PROGRAM Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diusung pemerintahan Prabowo Subianto sebagai upaya mencegah stunting mulai diimplementasikan di beberapa wilayah Indonesia.
Meski mendapat sambutan positif, program ini juga memicu kekhawatiran, terutama di kalangan pedagang kantin sekolah yang menggantungkan hidup dari penjualan makanan.
Namun jauh sebelum MBG hadir, SMPN 2 Bandung sudah lebih dulu menerapkan konsep kantin sehat sebagai bagian dari upaya menyediakan makanan bergizi bagi siswa.
Baca juga: Belalang dalam Program Makan Bergizi Gratis: Inovasi atau Keputusan Tergesa-gesa?
Berkat inovasi ini, kantin sekolah ini menjadi percontohan dalam menyediakan jajanan yang sehat, higienis, dan bernutrisi tanpa mengorbankan cita rasa.
Kantin Sehat, Inovasi Sejak Lama
Koordinator Kantin SMPN 2 Bandung, Yan Diana, menjelaskan bahwa konsep kantin sehat bukan program yang muncul tiba-tiba.
Foto: Sokoguru.id
Sejak lama, sekolah ini berkomitmen menyediakan makanan berkualitas bagi siswa, sejalan dengan program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang sudah ada sejak 1956.
Pada 2010, program ini semakin berkembang melalui inisiatif Sekolah Adiwiyata, yang menekankan lingkungan hijau dan penyediaan makanan sehat di kantin.
Baca juga: Susu Peternak Lokal Jadi Andalan Program Makan Bergizi Gratis di Kota Cimahi, Jabar
Disempurnakan Program ASEAN Summer School 2024
“Di tahun 2024, konsep ini makin disempurnakan setelah ada program ASEAN Summer School 2024 dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) yang menjadikan SMPN 2 Bandung sebagai sekolah percontohan,” ujar Yan.
Foto: Sokoguru.id
Melalui program ini, pedagang kantin semakin sadar akan pentingnya menyajikan makanan sehat dan higienis.
Para siswa pun mendapatkan edukasi terkait gizi seimbang dan bahaya zat berbahaya dalam makanan.
“Kami juga mendapat penyuluhan rutin dari puskesmas. Mereka mengecek makanan yang dijual, memastikan tidak ada pengawet, serta memberikan edukasi tentang makanan sehat bagi pedagang kantin,” tambahnya.
Tak hanya itu, sekolah ini juga didorong oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Kota Bandung untuk mendirikan Buruan SAE.
Buruan SAE merupakan program ketahanan pangan sekolah yang melibatkan siswa dalam praktik pertanian kecil di lingkungan sekolah.
“Sekarang guru-guru IPA yang melanjutkan program ini. Siswa bisa belajar langsung di Buruan SAE, bahkan hasil panennya, seperti cabai dan terong, kadang ada yang mau beli,” jelas Yan, yang juga seorang guru IPS.
Khawatir MBG Menghancurkan Ekosistem Kantin Sekolah
Meski SMPN 2 Bandung telah sukses membangun ekosistem kantin sehat, para pedagang mulai cemas dengan potensi dampak program MBG.
Baca juga: Baznas Trenggalek Hadirkan Makan Bergizi Gratis, DPR Apresiasi Inovasi Gotong Royong
Aat, salah satu pedagang di kantin sekolah ini, mengaku khawatir jika MBG diterapkan, karena bisa menurunkan omzet penjualan mereka secara drastis.
“Takut, nanti gimana kalau programnya sampai di sini,” ucapnya dengan nada was-was.
Yan memahami kecemasan para pedagang. Ia pun mencoba menenangkan mereka dengan menyebut bahwa sekolah mereka kemungkinan tidak menjadi prioritas awal dalam implementasi MBG.
Namun, jika program MBG benar-benar diterapkan di SMPN 2 Bandung, Yan lebih mendukung agar pelaksanaannya dikelola oleh sekolah, bukan pihak luar.
“Kalau MBG dikelola sekolah, kami bisa menunjuk orang yang punya kapasitas, termasuk melibatkan pedagang kantin dan orang tua siswa yang punya usaha kuliner,” terang Yan.
“Dengan begitu, kantin sekolah tetap hidup, dan dana program juga bisa dipantau dengan transparan,” tegasnya.
Ke depan, keberadaan kantin sehat yang telah terbukti efektif ini harus menjadi pertimbangan dalam penerapan program MBG.
Jangan sampai kebijakan baru justru mematikan inisiatif lokal yang telah berjalan dengan baik dan berdampak positif bagi siswa serta para pedagang. (Fajar Ramadan/SG-2)