PEMERINTAH Indonesia akan memberlakukan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.
Kebijakan ini merupakan implementasi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Namun, langkah ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk Anggota Komisi IV DPR RI, Riyono.
Baca juga: Rencana Kenaikan PPN Jadi 12 Persen di 2025, DPR Ingatkan Risiko Inflasi dan Daya Beli
Riyono menganggap kebijakan tersebut menjadi kabar buruk bagi masyarakat kecil, terutama petani, nelayan, dan peternak, yang kini semakin rentan masuk dalam kategori miskin.
“Kenaikan PPN ini akan memicu kenaikan harga barang dan jasa. Rakyat kecil, seperti petani, nelayan, dan peternak, akan menjadi pihak yang paling terdampak,” jelasnya.
“Mereka akan kesulitan menghadapi beban ekonomi yang semakin berat,” ungkap Riyono dalam keterangan tertulis, Rabu (20/11).
Dampak Berganda pada Sektor Kelautan dan Pertanian
Riyono menyoroti dampak berlapis yang dirasakan oleh nelayan kecil akibat kebijakan pajak ini.
Baca juga: DPR Ingatkan Pemerintah soal Penurunan Penerimaan Perpajakan dan Defisit APBN
Ia menjelaskan bahwa selain PPN 11%, nelayan dengan kapal di bawah 5 GT juga dikenakan pajak 5% berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor kelautan dan perikanan.
“Nelayan kecil tidak hanya dikenakan pajak hasil tangkapan, tetapi juga terkena PPN saat berbelanja,” ucap Riyono.
“Hal ini semakin menyulitkan mereka yang sedang berusaha bangkit dari dampak pandemi,” tegas politikus Fraksi PKS tersebut.
Riyono juga menyoroti kenaikan harga pakan ternak yang dipicu oleh kebijakan ini.
Produsen pakan diperkirakan akan menaikkan harga hingga 5 persen, yang menurutnya akan menjadi bencana bagi sektor perikanan, pertanian, dan peternakan.
Bertentangan dengan Prinsip Ekonomi Pancasila
Lebih lanjut, Riyono menilai kebijakan ini tidak sejalan dengan semangat ekonomi Pancasila yang menekankan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Baca juga: Krisis Pajak UD Pramono, Nasib Ribuan Peternak di Ujung Tanduk
Ia berpendapat bahwa seharusnya pemerintah memberikan insentif kepada petani, nelayan, dan peternak untuk mendukung usaha mereka, bukan justru memberatkan.
“Kenaikan pajak ini adalah bentuk disinsentif yang semakin melemahkan daya beli masyarakat kecil.” kata Riyono.
“Ini mengancam pertumbuhan ekonomi nasional dan menambah jumlah penduduk miskin,” katanya.
Data Kemiskinan Jadi Sorotan
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Riyono memaparkan bahwa pada 2020 terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin, terutama di pedesaan.
Persentase penduduk miskin di desa meningkat dari 12,60% pada September 2019 menjadi 13,20% pada September 2020.
“Petani dan nelayan di pesisir semakin terpuruk. Negara seharusnya menyadari bahwa kebijakan ini justru memperburuk kondisi masyarakat kecil,” paparnya.
“Kenapa terus dilakukan? Kebijakan ini bukan menambah kesejahteraan, tetapi menambah kemiskinan,” tutup Riyono.
Harapan untuk Kebijakan yang Lebih Pro-Rakyat
Riyono berharap pemerintah dapat mengevaluasi kebijakan ini dan lebih mengutamakan langkah-langkah yang mendukung kesejahteraan rakyat, khususnya kelompok rentan seperti petani, nelayan, dan peternak.
Ia juga menyerukan perhatian yang lebih besar terhadap dampak kenaikan pajak terhadap daya beli masyarakat kecil. (SG-2)