WAKIL Ketua Komisi III DPR RI, Pangeran Khairul Saleh, mendorong Komisi Yudisial (KY) untuk mengambil tindakan tegas dalam menjaga keadilan dan integritas sistem hukum di Indonesia.
Dalam pernyataan persnya di Jakarta pada Senin (29/7), Pangeran mengusulkan audit internal terhadap hakim yang memutus bebas Gregorius Ronald Tannur.
"Periksa hakim-hakim maupun pihak terkait dalam putusan ini karena ada indikasi 'permainan' hukum melihat dari vonis bebas pelaku yang menurut kami sangat tidak masuk akal," tegas Pangeran sebagaimana dikutip situs DPR RI.
Baca juga: DPR Siap Gelar Rapat Khusus Bahas Vonis Kontroversi Ronald Tannur
Hakim yang memutus bebas Ronald Tannur adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Keluarga almarhumah Dini Sera Afrianti telah melaporkan para hakim tersebut ke KY, menuntut keadilan atas kematian Dini.
"Komisi Yudisial harus bisa menjaga marwah dan kehormatan pengadilan. Tegakkan kode etik dan tindak tegas apabila terbukti ada pelanggaran," tambahnya.
Pangeran menekankan bahwa KY harus berperan aktif dalam menciptakan sistem peradilan yang adil dan terpercaya bagi masyarakat.
Legislator dari Dapil Kalimantan Selatan I ini memperingatkan bahwa keputusan yang janggal dapat menurunkan kepercayaan masyarakat dan menimbulkan stigma bahwa hukum dapat 'dibeli'.
Baca juga: Komisi XI DPR RI Desak OJK Tegakkan Hukum di Sektor Keuangan Bermasalah
Ia juga menyarankan KPK untuk turun tangan jika diperlukan.
"Kalau memang perlu, KPK bisa juga turun tangan untuk mengusut apakah ada gratifikasi terhadap putusan yang diambil hakim. Kita juga perlu cek rekam jejak dari hakim yang menangani," ujar Pangeran.
Beri Vonis Bebas Bukan Pertama Kali
Diketahui, Hakim Erintuah Damanik bukan pertama kali membuat keputusan kontroversial.
Ia pernah memutus bebas Lily Yunita atas tuduhan pencucian uang senilai Rp 47,1 miliar terkait tanah di Osowilangon, Surabaya.
Erintuah juga memvonis bebas Bekas Bupati Tapanuli Tengah, Sukran Jamilan Tanjung, terkait kasus penipuan senilai Rp 450 juta.
"KY harus segera melakukan tindakan dan menggelar sidang kode etik bagi hakim yang terlibat. Jika memang bersalah, maka kami minta beri sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku," tegas Pangeran.
Sanksi atas pelanggaran kode etik hakim diatur dalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) Nomor 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Baca juga: Kemlu: Pedoman Pendampingan WNI Hadapi Hukuman Mati Disosialisasikan
Sanksi tersebut meliputi sanksi ringan, sedang, dan berat, yang akan diberikan berdasarkan latar belakang, tingkat keseriusan, dan akibat dari pelanggaran.
Pangeran menekankan pentingnya identifikasi dan perbaikan dalam proses hukum, termasuk prosedur, profesionalisme aparat penegak hukum, serta penegakan sanksi bagi pihak yang terbukti melanggar.
Kasus penganiayaan yang dilakukan Ronald Tannur tidak hanya melukai banyak hati perempuan di Indonesia, tetapi juga merendahkan harga diri perempuan dan menganggap mereka sebagai makhluk yang lemah.
"Ini bukan hanya soal ketidakadilan dalam hukum, tapi juga menyangkut moral di mana perempuan diperlakukan begitu keji dan tidak berperasaan. Sekali lagi, keadilan penegakan hukum pada kasus Dini harus clear," pungkas Pangeran.
Dengan adanya desakan ini, diharapkan keadilan dapat ditegakkan dan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan dapat dipulihkan.
Komisi III DPR RI berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tercapai keadilan yang sesungguhnya. (SG-2)