SETAHUN sejak kehadiran ShopTokopedia, hasil kolaborasi antara Tokopedia dan TikTok, catatan positif menghiasi perjalanan platform ini.
Dengan mencatatkan peningkatan pendapatan UMKM hingga 95%, kampanye seperti ‘Beli Lokal’ menjadi katalisator signifikan dalam meningkatkan daya saing dan penjualan produk lokal.
Namun, di balik euforia angka-angka pertumbuhan, ada pertanyaan mendasar: bagaimana memastikan keberlanjutan ekosistem UMKM di tengah regulasi yang dinamis?
Baca juga: Menggali Peluang Rp 1.500 Triliun: Tantangan dan Harapan Pendanaan UMKM dan Startup
Transformasi Digital yang Menjanjikan
Kampanye ‘Beli Lokal’ yang diluncurkan pada momen 12.12 tahun lalu telah membuktikan dampak besar pada UMKM.
Riset Tempo Data Science 2024 mencatat peningkatan penjualan UMKM lokal sebesar 70%, sementara pelaku usaha yang bergabung dengan kampanye ini mengalami kenaikan transaksi hingga 20 kali lipat dalam tiga bulan pertama.
Baca juga: Layak Diapresiasi, Tokopedia dan ShopTokopedia Bantu UMKM Batik Jadi Kreator Konten
Fitur-fitur seperti Promo Guncang dan live shopping semakin mempertegas peran teknologi dalam mendorong UMKM menuju panggung digital.
Namun, angka-angka tersebut tidak muncul begitu saja. Lebih dari delapan juta kreator konten, atau yang disebut affiliator, menjadi tulang punggung keberhasilan ini.
Mereka bukan hanya mempromosikan produk, tetapi juga menciptakan lapangan pekerjaan baru, sebuah langkah penting di tengah kesulitan ekonomi global.
Live shopping di ShopTokopedia, misalnya, terbukti mampu meningkatkan penjualan hingga tujuh kali lipat dibandingkan metode konvensional.
Regulasi: Pisau Bermata Dua
Kesuksesan ShopTokopedia tidak datang tanpa hambatan.
Pada September 2023, Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023, yang melarang integrasi media sosial dan e-commerce dalam satu aplikasi.
Akibatnya, TikTok Shop terpaksa menutup layanan di Indonesia pada Oktober 2023. Meski TikTok beradaptasi dengan berinvestasi di Tokopedia, langkah ini menimbulkan kekhawatiran baru.
Regulasi seperti Permendag 31/2023 sejatinya bertujuan melindungi pelaku usaha kecil dari dominasi raksasa teknologi. Namun, apakah pendekatan ini benar-benar efektif?
Baca juga: Jalin Lokal 2024: Momentum Strategis UMKM dan Tantangan Kolaborasi
Aturan tersebut memaksa pelaku usaha untuk beradaptasi dengan platform baru, yang tidak selalu mudah, terutama bagi UMKM yang masih belajar memahami ekosistem digital.
Sementara itu, potensi sinergi antara media sosial dan e-commerce yang terbukti mampu mendongkrak penjualan terhambat oleh sekat regulasi.
Peluang yang Harus Dioptimalkan
Kolaborasi antara TikTok dan Tokopedia menunjukkan bahwa integrasi inovasi dan teknologi mampu mengatasi tantangan pasar.
Namun, untuk memastikan keberlanjutan, semua pihak – pemerintah, platform digital, dan UMKM – harus bersinergi lebih baik.
Regulasi perlu dirancang secara inklusif, bukan sekadar menjadi alat penghambat, tetapi sebagai pendukung ekosistem digital yang sehat.
Ke depan, fokus utama harus berada pada peningkatan kapasitas pelaku UMKM dalam memanfaatkan teknologi digital.
Pelatihan terkait live shopping, strategi pemasaran digital, hingga pengelolaan bisnis berbasis data menjadi langkah konkret untuk memastikan UMKM tetap relevan dalam era yang semakin kompetitif.
Kritik untuk Masa Depan
Meskipun ShopTokopedia berhasil memberikan dampak besar bagi UMKM, ada pekerjaan rumah yang tidak boleh diabaikan.
Pemerintah harus lebih responsif terhadap dinamika pasar digital dan menciptakan regulasi yang fleksibel namun tetap berkeadilan.
Sementara itu, platform seperti Tokopedia dan TikTok juga harus terus berinovasi, tidak hanya dalam memberikan akses teknologi, tetapi juga memastikan keberlanjutan ekosistem bisnis UMKM.
Baca juga: Kenaikan PPN 12%: Sebuah Kebijakan yang Kurang Tepat di Waktu yang Salah
Kesuksesan UMKM di era digital bukan hanya tentang angka penjualan atau jumlah transaksi. Ini adalah tentang bagaimana menciptakan fondasi yang kuat untuk pertumbuhan yang berkelanjutan.
Kolaborasi seperti ShopTokopedia telah menunjukkan potensinya, tetapi keberlanjutannya bergantung pada bagaimana kita, sebagai bangsa, mampu menavigasi tantangan regulasi dan teknologi dengan bijak. (SG-2)