ANGGOTA Komisi II DPR RI, Ongku P. Hasibuan, menyoroti maraknya praktik nominee atau perjanjian pinjam-nama oleh warga negara asing (WNA) di Bali.
Praktik ini dianggap sebagai bom waktu yang berpotensi menimbulkan masalah besar jika tidak ditangani dengan serius.
"Misalnya, seorang WNA memiliki partner WNI dan ingin memiliki lahan di Bali. Partnernya (WNI) itu didaftarkan sebagai pemilik lahan,” kata Ongku dalam kunjungan kerja reses Komisi II DPR RI ke Denpasar, Bali, baru-baru ini.
Baca juga: DPR Minta Tindak Tegas Oknum ASN BPN yang Lakukan Kecurangan
“Ketika mereka tidak cocok lagi dan pecah kongsi, tentu akan timbul keributan. Masalah ini akan menjadi persoalan besar jika tidak segera ditangani," kata Ongku sebagaimana dilansir situs DPR RI, Minggu (21/7).
Politikus Partai Demokrat itu mengungkapkan, menurut laporan dari Kantor Pertanahan (Kantah) Kota Denpasar, terdapat sekitar 3.000 sertifikat tanah "melayang" yang belum didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Sertifikat tanah "melayang" adalah surat sah kepemilikan tanah, tetapi lokasi tanahnya tidak diketahui.
"Dari 3.000 sertifikat tanah melayang tersebut, 50 di antaranya teridentifikasi sebagai nominee. Kemungkinan masih ada nominee lainnya di antara sertifikat melayang yang belum terdeteksi," jelas Ongku.
Praktik nominee ini mencuat karena WNA meminjam nama WNI dalam perikatan jual beli tanah.
Nama WNI digunakan dalam akta jual beli otentik untuk mengelabui pemerintah dan aparat penegak hukum.
Baca juga: Komisi II DPR Kecewa Pembengkakan Biaya PBB Akibat Sertifikat Tanah
Akta tersebut kemudian diikuti dengan perjanjian-perjanjian tambahan yang memperkuat kepemilikan WNA atas tanah.
Ongku juga memberikan apresiasi terhadap capaian dan kinerja Kantah Provinsi Bali, khususnya Kantah Denpasar.
Namun, ia menegaskan bahwa persoalan nominee harus segera ditangani untuk mencegah masalah lebih lanjut.
"Capaian yang dilakukan oleh Kantah Provinsi Bali dan Kantah Denpasar sudah sangat memadai. Kita akan terus mendukung supaya masalah pertanahan di Indonesia ini semakin baik ke depannya," imbuh Ongku.
Praktik nominee menjadi perhatian serius karena dapat merusak tatanan hukum dan kedaulatan bangsa.
Pemerintah dan penegak hukum diharapkan dapat lebih aktif mengidentifikasi dan menangani kasus-kasus nominee.
Baca juga: DPR RI Pertanyakan Soal Kepemilikan Tanah Orang Asing di Bali
Langkah tegas diperlukan untuk memastikan bahwa hak milik atas tanah di Indonesia tidak disalahgunakan oleh pihak asing yang berusaha mengakali hukum.
Dengan semakin meningkatnya ketertarikan WNA terhadap kepemilikan lahan di Bali, pengawasan dan penegakan hukum yang lebih ketat sangat diperlukan.
Jika tidak, bom waktu ini bisa meledak kapan saja, menimbulkan kerusakan yang tak terbayangkan bagi tatanan sosial dan hukum di Indonesia.
Untuk informasi lebih lanjut tentang isu ini dan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah, masyarakat dapat mengikuti perkembangan melalui sumber-sumber resmi dan media terpercaya.(SG-2)