Ekonomi

DPR: Kenaikan Harga Beras Bukti Pemerintah Gagal Wujudkan Swasembada Pangan

Ketersediaan beras dalam negeri bergantung masih sangat pada impor dan mempengaruhi permintaan dan penawarannya.

By Sokoguru  | Sokoguru.Id
04 Maret 2024
Seorang pekerja menurunkan kantong-kantong beras yang siapkan dijajakan untuk operasi pasar murah yang dilaksanakan Pemkot Bandung yang bekerja sama derngan  Bulog setempat. (Ist/Pemkot Bandung)

DALAM dua bulan terakhir, harga beras melonjak dan bahkan menembus harga tertinggi sepanjang sejarah di Indonesia.

 

Kesulitan mendapat beras dan melonjaknya harga beras telah dikeluhkan masyarakat di Tanah Air. 

 

Persoalan beras ini dinilai sebagai bukti kegagalan pemerintah dalam menghadirkan swasembada beras. 

 

Baca juga: Operasi Pasar Murah di Umbulharjo, Yogyakarta, Diserbu Ratusan Warga

 

Oleh karena, pada akhirnya, ketersediaan beras dalam negeri bergantung masih sangat pada impor dan mempengaruhi permintaan dan penawarannya.

 

"Memang persoalannya itu kan dari sisi produksi, barangnya, dan ini kan dimulai dari kegagalan pemerintah melakukan swasembada beras,” kata Anggota Komisi XI DPR RI Hidayatullah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Komisi XI di Batam, Kepri, Sabtu (2/3). 

 

“Karena gagal (swasembada beras lalu) bergantung kepada impor. Bergantung kepada impor ini menyangkut masalah harga, masalah ketersediaan berasnya dari negara-negara itu,” jelas Hidayatullah sebagaimana dilansir situs resmi DPR RI pada Minggu (3/3).

 

Baca juga: Atasi Kelangkan dan Kenaikan Harga Beras, Pemkot Tangerang dan Bandung Gelar Pasar Murah

 

“Di situ yang akhirnya bisa menyebabkan tidak seimbangnya antara permintaan dan penawaran," kata Hidayatullah.

 

Dari sisi Bank Indonesia (BI), Hidayatullah menilai sudah maksimal upaya yang dilakukan BI. 

 

Namun, persoalan kenaikan harga beras ini merupakan persoalan stok, di mana adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. 

 

Baca juga: Pemkot Bandung Siap Gelar Operasi Pasar dan Pasar Murah di 30 Kecamatan

 

Meskipun saat ini berdasarkan informasi, menurut Hidayatullah, seolah-olah stok tetap ada, namun hal ini tak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

 

 "Kalau stok ada enggak mungkin harga naik, kan hukum alam tidak bisa diakalin. Artinya, kalau memang barang gak ada pasti otomatis harganya akan naik, kecuali spekulan-spekulan bermain,” tuturnya.

 

“Kalau spekulan bermain kan Pemerintah yang berkuasa gampang saja menurut saya. Jadi, saya lebih cenderung ini masalah ketersediaan stok," ungkap Hidayatullah. 

 

Politikus PKS ini meminta pemerintah harus bersungguh-sungguh menyiapkan persediaan pangan. 

 

“Jangan hanya untuk 4 sampai 5 bulan saja, melainkan untuk setahun. Sehingga persoalan klasik di mana terjadi kenaikan harga pangan jelang hari-hari besar tidak terjadi setiap tahun,” paparnya. 

 

"Asal ada hari besar otomatis harga naik, otomatis harga naik begitu. Jadi, saya kira ini masalah mudah, uang ada, tingkatkan produksi kekurangannya baru dari impor,” ucap Hidayatullah. 

 

“Saya kira beberapa tahun kalau fokus untuk sektor pangan ini itu bisa (swasembada pangan). Untuk Indonesia yang semuanya tersedia, lahannya subur, dan APBN nya mendukung, tinggal kesungguhannya saja," tegasnya. 

 

 Di sisi lain, selain gagal menghadirkan swasembada beras, Pemerintah juga telah salah langkah melakukan penyaluran bansos besar-besaran. 

 

Sebab, menurut Hidayatullah, bansos yang jor-joran ini juga menjadi penyebab stok beras semakin tidak ada. 

 

 "Karena stoknya enggak ada, saya yakin spekulan juga pasti bermain cari untung di sini. Semua sisi akhirnya menyebabkan harga itu naik dan kuncinya semua harusnya penanggung jawabnya tetap harus pemerintah lah, sebenarnya ini bisa diakali,” jelasnya. 

 

“Karena sekali lagi ini problem tiap tahun, problem ini setiap tahun, ya kalau jor-joran bansos mungkin itu 5 tahun sekali ya, tapi kalau soal hari besar itu seharusnya sudah bisa diatasi dengan baik," tutup Hidayatullah. (SG-2)