DALAM upaya memperkuat industri penjaminan di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana meningkatkan gearing ratio (GR) untuk semua jenis usaha, baik produktif maupun nonproduktif, menjadi 40 kali.
Langkah ini merupakan bagian dari Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Industri Penjaminan Indonesia 2024-2028, yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas penyaluran dana ke sektor-sektor strategis, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Gearing ratio, sebagai ukuran kemampuan penjamin dalam melakukan kegiatan penjaminan, merupakan indikator penting yang menentukan seberapa besar total nilai penjaminan dibandingkan dengan modal atau ekuitas perusahaan penjaminan.
Baca juga: Layak Diapresiasi, Tokopedia dan ShopTokopedia Bantu UMKM Batik Jadi Kreator Konten
Sebelumnya, dalam peraturan OJK yang ada, gearing ratio untuk usaha produktif dibatasi hingga 20 kali, sementara untuk usaha nonproduktif hingga 40 kali.
Dengan kebijakan baru ini, OJK menyatukan batas gearing ratio untuk keduanya, sehingga seluruh sektor dapat memanfaatkan peningkatan kapasitas penjaminan yang lebih besar.
Langkah ini dapat dilihat sebagai upaya OJK untuk mendorong sektor produktif, khususnya UMKM, yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Dengan peningkatan gearing ratio, perusahaan penjaminan akan memiliki lebih banyak ruang untuk menyalurkan jaminan kepada UMKM, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan sektor ini.
Baca juga: Target Ambisius UMKM Digitalisasi Jangan Hanya Fokus pada Reseller Tetapi Produsen
Dalam konteks ekonomi yang semakin dinamis, UMKM membutuhkan dukungan finansial yang lebih besar dan fleksibel untuk menghadapi tantangan pasar yang terus berkembang.
Namun, kebijakan ini juga mengundang pertanyaan tentang kesiapan industri penjaminan dalam menyerap peningkatan kapasitas ini tanpa menimbulkan risiko berlebihan.
Meningkatkan gearing ratio menjadi 40 kali tentu akan memperluas kapasitas penjaminan, tetapi juga berarti meningkatkan eksposur risiko yang harus dikelola dengan cermat.
Industri penjaminan, bersama dengan OJK, perlu memastikan bahwa peningkatan ini diiringi dengan penguatan manajemen risiko dan peningkatan kapasitas operasional untuk menjaga stabilitas keuangan.
Selain itu, implementasi Peta Jalan ini harus dilihat sebagai kesempatan untuk tidak hanya memperbesar kapasitas penjaminan, tetapi juga untuk memperkuat fondasi dan integritas industri penjaminan di Indonesia.
Baca juga: Jaga Stabilitas: Tantangan dan Strategi BRI dalam Mengelola NPL UMKM
Tiga fase dalam Peta Jalan—Penguatan Fondasi, Konsolidasi dan Menciptakan Momentum, serta Penyesuaian dan Pertumbuhan—harus diimplementasikan dengan pendekatan yang holistik, mencakup peningkatan kompetensi sumber daya manusia, penerapan teknologi yang lebih canggih, serta pengawasan yang lebih ketat.
Kesuksesan Peta Jalan ini sangat bergantung pada sinergi antara OJK, industri penjaminan, dan berbagai stakeholder lainnya.
Sementara OJK berperan sebagai pengarah kebijakan, pelaku industri harus proaktif dalam mengadaptasi perubahan dan berinovasi untuk meningkatkan daya saing mereka.
Pada akhirnya, kebijakan peningkatan gearing ratio ini harus dilihat sebagai langkah strategis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, memperkuat sektor UMKM, dan pada saat yang sama, menjaga stabilitas industri penjaminan di tengah tantangan global yang semakin kompleks.
Dalam dunia yang semakin tidak menentu, kebijakan seperti ini sangat penting untuk memastikan bahwa industri penjaminan tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang, mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.
Keberhasilan inisiatif ini akan menjadi tolok ukur bagi keberhasilan kebijakan-kebijakan lain dalam memperkuat sektor keuangan Indonesia di masa depan.(SG-2)