INSIDEN penembakan tragis yang menewaskan Gamma Rizkynanta Oktafandy, siswa SMK di Semarang, kembali memicu sorotan tajam terhadap penggunaan senjata api oleh aparat kepolisian.
Anggota Komisi III DPR RI, Martin Daniel Tumbelaka, dengan tegas mengecam aksi brutal yang dilakukan oleh seorang anggota Polrestabes Semarang, Aipda RZ.
“Kejadian seperti ini bukan yang pertama kali terjadi. Evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan senjata api oleh anggota Polri sangat mendesak,” ujar Martin.
Baca juga: DPR RI Janji Kawal Kasus Penembakan Pelajar Semarang, Tuntut Transparansi dan Keadilan
“Aparat tidak boleh semena-mena menggunakan senpi hingga masyarakat menjadi korban,” ujar Martin dalam pernyataannya kepada media di Jakarta, Senin (2/12).
Anggota Komisi III DPR RI, Martin Daniel Tumbelaka. (Dok.DPR RI)
Tugas Polri: Melindungi, Bukan Melukai
Martin menyoroti tugas utama Polri yang seharusnya mengayomi masyarakat. Namun, ia prihatin karena tindakan arogansi oknum aparat justru sering kali mencederai rakyat.
“Dalih kewenangan tidak boleh menjadi alasan untuk bertindak sewenang-wenang, apalagi dalam penggunaan senjata api,” tegas Martin.
“Perlu evaluasi ketat, termasuk tes psikologi berkala, agar tidak ada lagi rakyat yang menjadi korban akibat tindakan arogan oknum polisi,” tegas Martin, legislator Fraksi Partai Gerindra asal Sulawesi Utara.
Baca juga: DPR Desak Polisi Gunakan Pendekatan Humanis dalam Hadapi Demonstrasi
Merujuk pada Pasal 8 Perkap Nomor 1 Tahun 2009, Martin menjelaskan bahwa senjata api hanya boleh digunakan dalam kondisi ekstrem, seperti ancaman terhadap keselamatan jiwa atau untuk mencegah pelaku kejahatan kabur.
Namun, realitas di lapangan sering kali berbeda. “Senjata sering digunakan untuk menunjukkan kekuasaan, menciptakan rasa takut, bukannya rasa aman,” katanya.
Melanggar HAM dan Nilai Kemanusiaan
Insiden penembakan yang terjadi pada Minggu malam (24/11) tersebut telah memicu kontroversi luas.
Baca juga: Usulan Polri di Bawah Kemendagri atau TNI Dinilai Pengkhianatan Reformasi
Martin menyebut tindakan pelaku tidak hanya melanggar prosedur, tetapi juga melanggar hak asasi manusia dan nilai-nilai kemanusiaan.
“Korban adalah siswa yang masih di bawah umur. Tindakan ini melanggar hak anak dan menimbulkan pertanyaan besar tentang etika penegakan hukum di tubuh Polri,” ujar Martin.
Pengusutan Kasus dan Pengawalan Ketat
Saat ini, pihak kepolisian menyatakan telah menahan Aipda RZ di Polda Jawa Tengah untuk menjalani pemeriksaan mendalam.
Keluarga korban juga telah melaporkan kasus ini ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah, dengan berbagai lembaga independen, termasuk Komnas HAM, turut mengawal penyelidikan.
Martin menegaskan bahwa Komisi III DPR RI akan terus memantau kasus ini.
“Kami dari Komisi III DPR akan memastikan pengusutan dilakukan secara transparan dan profesional. Tidak boleh ada yang ditutup-tutupi,” tegasnya.
Momen Evaluasi Institusi Polri
Menurut Martin, kasus ini harus menjadi titik balik bagi institusi Polri untuk mereformasi prosedur penggunaan kekuatan, khususnya senjata api.
“Tragedi ini telah memberikan dampak besar, baik bagi keluarga korban maupun masyarakat luas.” terang Martin.
“Polri harus menjawab keresahan publik dengan tindakan tegas dan langkah nyata untuk mencegah insiden serupa terulang,” tutupnya.
Baca juga: PN Andoolo, Konawe Selatan, Tangguhkan Penahanan Guru Supriyani yang Jewer Siswa Nakal
Dengan pengawalan dari berbagai pihak, harapan akan keadilan bagi keluarga korban dan perbaikan sistem di tubuh Polri menjadi sorotan utama.
Kasus ini diharapkan mampu memberikan pelajaran penting untuk seluruh aparat dalam menjalankan tugas secara profesional dan beretika. (SG-2)