Ekonomi

Angka Kemiskinan Jawa Barat Turun 180 Ribu Orang, Perekonomian Tumbuh Positif

Jumlah penduduk miskin di Jawa Barat mengalami penurunan signifikan sekitar 180.000 orang, dari 3,85 juta pada Maret 2024 menjadi 3,67 juta pada September 2024, atau menurun sebesar 0,38%.

By Kang Deri  | Sokoguru.Id
16 Januari 2025
Jumlah penduduk miskin di Jawa Barat mengalami penurunan signifikan sekitar 180.000 orang, dari 3,85 juta pada Maret 2024 menjadi 3,67 juta pada September 2024, atau menurun sebesar 0,38%. (Ist/Pemprov Jabar)

JUMLAH penduduk miskin di Jawa Barat mengalami penurunan signifikan sekitar 180.000 orang, dari 3,85 juta pada Maret 2024 menjadi 3,67 juta pada September 2024, atau menurun sebesar 0,38%.

 

Hal ini merupakan kabar positif bagi perekonomian provinsi yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro yang membaik.

 

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat, Darwis Sitorus, menyampaikan hasil tersebut dalam konferensi pers yang digelar pada Rabu (15/1) di Aula Kantor BPS di Kota Bandung. 

 

Baca juga: Tren Kemiskinan di Bandung Menurun, Target 2,74 Persen pada 2029

 

"Penurunan angka kemiskinan ini didorong oleh kondisi ekonomi yang cenderung positif, dengan inflasi yang terjaga dan pertumbuhan ekonomi yang tercatat 2,59% pada triwulan III/2024 dibandingkan triwulan I/2024," ujar Darwis.

 

Selain itu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga mengalami penurunan sebesar 0,16% pada Agustus 2024 dibandingkan Februari 2024, yang turut berkontribusi pada pengurangan kemiskinan. 

 

Bansos Dinilai Turunkan Angka Kemiskinan

 

Darwis menambahkan bahwa berbagai program bantuan sosial yang digulirkan oleh pemerintah juga memainkan peran penting dalam menurunkan angka kemiskinan di daerah ini.

 

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, yang mencakup kebutuhan makanan dan non-makanan. 

 

Baca juga: DPR: Atasi Kemiskinan Ekstrem di Brebes Jangan Hanya Bansos Tapi Fokus Pemberdayaan

 

Pada September 2024, garis kemiskinan di Jawa Barat tercatat sebesar Rp535.509 per kapita per bulan, mengalami kenaikan 2,19 persen dibandingkan Maret 2024. 

 

Komoditas makanan, yang menyumbang 74,72% terhadap garis kemiskinan, menjadi faktor utama dalam pengukuran ini.

 

Di daerah perkotaan, beberapa komoditas makanan yang menyumbang besar terhadap garis kemiskinan antara lain beras (22,08%), rokok kretek filter (12,09%), dan daging ayam ras (5,36%). 

 

Sementara untuk non-makanan, perumahan (9,18%), bensin (3,70%), dan listrik (2,51%) menjadi komoditas utama.

 

Di perdesaan, kontribusi terbesar terhadap garis kemiskinan berasal dari beras (25,52%), rokok kretek filter (8,79 persen), dan telur ayam ras (4,51%).

 

Sedangkan untuk non-makanan, perumahan (10,13%), bensin (3,09%), dan listrik (1,65%) juga memiliki peran penting.

 

Angka kemiskinan Jawa Barat pada September 2024 tercatat sebagai yang terendah sejak Maret 2020.

 

Meskipun angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan angka kemiskinan pada September 2019 yang mencapai 6,82%. 

 

Baca juga: DPR Kritisi Standar Lama BPS, Angka Kemiskinan Dinilai Tidak Sesuai Realitas Lapangan

 

Penurunan kemiskinan ini juga terlihat dari Indeks Kedalaman Kemiskinan yang turun dari 1,21 pada Maret 2024 menjadi 1,05 pada September 2024.

 

Kemiskinan di perkotaan turun lebih signifikan, mencapai 0,42% atau sekitar 141.000 orang, sementara di perdesaan penurunannya lebih kecil, yakni 0,22 persen atau sekitar 39.000 orang. 

 

"Indeks Keparahan Kemiskinan juga mengalami penurunan dari 0,29 pada Maret 2024 menjadi 0,24 pada September 2024," jelas Darwis.

 

Meskipun begitu, Jawa Barat masih menghadapi tantangan ketimpangan pendapatan, yang tercermin dalam Gini Ratio yang tercatat sebesar 0,428, kategori ketimpangan sedang. 

 

Gini Ratio perkotaan lebih tinggi (0,439) dibandingkan perdesaan (0,327). 

 

Selain itu, persentase pengeluaran kelompok penduduk 40% terbawah tercatat sebesar 16,48%, juga menunjukkan ketimpangan yang masih ada.

 

Pencapaian ini menunjukkan kemajuan dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Jawa Barat, meskipun tantangan ketimpangan ekonomi masih perlu perhatian lebih lanjut. (SG-2)