Ekonomi

DPR Soroti Daerah Penghasil Tambang Besar Tapi Dapat Porsi Pajaknya Kecil

Kalbar yang merupakan penghasil bauksit terbesar di Indonesia dinilai hanya mendapatkan porsi kecil dari hasil pajak, meskipun berkontribusi besar dalam produksi sumber daya tersebut.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
29 November 2024
Ilustrasi pertambangan bauksi. Kalbar yang merupakan penghasil bauksit terbesar di Indonesia dinilai hanya mendapatkan porsi kecil dari hasil pajak, (Ist)

WAKIL Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Syarief Abdullah Alkadrie, mendorong pemerintah pusat untuk segera merevisi mekanisme pembagian hasil pajak tambang. 

 

Kalimantan Barat (Kalbar) yang merupakan penghasil bauksit terbesar di Indonesia dinilai hanya mendapatkan porsi kecil dari hasil pajak, meskipun berkontribusi besar dalam produksi sumber daya tersebut.

 

"Pajak bauksit seharusnya dihitung dari lokasi produksi. Ini penting agar daerah penghasil, seperti Ketapang, bisa merasakan dampak nyata dari kontribusinya, baik melalui infrastruktur maupun kesejahteraan masyarakat," tegas Syarief saat kunjungan kerja Banggar DPR RI di Pontianak, Kamis (28/11).

 

Baca juga: Prioritaskan Rakyat Kecil, DPR Desak Penundaan Kenaikan PPN 12 Persen

 

Dampak Aktivitas Tambang pada Infrastruktur

 

Politikus Fraksi Partai NasDem ini menyoroti kerusakan infrastruktur di daerah penghasil tambang, terutama jalan-jalan utama yang kerap dilalui kendaraan berat dari aktivitas pertambangan. 

 

Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Syarief Abdullah Alkadrie, (Dok.DPR RI)

 

Ia menilai pembagian hasil pajak yang lebih signifikan sangat penting untuk memperbaiki kerusakan tersebut dan mendukung pembangunan daerah.

 

Baca juga: Rencana Kenaikan PPN Jadi 12 Persen di 2025, DPR Ingatkan Risiko Inflasi dan Daya Beli

 

"Pembangunan infrastruktur di daerah penghasil tambang membutuhkan dukungan dari pemerintah pusat. Jalan yang rusak akibat aktivitas tambang seharusnya menjadi prioritas perbaikan dengan dana yang berasal dari pajak tambang," tambahnya.

 

Kolaborasi untuk Pertumbuhan Ekonomi Inklusif

 

Menurut Syarief, formulasi kebijakan perpajakan yang adil adalah kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif. 

 

Ia berharap pemerintah pusat dan daerah dapat bersinergi untuk menciptakan kebijakan yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Kalimantan Barat.

 

"Kesejahteraan masyarakat daerah seperti Kalbar harus menjadi perhatian pusat. Dengan kebijakan yang tepat, kita bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan," ujarnya.

 

Proyek Smelter dan Masa Depan Bauksit

 

Kalbar memiliki potensi besar dalam industri bauksit dengan Proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah sebagai tonggak penting. 

 

Baca juga: DPR Kecam Pemerintah, Pembagian Izin Pertambangan ke Ormas Langgar UU Minerba

 

Proyek yang dikelola PT Borneo Alumina Indonesia ini dirancang untuk memproduksi 1 juta ton alumina per tahun pada fase pertama yang dimulai akhir 2024. 

 

Selain mengurangi ketergantungan impor alumina, proyek senilai 831,5 juta dolar AS ini juga diharapkan meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan membuka peluang ekonomi baru di daerah tersebut.

 

Dengan langkah hilirisasi yang didukung investasi besar dan kebijakan perpajakan yang lebih adil, Syarief optimistis tambang bauksit dapat menjadi pendorong kesejahteraan masyarakat Kalimantan Barat. 

 

Namun, ia menggarisbawahi bahwa kolaborasi erat antara pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan untuk memastikan keuntungan dari eksploitasi sumber daya benar-benar dirasakan oleh masyarakat setempat.

 

"Kita harus memastikan keuntungan dari tambang bauksit tidak hanya dinikmati oleh segelintir pihak, tetapi juga berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat lokal," pungkasnya. (SG-2)