BEA Cukai menanggapi hangatnya isu ekstensifikasi cukai yang belakangan ini mencuat di masyarakat.
Isu ini menyangkut perluasan jenis barang yang akan dikenakan cukai sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Isu ini mengemuka dalam kuliah umum di lingkungan akademik, memicu berbagai spekulasi dan pendapat di kalangan masyarakat.
Baca juga: Optimalkan Peran Bea Cukai dalam Dukung UMKM untuk Naik Kelas
Ekstensifikasi Cukai: Usulan atau Kebijakan?
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heriyanto, menjelaskan bahwa wacana ekstensifikasi cukai masih berada dalam tahap usulan.
"Bahasan kebijakan ekstensifikasi cukai itu mengemuka di acara kuliah umum PKN STAN yang mengangkat tema 'Menggali Potensi Cukai: Hadapi Tantangan, Wujudkan Masa Depan Berkelanjutan'," ungkap Nirwala.
Menurutnya, usulan-usulan tersebut belum masuk ke tahap kajian resmi dan saat ini masih dalam rangka mendapatkan masukan dari kalangan akademisi.
Baca juga: Direktur Jenderal Pajak: Gelaran Spectaxcular 2024 Bangun Semangat Bayar Pajak
Nirwala menegaskan,"Sifat kebijakan ekstensifikasi tersebut masih usulan-usulan dari berbagai pihak, belum masuk kajian, dan juga dalam rangka untuk mendapatkan masukan dari kalangan akademisi."
Kriteria Barang Kena Cukai: Mengapa Penting?
Nirwala menjelaskan bahwa barang yang dikenakan cukai adalah barang dengan karakteristik tertentu, seperti yang memiliki konsumsi perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau yang memerlukan pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
Baca juga: Peringatan Hari Pajak, Momen Kritisi Kebijakan yang Tak Ramah UMKM
Saat ini, hanya ada tiga jenis barang yang dikenakan cukai: etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau.
Proses Penetapan Barang Kena Cukai: Tidak Sederhana
Nirwala menegaskan bahwa proses penetapan suatu barang menjadi barang kena cukai sangat panjang dan melalui berbagai tahap, termasuk mendengarkan aspirasi masyarakat.
"Prosesnya dimulai dari penyampaian rencana ekstensifikasi cukai ke DPR, penentuan target penerimaan dalam RAPBN bersama DPR, dan penyusunan peraturan pemerintah sebagai payung hukum pengaturan ekstensifikasi tersebut," paparnya.
Pemerintah juga sangat berhati-hati dalam menetapkan suatu barang sebagai barang kena cukai.
Sebagai contoh, cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan plastik, meskipun penerimaannya sudah dicantumkan dalam APBN, belum diimplementasikan.
"Pemerintah sangat prudent dan betul-betul mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kondisi ekonomi masyarakat, nasional, industri, aspek kesehatan, lingkungan, dan lainnya," jelas Nirwala dalam keterangan pers, Rabu (24/7).
Dengarkan Aspirasi: Kunci Keberhasilan Kebijakan
Dalam menghadapi isu ini, Nirwala menegaskan bahwa pemerintah akan selalu mendengarkan aspirasi dari berbagai pihak, termasuk DPR dan masyarakat luas.
"Kami akan mendengarkan aspirasi stakeholders, dalam hal ini DPR dan masyarakat luas," tegasnya.
Masa Depan Ekstensifikasi Cukai
Isu ekstensifikasi cukai memicu perdebatan tentang potensi penerimaan negara dan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat.
Di satu sisi, ada harapan bahwa kebijakan ini bisa meningkatkan penerimaan negara untuk pembangunan.
Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran tentang beban tambahan yang harus ditanggung masyarakat dan industri.
Kebijakan ekstensifikasi cukai ini, meski masih dalam tahap usulan, menuntut kehati-hatian dan pertimbangan yang matang dari pemerintah.
Bagaimanapun, kesejahteraan masyarakat harus tetap menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan yang diambil.
Bea Cukai terus berupaya mencari keseimbangan antara meningkatkan penerimaan negara dan menjaga kesejahteraan masyarakat, sambil menghadapi tantangan yang ada di masa depan. (SG-2)