BADAN Pertanahan Nasional (BPN) dan pemerintah daerah (pemda) terkait agar dapat mengawasi tata ruang di Bali terutama tentang kepemilikan tanah oleh warga negara asing (WNA)
"Saya ingin mendengar apakah ada masalah pertanahan di Bali yang dikuasai orang asing, seperti apa situasinya?" kata Anggota Komisi II DPR RI Heru Sudjatmoko sebagaimana dilansir situs DPR RI, Selasa malam (7/5).
"Dan bagaimana caranya mereka bisa memperoleh hak atas kepemilikan tanah tersebut," tanya politiks PDI-Perjuangan ini saat menggelar pertemuan dengan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali dan pihak terkait lainnya di Ruang Rapat Kanwil BPN Provinsi Bali, Senin (6/5).
Baca juga: 20 UMKM Unjuk Gigi dalam Ajang 'Bandung Week Market' di Bali
Banyak Orang Asing Ingin Miliki Tanah di Bali
Heru yang juga mantan Wagub Jateng 2013-2018 ini mengingatkan agar BPN, pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama menjaga dan mengawasi tata ruang kearifan lokal di Bali dengan baik.
Mengingat Bali sebagai sebuah destinasi wisata yang dikenal luas oleh masyarakat internasional sehingga dipastikan banyak orang asing yang berminat memiliki (investasi) tanah di Bali.
Baca juga: 231 Kendaraan Listrik Dikerahkan untuk Pengamanan World Water Forum ke-10 di Bali
“Bali ini adalah daerah budaya, saya menyampaikan agar tidak ada sengketa dengan tanah-tanah bekas letak kerajaan yang merupakan simbol budaya, jangan sampai ada sengketa dengan pemerintah setempat baik provinsi, kabupaten maupun pemerintah kota," jelas.
"Semoga apa yang menjadi potensi-potensi kearifan lokal di Bali bisa terjaga dengan baik demi kelangsungan pembangunan Provinsi Bali yang lebih baik,” harap Legislator Dapil Jawa Tengah VII ini.
Menjawab pertanyaan tersebut, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali, Andry Novijandri menegaskan bahwa menurut Undang-undang Agraria Dasar No.5 Tahun 1960 bahwa WNI adalah syarat wajib untuk memiliki lahan.
WNA pada umumnya dilarang memiliki tanah secara langsung di Indonesia. Namun, mereka dapat memperoleh tanah melalui perjanjian sewa guna usaha atau dengan membentuk badan hukum dengan mitra Indonesia.
"Berdasarkan Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1241/SK-HK.02/IX/2022 tentang Perolehan Harga Rumah Tempat Tinggal/Hunian untuk Orang Asing harga minimal hunian tapak yang bisa dibeli oleh WNA di Provinsi Bali senilai Rp 5 miliar. Harga minimal rumah susun (rusun) Rp 2 miliar," jelasnya.
Baca juga: Pacu Bali Jadi Destinasi Berkelanjutan: Desa Jatiluwih Sambut 'World Water Forum 2024'
Kepemilikan hunian untuk WNA dibatasi maksimal 2.000 meter persegi. Namun, jika WNA tersebut dapat menimbulkan dampak positif bagi ekonomi dan sosial Indonesia, kemungkinan luasan permukiman yang dimiliki bisa lebih luas.
"Status kepemilikan rumah yang dimiliki oleh para WNA adalah hak pakai atau hak pakai di atas hak milik atau hak pakai di atas hak pengelolaan," pungkasnya. (SG-2)