PEMECATAN Ipda Rudy Soik dari Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) menjadi topik utama dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi III DPR RI bersama Kapolda NTT, Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga, di Jakarta pada Senin (28/10).
Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Rudy Soik menuai pertanyaan dari sejumlah anggota Komisi III DPR yang menilai pemecatan tersebut berpotensi menghambat upaya pemberantasan mafia BBM bersubsidi di wilayah NTT.
Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus, seorang pegiat hak asasi manusia, menuding bahwa pemecatan Rudy Soik merupakan bentuk kriminalisasi terstruktur yang diduga berhubungan dengan upaya Rudy dalam mengungkap praktik mafia BBM di NTT.
Baca juga: Pemecatan Rudy Soik, Anggota DPR Soroti Kemunduran Polri sebagai Institusi Penegak Hukum
Menurutnya, mafia BBM bersubsidi melibatkan jaringan pengusaha dan sejumlah pejabat di lingkungan Polda NTT.
“Rudy Soik menjadi target karena keberaniannya mengusut praktik mafia BBM bersubsidi yang merugikan masyarakat kecil,” ujar Romo Paschal dalam rapat tersebut.
Ia meminta pemerintah untuk turut hadir menjamin kesejahteraan rakyat dengan mengusut tuntas dugaan ini.
Anggota Komisi III DPR RI, Benny K. Harman, dari Fraksi Demokrat, turut mengkritik keras pemecatan Rudy Soik, menyebut keputusan tersebut tidak proporsional dan sulit diterima akal sehat.
“Rudy Soik diberhentikan dengan tidak hormat hanya karena mengungkap para pelaku yang menjual BBM subsidi. Ini sulit diterima publik,” kata Benny.
Ia juga mencurigai adanya unsur balas dendam dari oknum Polda NTT terkait dengan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang pernah menyeret Rudy Soik di masa lalu.
Baca juga: DPR Soroti Kasus Ipda Rudy yang Bongkar Sindikat BBM Ilegal, Malah Kena Demosi
Benny mendesak agar Kapolda NTT lebih bijak dalam menangani kasus ini dan mengusulkan pertemuan khusus dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mencari solusi yang lebih adil.
Selain itu, Mangihut Sinaga, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, juga mempertanyakan dasar pemecatan Rudy Soik yang dinilai tidak sebanding dengan dugaan kesalahan yang dilakukan.
Menurutnya, bila ada pelanggaran prosedur, sanksi lain, seperti pemindahan atau pendidikan, bisa menjadi alternatif.
“Dia hanya ingin klarifikasi terkait dugaan penerimaan uang, tapi malah dibelokkan ke kasus lain. Kenapa tidak dipindahkan atau disekolahkan saja?” kata Mangihut.
Ia berharap agar upaya pemberantasan mafia BBM tidak sekadar menjadi alat dramatisasi, melainkan dilakukan serius dan menyeluruh.
RDP ini berakhir dengan desakan anggota DPR agar Polda NTT meninjau kembali keputusan PTDH terhadap Rudy Soik.
Komisi III DPR meminta kepolisian untuk fokus dalam penegakan hukum terhadap kasus TPPO dan BBM ilegal secara transparan dan akuntabel, tanpa pandang bulu.
Baca juga: DPR Desak ‘Restorative Justice’ untuk Ibu yang Ditahan Saat Demo Pabrik Sawit di Sumut
Sementara itu, sebagai bentuk perlawanan atas pemecatannya, Rudy Soik telah melaporkan Polda NTT ke Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), mengklaim adanya pelanggaran hak asasi manusia.
Langkah ini diambil untuk mengungkap kebenaran dan memulihkan nama baiknya, dengan harapan kasusnya dapat dibuka kembali dan diproses secara transparan. (SG-2)