Ekonomi

Indian Ocean Tuna Commission Nilai Data Perikanan Indonesia Semakin Baik dan Valid

Pascacovid pada 2021, proses perubahan metodologi re-estimasi data tangkapan tuna Indonesia dilakukan dengan pemantauan penuh para ahli dari IOTC. 
 

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
02 Desember 2024
Di Sidang the 20th Working Party on Data Collection and Statistics Indian Ocean Tuna Commission (WPDCS20 IOTC) di Cape Town, Afrika Selatan, pada  26-30 November 2024, data perikanan Indonesia dinilai semakin baik, valid dan diakui oleh IOTC. (Dok. KKP) 

INDONESIA melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) baru saja mengikuti Sidang  the 20th Working Party on Data Collection and Statistics Indian Ocean Tuna Commission (WPDCS20 IOTC)  di Cape Town, Afrika Selatan, pada 26- 30 November 2024.

 

Pada pertemuan itu Delegasi Indonesia juga berperan aktif dan menyampaikan materi berjudul Report on the review of the re-estimation methodology of Indonesia’s annual catch data in IOTC for the period 1950-2022.

 

Demikian disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan Tangkap KKP, Lotharia Latif, dalam keterangannya saat mengikuti sidang WPDCS20 IOTC.

 

Baca juga: Bertemu Tim US FDA, KKP Pastikan Produk Perikanan RI Penuhi Standar Mutu Ekspor AS

 

“Program penangkapan ikan terukur (PIT) oleh KKP membuat data perikanan Indonesia dinilai semakin baik, valid dan diakui oleh Indian IOTC,” ujarnya.

 

Latif menjelaskan sebelumnya kerap terjadi perbedaan data (discrepancy) di IOTC.  Data hasil tangkapan yang disampaikan Indonesia ke IOTC sering kali berbeda dengan hasil re-estimasi yang dilakukan Scientific Committee (SC) IOTC.

 

“Itu disebabkan data yang disampaikan Indonesia di masa lalu dianggap tidak kredibel. Sejak sidang pada 2018 di India, Indonesia meminta agar dilakukan perubahan metodologi re-estimasi data hasil tangkapan Indonesia yang digunakan oleh SC IOTC karena tidak sesuai dengan yang ada di lapangan, di mana data estimasi SC IOTC selalu jauh lebih rendah jumlahnya dibandingkan data hasil tangkapan Indonesia,"  imbuhnya.  

 

Baca juga: Tingkatkan Kualitas Uji Mutu Produk Perikanan, KKP Gandeng Norwegia

 

Lebih lanjut Latif menjelaskan pascacovid di tahun 2021, proses perubahan metodologi re-estimasi data tangkapan tuna Indonesia dilakukan dengan pemantauan penuh para ahli dari IOTC. 

 

Perubahan metodologi tersebut menjadi dasar perbaikan data hasil tangkapan Indonesia di IOTC. Salah satu yang menjadi dasar perbaikan tersebut adalah data logbook penangkapan ikan Indonesia yang semakin akurat  dengan adanya penerapan e-logbook penangkapan ikan sejak 2019.

 

“Selain itu juga dinilai lebih baik karena terdapat petugas pemantau di atas kapal perikanan (observer on board) yang turut memonitor operasional kapal perikanan selama beraktivitas di laut,” tambahnya.

 

Baca juga: Pastikan Hasil Tangkapan Ikan Terlaporkan, 767 Pengawas KKP Awasi Pelabuhan Perikanan

 

Data logbook penangkapan ikan dan peran observer ini digunakan sebagai data pengoreksi laporan perhitungan mandiri (LPM) pada kegiatan penarikan PNBP Pascaproduksi yang merupakan rangkaian pelaksanaan PIT.

 

Metodologi re-estimasi data yang diusulkan Indonesia telah difasilitasi pada pertemuan WPDCS19 pada 2023 di India. Selanjutnya, dilakukan upaya re-estimasi data Indonesia dengan menggunakan metodologi yang baru dan disampaikan pada Working Party on Tropical Tuna (WPTT) dan WPDCS20.

 

Upaya re-estimasi itu, sambung Latif, juga mendapat dukungan penuh Badan Riset dan Inovasi Nasional, Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan dan Perguruan Tinggi FPIK IPB dengan bekerja erat dengan Sekretariat IOTC. 

 

Pada pertemuan WPDCS20 di Cape Town data itu telah disahkan oleh IOTC dan diakui sebagai data yang valid dan akan dipergunakan dalam berbagai analisa stock tuna termasuk kuota yang akan ditetapkan IOTC.

 

“Hal ini juga menjadi bukti negara hadir dalam penyiapan data sebagai dasar perumusan kebijakan peningkatan kesejahteraan nelayan Indonesia. Dengan adanya kebijakan serta manajemen modern, nelayan Indonesia dapat semakin maju dan dapat bersaing dengan nelayan lain secara global sesuai standar internasional,” tandas Latif.

 

Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) yang juga menjadi Ketua Delegasi RI pada sidang internasional WPDCS20, Prof Indra Jaya, menerangkan, partisipasi aktif Indonesia dalam IOTC memberikan berbagai manfaat penting, baik secara ekonomi, ekologi, maupun diplomatik.

 

“Partisipasi ini dapat memberikan akses terhadap kuota penangkapan yang penting untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor perikanan serta mendukung perlindungan dan pengelolaan tuna dan sejenis tuna di Samudera Hindia secara berkelanjutan,” ujarnya.

 

WPDCS merupakan salah satu kelompok kerja di bawah Komite Ilmiah, yang ditugaskan untuk menelaah kualitas data statistik tuna Samudera Hindia yang tersedia serta menelaah status pengelompokan, pengolahan dan pelaporan data IOTC.

 

Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono Menteri Trenggono menerangkan, sebagai negara anggota Regional Fisheries Management Organization (RFMO), Indonesia berkomitmen penuh mengelola sumber daya ikan tuna secara berkelanjutan. 

 

Terlebih perairan Indonesia selama ini dikenal sebagai tempat beruaya dan wilayah penangkapan tuna, baik di perairan kepulauan, perairan teritorial, maupun di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. (SG-1)