Hukum

MK Hapus Presidential Threshold, DPR: Babak Baru Demokrasi Konstitusional

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 tentang penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) menjadi tonggak baru dalam perjalanan demokrasi konstitusional Indonesia. 

By Kang Deri  | Sokoguru.Id
03 Januari 2025
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda> (Dok.DPR RI)

PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 tentang penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) menjadi tonggak baru dalam perjalanan demokrasi konstitusional Indonesia. 

 

Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyebut langkah ini membuka peluang lebih besar bagi hadirnya banyak pasangan calon dalam pemilihan presiden mendatang.

 

“Saya kira ini adalah babak baru bagi demokrasi konstitusional kita,” jelas Rifqi. 

 

Baca juga: MK Resmi Hapus Presidential Threshold, Aturan Pencalonan Presiden Berubah

 

“Dengan ketentuan yang lebih terbuka, peluang mencalonkan presiden dan wakil presiden menjadi lebih luas,” ujar Rifqi dalam pesan tertulisnya, Jumat (3/1/2024).

 

Rifqi menegaskan bahwa putusan MK ini, yang bersifat final dan mengikat, harus dihormati. 

 

Pemerintah bersama DPR akan segera menindaklanjuti putusan tersebut dengan merumuskan norma baru dalam undang-undang terkait pencalonan presiden dan wakil presiden.

 

“Tentu, pemerintah dan DPR akan menindaklanjutinya dalam pembentukan norma baru di undang-undang terkait persyaratan calon presiden dan wakil presiden,” jelas politikus Fraksi Partai Nasdem ini.

 

Putusan MK dan Implikasinya

 

Pada Kamis (2/1), MK memutuskan untuk menghapus ketentuan presidential threshold dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. 

 

Baca juga: Komunitas ITB Deklarasikan Tolak Politik Dinasti dan Manipulasi Demokrasi

 

Dalam sidang tersebut, Ketua MK Suhartoyo menyatakan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena membatasi hak politik partai-partai kecil untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden.

 

Pasal 222 sebelumnya menetapkan bahwa pasangan calon hanya bisa diajukan partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh minimal 20% kursi DPR atau 25% suara sah secara nasional dalam pemilu sebelumnya. 

 

Dengan penghapusan ini, proses pencalonan diperkirakan akan menjadi lebih inklusif.

 

Peluang Omnibus Law Politik

 

Rifqi juga mengungkapkan bahwa putusan ini berpotensi dimasukkan dalam rancangan undang-undang sapu jagat (Omnibus Law) politik yang sedang dibahas oleh DPR.

 

“Putusan ini datang seiring dengan rencana DPR untuk menyusun Omnibus Law soal politik. Jika model ini digunakan, maka poin putusan MK tersebut dapat dimasukkan ke dalam rancangan tersebut,” tambahnya.

 

Baca juga: DPR, Pemerintah, dan Buruh Kaji Sistem Upah Pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)

 

Penghapusan presidential threshold tidak hanya membawa perubahan dalam sistem pemilihan umum tetapi juga membuka jalan bagi persaingan politik yang lebih sehat dan inklusif. 

 

Hal ini menjadi langkah signifikan menuju demokrasi yang lebih matang, memberikan ruang bagi lebih banyak partai politik untuk berkontribusi dalam menentukan arah kepemimpinan bangsa. (SG-2)