ANGGOTA Komisi XI DPR RI Anis Byarwati memperingatkan pemerintah terkait penurunan penerimaan perpajakan yang mengalami kontraksi signifikan.
Menurut Anis, realisasi penerimaan perpajakan dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) masing-masing terkontraksi 2,73% dan 4,78% secara tahunan (yoy).
Anis menyoroti berakhirnya fenomena harga komoditas yang sebelumnya melambung, yang kini memengaruhi pendapatan negara.
Baca juga: Sektor Pertanian Jadi Kontributor Terbesar Kedua pada Perekonomian Nasional
Realisasi Pendapatan Negara Baru 63,41%
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga akhir Agustus 2024, realisasi pendapatan negara tercatat Rp1.776,98 triliun, atau baru mencapai 63,41% dari target APBN 2024.
Angka ini lebih rendah Rp45,15 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, mencerminkan kontraksi 2,48 persen (yoy).
Anis juga mengingatkan bahwa penurunan pendapatan ini berdampak pada pelebaran defisit APBN yang hampir menyentuh batas aman 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca juga: Ekspor ke 15 Negara, Indonesia Lepas Kontainer Ke-400 Ribu Produk Makanan Olahan
Ia menegaskan perlunya pengendalian anggaran, khususnya pada belanja yang dinilai tidak produktif, sesuai dengan arahan Presiden Prabowo agar kementerian dan lembaga mengurangi kegiatan yang kurang penting, seperti studi banding ke luar negeri atau proyek mercusuar.
Selain itu, Anis mengkritisi menurunnya Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global.
PMI manufaktur Indonesia berada di angka 49,2 pada Oktober, di bawah level 50 yang menandakan kontraksi.
Ini menandai empat bulan berturut-turut PMI berada dalam kondisi kontraksi, yang mencerminkan pesimisme pelaku usaha di sektor manufaktur.
Anis memperingatkan bahwa penurunan ini bisa berdampak negatif pada pendapatan negara.
Baca juga: PP Tentang Penghapusan Piutang Macet UMKM Ditandatangani Presiden Prabowo
Anis mengusulkan agar pemerintah mengambil kebijakan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor manufaktur.
Menurut Anis, upaya intervensi ini diperlukan agar industri manufaktur tetap menjadi pilar utama bagi PDB Indonesia. (SG-2)