ANGGOTA Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk lebih berhati-hati dalam meloloskan produk makanan dan minuman kemasan, mengingat pentingnya kesehatan masyarakat, terutama anak-anak.
Saat ini, aturan teknis tentang produk makanan sehat sedang dalam pengkajian untuk memastikan keamanan konsumen.
"Anak-anak cenderung menyukai produk kemasan dari perusahaan besar, seperti snack dan permen,” ujar Rahmad.
Baca juga: Kasus Diabetes Anak Naik 70 Persen, DPR Minta Pemerintah Segera Ambil Tindakan
“Jika hanya fokus pada produk UMKM, upaya pemerintah untuk menekan kasus diabetes pada anak tidak akan efektif," ujar Rahmad Handoyo dalam siaran pers, Rabu (7/8).
Rahmad menekankan bahwa BPOM harus memperhatikan tidak hanya pedagang UMKM, tetapi juga perusahaan besar yang produknya mungkin tidak sehat.
Banyak produk makanan dan minuman kemasan dari perusahaan besar yang masih bebas beredar karena memiliki izin BPOM, meskipun mengandung takaran saji yang tidak sehat.
Untuk itu, kebijakan teknis mengenai makanan sehat perlu segera diterapkan.
Beberapa isu yang sedang dikaji termasuk kemungkinan penerapan cukai pada produk cepat saji, aturan ukuran gizi yang terkandung dalam makanan/minuman kemasan.
Selain itu, perlu pelabelan khusus untuk makanan/minuman dengan kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) tinggi.
Rahmad berharap kajian ini dapat segera diselesaikan sehingga aturan teknisnya bisa cepat diterapkan.
Baca juga: Gaung Lima Harapan Anak Indonesia di Hari Anak Nasional 2024
Menurutnya, memastikan anak-anak mengonsumsi makanan sehat adalah tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat.
"Ini bukan hanya tugas Pemerintah, DPR, pedagang sekolah, atau pelaku usaha makanan rumahan saja," tegas Rahmad.
"Kelompok industri besar yang menguasai pasar makanan/minuman kemasan atau cepat saji juga harus bertanggung jawab," tambah politikus Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Komisi IX DPR RI juga mendukung aturan dalam PP 28/2024 tentang makanan siap saji yang akan dikenakan cukai untuk mengendalikan konsumsi GGL dan mengurangi penyakit tidak menular.
Rahmad menyebutkan bahwa aturan ini dapat mengefektifkan perubahan pola makan masyarakat.
Aturan serupa sudah diterapkan di Inggris, Filipina, Meksiko, dan Afrika Selatan dengan hasil yang positif dalam mengubah perilaku konsumsi makanan dan minuman yang lebih sehat.
Namun, Rahmad menekankan bahwa penerapan cukai ini tidak bisa serta merta dilakukan pada pelaku usaha mikro seperti pedagang makanan keliling.
Baca juga: Hari Anak Nasional 2024: Bukan Sekadar Perayaan, Waktunya Bertindak!
"Pendekatan aturan tidak cukup. Harus ada promosi dan preventif melalui kampanye dan edukasi tentang hidup sehat. Kandungan GGL dalam makanan dan minuman yang dijual perlu diingatkan agar tidak berlebih," jelasnya.
Pemerintah daerah (Pemda) juga memiliki kewajiban untuk mengawasi produk makanan/minuman dari pedagang kecil.
Edukasi dan sosialisasi oleh Pemda harus dioptimalkan untuk mendukung aturan ini.
"Semua pihak, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga masyarakat, harus berperan,” ucap Rahmad.
“Memang butuh proses untuk mengubah perilaku hidup sehat, tapi harus dimulai melalui aturan dan gerakan kampanye ke masyarakat," pungkas Rahmad.
Dengan sinergi semua pihak, diharapkan produk makanan dan minuman kemasan di Indonesia dapat lebih sehat dan aman bagi konsumen, terutama anak-anak. (SG-2)