ANGGOTA DPR RI Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) I Pulau Sumbawa, Johan Rosihan, menyampaikan kritikan terhadap rencana pemerintah untuk mengimpor 1 juta ekor sapi perah guna mendukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diusung Presiden Terpilih, Prabowo Subianto.
Menurut Johan, kebijakan impor tersebut berpotensi memberatkan neraca perdagangan pangan dan memperkuat ketergantungan Indonesia pada impor.
Anggota DPR RI Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) I Pulau Sumbawa, Johan Rosihan. (Ist/DPR RI)
Baca juga: Anggota DPR Kritisi Menu dari Program Makan Bergizi Gratis
"Saya mendukung Program MBG ini karena bisa meningkatkan kesehatan siswa secara nasional," ujar Johan, Rabu (9/10).
"Namun, pelaksanaannya harus mempertimbangkan alternatif lain tanpa terus memperluas impor pangan. Kita masih punya potensi lokal yang bisa dimanfaatkan," tambahnya.
Johan menyoroti bahwa ketergantungan Indonesia pada impor daging dan susu sudah sangat tinggi.
Ia menyebut, 54% kebutuhan daging sapi dan kerbau serta 80% kebutuhan susu di Indonesia saat ini berasal dari impor.
Oleh karena itu, ia mendorong agar program MBG mengutamakan bahan pangan lokal, seperti sayuran, ikan, dan telur, yang bisa memenuhi kebutuhan gizi para siswa dengan lebih berkelanjutan.
Baca juga: Program Makan Bergizi Gratis Masuk Anggaran Pendidikan Rp700 Triliun APBN
"Untuk kebutuhan protein misalnya, bisa dipenuhi dengan ikan atau bahan pangan lokal lainnya. Yang penting adalah menu gizi seimbang, bukan hanya terpaku pada daging dan susu," jelas Johan.
Politikus PKS ini juga menekankan pentingnya anggaran yang memadai, manajemen logistik yang baik, serta kolaborasi strategis dan inovasi teknologi untuk memastikan keberhasilan Program MBG.
Ia menilai, penggunaan bahan pangan lokal bukan hanya memperkuat kedaulatan pangan nasional, tetapi juga lebih mudah diterima oleh masyarakat dan memiliki kesinambungan yang tinggi.
Baca juga: Program Makan Bergizi Gratis akan Rangkul UMKM dan BUMDes
"Saya yakin bahan pangan lokal dapat menjadi dasar intervensi gizi yang ampuh, terutama untuk mengatasi masalah seperti stunting dan gizi buruk," tutup Johan.
Dengan kritik ini, Johan berharap pemerintah lebih cermat dalam merancang kebijakan terkait ketahanan pangan dan mengutamakan potensi lokal yang dimiliki Indonesia. (SG-2)