermitra dengan pesantren lain yang memanfaatkan limbah ternak menjadi pupuk organik. 

 

Kerja sama seperti ini menciptakan rantai pasokan yang saling menguntungkan dan mendukung ekonomi lokal. 

 

“Kolaborasi ini bisa mengubah pesantren menjadi pelaku ekonomi yang memberikan manfaat berkelanjutan,” jelasnya.

 

Namun, di balik rencana besar ini, ada tantangan mendasar yang dihadapi: mentalitas sebagian santri yang masih cenderung bergantung pada bantuan eksternal. 

 

“Untuk bisa mandiri, santri perlu punya keberanian dan inisiatif. Tidak cukup hanya menunggu bantuan,” tutur Ferdyansyah. 

 

Ia mengingatkan bahwa pendidikan kewirausahaan yang lebih aplikatif perlu diterapkan. 

 

Inkubator bisnis dan program pendampingan dapat menjadi langkah nyata untuk membantu santri mengenal dunia bisnis lebih dekat, mengasah keterampilan, dan memupuk keberanian untuk berwirausaha.

 

Baca juga: Melalui Santri Digitalpreneur, Para Santri Diharap Bisa Ciptakan Lapangan Kerja

 

Langkah ini pun membuka peluang besar bagi tenaga kerja lokal. Pesantren yang berkembang dalam ekosistem bisnis akan membutuhkan lebih banyak tenaga kerja, membuka peluang bagi warga sekitar. 

 

Hal ini mempertegas peran pesantren sebagai penggerak ekonomi desa di mana mereka berada. 

 

Ketika pesantren sukses secara ekonomi, manfaatnya meresap ke komunitas, menjadikan mereka lebih dari sekadar pusat pendidikan agama.

 

Agar misi besar ini berjalan optimal, Ferdyansyah juga menekankan perlunya jaringan yang kuat dengan sektor industri dan pemerintah. 

 

Akses pada pelatihan, pembiayaan, hingga pemasaran menjadi komponen vital bagi produk unggulan pesantren untuk bersaing di pasar luas. 

 

Dengan jaringan yang semakin solid, pesantren di Jawa Barat dapat menjadi episentrum ekonomi umat yang berkelanjutan dan inklusif.

 

Dengan visi ini, Jawa Barat memimpikan masa depan di mana pesantren menjadi pusat ekonomi yang aktif, santri menjadi wirausahawan tangguh, dan masyarakat merasakan dampak positif dari kemandirian ekonomi pesantren. 

 

“Pesantren bukan hanya tempat belajar agama, tapi juga tempat mencetak generasi wirausahawan yang berakhlak dan mampu bersaing,” tutup Ferdyansyah, 

 

Ia juga optimistis masa depan ekonomi umat yang dibangun bisa dimulai dari pondok pesantren. (SG-2/Fajar Ramadan)