Humaniora

Anggota DPR Kritisi Menu dari Program Makan Bergizi Gratis

Politikus PDI-Perjuangan ini juga mengingatkan bahwa makanan olahan, seperti susu ikan yang diproses agar menyerupai rasa susu sapi, memiliki kelebihan dan kekurangan. 

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
19 September 2024
Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo. (Ist/DPR RI)

ANGGOTA Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, mengajak masyarakat untuk mempertimbangkan dengan matang wacana terkait produksi ‘susu’ ikan sebagai alternatif susu hewani dalam mendukung program Makan Bergizi Gratis. 

 

Handoyo menilai, meskipun ide ini menarik, ada banyak hal yang perlu dipikirkan secara mendalam.

 

Dalam keterangannya, Handoyo menegaskan bahwa ‘susu’ ikan dan susu sapi tidak bisa disamakan. 

 

Baca juga: Program Makan Bergizi Gratis Masuk Anggaran Pendidikan Rp700 Triliun APBN

 

Meskipun keduanya kaya protein yang penting bagi tumbuh kembang anak, proses pengolahan dan sumber bahan bakunya sangat berbeda.

 

"Kita ingin anak-anak mendapatkan asupan gizi yang baik. Namun, menurut saya, lebih baik mereka mengonsumsi ikan secara utuh, bukan hasil olahan seperti susu ikan yang melalui proses panjang," kata Handoyo saat memberikan pernyataan di Jakarta, Rabu (18/9).

 

Proses Panjang, Gizi Bisa Berkurang

 

Politikus PDI-Perjuangan ini juga mengingatkan bahwa makanan olahan, seperti susu ikan yang diproses agar menyerupai rasa susu sapi, memiliki kelebihan dan kekurangan. 

 

Salah satu kelebihannya adalah praktis, namun kekurangannya cukup banyak, termasuk berkurangnya nilai gizi akibat proses produksi yang panjang.

 

Baca juga: Program Makan Bergizi Gratis akan Rangkul UMKM dan BUMDes

 

"Bayangkan saja, ikan harus diolah sedemikian rupa—menghilangkan bau amis, menambahkan rasa, dan lain sebagainya—hingga bisa menghasilkan produk yang rasanya seperti susu sapi. Proses seperti ini tentu saja mengurangi kandungan gizi aslinya," papar Handoyo.

 

Kampanye Gemarikan Lebih Efektif

 

Sebaliknya, Handoyo menegaskan pentingnya membiasakan anak-anak mengonsumsi ikan utuh sejak dini. 

 

Hal ini, menurutnya, bisa menjadi strategi efektif untuk mendukung program ‘Gerakan Masyarakat Makan Ikan’ (Gemarikan) yang telah dikampanyekan sejak tahun 2004. 

 

Gerakan ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengonsumsi ikan secara teratur.

 

"Ketika anak-anak dibiasakan makan ikan utuh, mereka akan tumbuh dengan kesukaan pada ikan. Ini tidak hanya baik bagi kesehatan, tetapi juga menguntungkan karena ikan memiliki banyak manfaat, seperti menjaga kesehatan jantung dan meningkatkan fungsi otak," jelas Handoyo.

 

Handoyo juga menyoroti kekayaan laut Indonesia yang belum dimanfaatkan dengan optimal. Sebagai negara kepulauan, konsumsi ikan masyarakat Indonesia masih terbilang rendah dibandingkan negara kepulauan lainnya.

 

Baca juga: Pemkot Solo Siap Uji Coba Program Makan Bergizi Gratis

 

"Kita ini negara yang kaya akan ikan, tapi sayangnya konsumsi ikan di Indonesia masih rendah. Padahal, kandungan gizi ikan sangat luar biasa," tambahnya.

 

Susu Ikan Tetap Produk Potensial, Tapi Bukan Prioritas

 

Meski begitu, Handoyo tidak menentang keberadaan produk susu ikan. Menurutnya, susu ikan tetap bisa menjadi produk komersial yang memiliki pasar tersendiri. 

 

Namun, ia mengingatkan agar produk ini tidak dijadikan tumpuan dalam program-program unggulan, seperti makan siang gratis untuk anak-anak.

 

"Biarlah susu ikan menjadi bagian dari bisnis yang dijual ke masyarakat. Tapi jangan terlalu dipaksakan untuk mendukung program makan siang gratis.” jelasnya. 

 

“Saya yakin akan lebih baik jika anak-anak mengonsumsi makanan utuh dibanding makanan olahan," pungkas Handoyo.

 

Dengan pernyataannya ini, Handoyo berharap masyarakat dapat lebih bijak dalam memilih asupan gizi, terutama untuk anak-anak, demi masa depan generasi Indonesia yang lebih sehat dan cerdas. (SG-2)