KOPERASI di Jawa Barat (Jabar) menghadapi tantangan serius terkait transparansi dan akuntabilitas.
Dari lebih dari 32.000 koperasi yang ada di Provinsi Jabar, hanya 20% yang melaporkan Rapat Anggota Tahunan (RAT) mereka.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) Jawa Barat, Rachmat Taufik Garnadi, dalam wawancara eksklusif dengan Sokoguru pada Kamis (11/7).
Baca juga: Refleksi 77 Tahun Koperasi Indonesia: Relevansi, Tantangan, dan Jalan Ke Depan
Menurut Rachmat, tingkat keaktifan koperasi di Jawa Barat masih rendah.
"Dari jumlah koperasi yang ada, hanya sekitar 70% yang aktif. Sisanya tidak jelas keberadaannya,” ucap Rachmat.
“Namun pemerintah tidak bisa serta merta menutup koperasi yang tidak aktif, kecuali ditutup oleh ketua dan anggotanya sendiri atau oleh kementerian terkait," ujarnya.
Pentingnya Rapat Anggota Tahunan (RAT)
Rapat Anggota Tahunan (RAT) adalah indikator utama kesehatan sebuah koperasi.
RAT merupakan forum untuk pertanggungjawaban pengurus kepada anggota dan untuk merencanakan program kerja di tahun berikutnya.
"RAT adalah langkah awal untuk memastikan koperasi itu sehat,” ujar Rachmay. Hanya 20% koperasi yang melakukan RAT dan melaporkannya kepada kami. Sisanya, 80%, sedang kami telusuri," tambah Rachmat.
Dampak pada Kepercayaan Anggota
Rendahnya tingkat pelaporan RAT berdampak langsung pada kepercayaan anggota dan calon anggota koperasi.
Baca juga: Hari Koperasi Songsong "Koperasi Maju, Indonesia Emas" Antara Tantangan dan Harapan
Koperasi yang tidak transparan dalam pertanggungjawaban keuangan dan operasionalnya berpotensi kehilangan kepercayaan anggotanya.
"Permasalahan ini menjadi tantangan besar bagi kita. Tanpa RAT, sulit untuk mengetahui apakah sebuah koperasi benar-benar sehat dan berfungsi dengan baik," kata Rachmat.
Langkah Strategis Pemerintah
Untuk mengatasi masalah ini, Dinas KUKM Jawa Barat telah mengambil beberapa langkah strategis.
Salah satunya adalah melakukan uji kelayakan dan kepatutan bagi pengurus baru koperasi.
"Pengurus yang baru biasanya meminta surat pengesahan dari kami,” katanya.
Baca juga: Menghadapi Tantangan: Langkah Koperasi Indonesia Menuju Pasar Global
“Kami mulai menerapkan hidden proper test atau uji kelayakan dan kepatutan secara bertahap. Ini untuk memastikan bahwa pengurus yang baru memiliki integritas dan kapabilitas yang memadai," jelas Rachmat.
Selain itu, pemerintah juga fokus pada penguatan manajemen risiko dan pengelolaan koperasi.
Pelatihan khusus bagi pengurus yang belum memenuhi kriteria juga disiapkan.
"Fungsi kita adalah melindungi anggota koperasi. Oleh karena itu, kita harus memastikan bahwa pengurus koperasi memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk menjalankan koperasi dengan baik," tambahnya.
Kurangnya Pemahaman Masyarakat
Rachmat juga menyoroti kurangnya pemahaman masyarakat tentang konsep koperasi.
"Di Indonesia, masyarakat seringkali hanya mengerti bahwa berkoperasi berarti meminjam uang,” ucap Rachmat.
“Banyak yang belum memahami bahwa koperasi juga bisa menjadi alat untuk memproduksi dan memasarkan produk," katanya.
Ia menambahkan bahwa koperasi yang mayoritas bergerak di sektor simpan-pinjam seringkali dimanfaatkan sebagai tameng dari bank emok dan rentenir, merusak citra koperasi di mata masyarakat.
Peran Koperasi di Luar Negeri
Di luar negeri, koperasi telah menjadi bagian penting dari perekonomian.
"Di negara-negara Eropa seperti Spanyol dan Belanda, koperasi berkontribusi hingga 50% terhadap PDB,” terang Rachmat.
“Sementara di Jawa Barat, kontribusinya masih sangat rendah, hanya sekitar 2%," ujarnya.
Untuk meningkatkan kontribusi koperasi terhadap PDB Jawa Barat, Dinas KUKM berencana mendorong digitalisasi koperasi dan memperkuat kelembagaan.
"Dari 2.333 koperasi yang menjadi kewenangan provinsi, baru sekitar 10% yang sudah digital. Ini adalah pekerjaan rumah besar bagi kita," kata Rachmat.
Membangun Ekosistem Usaha
Pemerintah juga berencana membangun ekosistem usaha bagi koperasi, terutama di sektor pertanian dan industri kecil.
"Kita harus membangun ekosistem yang memungkinkan koperasi menjadi penampung produk pertanian dari petani dengan harga yang wajar dan mengolah bahan mentah menjadi produk bernilai tambah," tambahnya. (Fajar Ramadan/SG-2)