KOMISI VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menunjukkan respons serius terhadap kebijakan kontroversial ekspor pasir laut yang baru-baru ini dikeluarkan pemerintah.
Ketua Komisi VI DPR RI, Faisol Riza, menyatakan bahwa pihaknya akan segera memanggil Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk membahas lebih lanjut kebijakan tersebut.
“Kami sedang mencari waktu yang tepat agar pertemuan ini dapat segera dilakukan,” kata Faisol kepada media di Jakarta, Kamis (19/9).
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menekankan pentingnya kajian mendalam sebelum kebijakan ekspor pasir laut kembali dibuka.
Baca juga: Hari Lingkungan Hidup, Kota Bandung Berkomitmen untuk Masa Depan yang Lebih Hijau
Menurut Faisol, banyak aspek dari kebijakan ini yang perlu diteliti dan disosialisasikan kepada publik.
“Kebijakan seperti ini tidak bisa diambil secara gegabah. Perlu ada kajian terlebih dahulu, karena banyak hal yang perlu disampaikan dan ditelaah sebelum keputusan ekspor dilakukan,” ujar Faisol.
Ia menambahkan, salah satu yang harus diprioritaskan pemerintah adalah pemetaan jenis dan sebaran sedimentasi pasir laut. Selain itu, dampak lingkungan dari aktivitas ini juga harus menjadi perhatian utama.
“Pemerintah perlu memetakan sedimentasi laut, di mana saja terjadinya, serta bagaimana jenis-jenis sedimentasi tersebut. Dampak lingkungannya juga harus dikaji lebih lanjut,” tegasnya.
Lebih jauh, Faisol mendesak agar pemerintah berhati-hati dalam memilih eksportir yang akan terlibat dalam kebijakan ini.
“Tidak sembarang pihak bisa menjadi eksportir. Harus dipilih dengan cermat,” tambah Faisol.
Kebijakan membuka kembali ekspor pasir laut memang memicu perdebatan.
Setelah hampir dua dekade aktivitas ini dianggap ilegal, Kemendag resmi membuka keran ekspor pasir laut berdasarkan hasil sedimentasi di laut, dengan syarat bahwa kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi.
Baca juga: DPR Desak KLHK Percepat Reklamasi di Kawasan PT Timah
“Ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut hanya bisa dilakukan jika kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi dan sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Isy Karim.
Landasan hukum kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, serta revisi dua peraturan menteri yang diusulkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Baca juga: Hari Hutan Indonesia: Melawan Deforestasi untuk Masa Depan Lebih Hijau
Revisi ini merespons perubahan dalam aturan ekspor dan pengelolaan sumber daya laut.
Pertanyakan Dampak Jangka Panjang
Meskipun pemerintah berargumen bahwa kebijakan ini sesuai dengan kebutuhan nasional dan peraturan yang berlaku, banyak pihak mempertanyakan dampak jangka panjangnya, khususnya terhadap lingkungan laut dan keberlanjutan sumber daya alam.
Penambangan pasir laut, jika tidak dikelola dengan baik, berpotensi merusak ekosistem laut, mengancam keanekaragaman hayati, dan mempercepat erosi pantai.
Kebijakan ini, meski didukung oleh peraturan hukum, harus melewati serangkaian evaluasi lebih lanjut.
Komisi VI DPR berencana memastikan bahwa langkah pemerintah ini tidak mengorbankan kepentingan lingkungan demi keuntungan ekonomi jangka pendek.
Apakah kebijakan ini akan menguntungkan atau justru merugikan dalam jangka panjang?
Pertanyaan ini mungkin hanya bisa dijawab setelah pembahasan mendalam di parlemen dan pengawasan ketat terhadap pelaksanaannya di lapangan. (SG-2)