DI tengah dinamika ekonomi Indonesia yang terus berkembang, Presiden Prabowo Subianto menunjuk Maman Abdurrahman sebagai Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam Kabinet Merah Putih.
Maman, yang memiliki latar belakang teknik perminyakan, dihadapkan pada tugas besar dalam memperkuat sektor UMKM yang telah lama menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.
Namun, terlepas dari potensi UMKM, tantangan yang harus dihadapi Maman dalam posisi barunya ini jauh dari sederhana.
Baca juga: Menimbang Pembentukan Kementerian UMKM di Kabinet Prabowo-Gibran: Langkah Maju?
Latar Belakang Profesional Maman: Siap Hadapi Tantangan Baru?
Maman Abdurrahman bukanlah sosok baru di dunia politik dan kebijakan. Lahir di Pontianak, 10 September 1980, Maman memulai karier profesionalnya di industri minyak dan gas setelah meraih gelar S1 Teknik Perminyakan dari Universitas Trisakti.
Pengalamannya sebagai insinyur lapangan di Premier Oil Indonesia dan manajer pengembangan bisnis PT Luas Biru Utama menambah warna pada latar belakangnya.
Namun, apakah pengalaman tersebut cukup relevan untuk menghadapi persoalan kompleks di sektor UMKM yang membutuhkan pendekatan berbeda?
Maman memulai kiprahnya di dunia politik dengan bergabung ke Partai Golkar dan berhasil terpilih menjadi anggota DPR RI sejak 2018.
Baca juga: UMKM: Kunci Wujudkan Indonesia Emas 2045 atau Hanya 'Bumper Ekonomi' Sesaat?
Selama menjabat, ia pernah menduduki posisi penting di Komisi VII DPR RI yang membidangi energi, riset, dan teknologi—bidang yang jauh dari persoalan UMKM.
Pengalaman inilah yang menimbulkan tanda tanya besar: Seberapa siap Maman dalam memahami problematika UMKM, yang lebih menyentuh sektor ekonomi kerakyatan?
Realitas UMKM: Pilar Ekonomi yang Terpinggirkan?
UMKM telah lama menjadi motor penggerak ekonomi Indonesia, menyumbang lebih dari 60 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap hampir 97% tenaga kerja.
Namun, besarnya kontribusi ini tidak selalu sejalan dengan kebijakan yang memadai untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi pelaku UMKM.
Salah satu permasalahan utama adalah keterbatasan akses terhadap permodalan.
Hingga saat ini, sekitar 32 juta UMKM belum dapat mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan formal.
Perbankan masih menetapkan persyaratan ketat, seperti kolateral atau jaminan, yang sering kali tak dapat dipenuhi oleh pelaku UMKM.
Apakah Maman mampu memperjuangkan skema pembiayaan alternatif, seperti Innovative Credit Scoring (ICS) yang sebelumnya diusulkan namun belum terealisasi?
Skema ini diharapkan mampu memberikan akses kredit yang lebih luas, namun sampai sekarang masih terhambat.
Digitalisasi dan Sertifikasi: Hambatan Lain yang Menghimpit
Selain permodalan, digitalisasi dan legalitas usaha juga menjadi persoalan serius. Meski pemerintah telah meluncurkan sistem Online Single Submission (OSS) untuk memudahkan pengurusan izin, faktanya baru sekitar 10.000 dari 65,5 juta UMKM yang berhasil mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB).
Legalitas ini penting untuk memperluas jangkauan usaha UMKM ke pasar global, namun hambatan birokrasi masih menjadi momok menakutkan bagi sebagian besar pelaku usaha kecil.
Maman diharapkan mampu mendorong percepatan sertifikasi dan izin edar bagi produk UMKM, terutama di sektor pangan, jamu, dan kosmetik, yang saat ini baru sedikit yang terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Padahal, tanpa sertifikasi ini, produk UMKM sulit menembus pasar ekspor, dan hanya sekitar 15,7 persen UMKM yang telah mampu melakukan ekspor.
Tantangan yang Lebih Besar: SDM dan Teknologi
Permasalahan lain yang tak kalah penting adalah kapabilitas sumber daya manusia (SDM) dalam pengelolaan usaha.
UMKM kerap kekurangan pengetahuan dalam inovasi dan adaptasi teknologi, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan mereka.
Sementara dunia semakin menuju era digital, banyak UMKM masih tertinggal jauh dalam hal pemanfaatan teknologi.
Sebagai Menteri UMKM, Maman harus mendorong intervensi teknologi dan digitalisasi secara masif agar UMKM dapat lebih berdaya saing.
Di sisi lain, tingginya arus masuk produk impor murah yang kerap membanjiri pasar Indonesia juga menjadi ancaman nyata bagi keberlanjutan UMKM.
Tanpa perlindungan yang memadai, produk-produk lokal akan semakin sulit bersaing di pasar domestik.
Harapan Baru atau Sekadar Wajah Baru?
Penunjukan Maman Abdurrahman sebagai Menteri UMKM membuka lembaran baru dalam pengelolaan sektor ini, namun juga menghadirkan ekspektasi tinggi.
Potensi UMKM yang besar jelas membutuhkan perhatian lebih serius, dengan langkah nyata untuk mengatasi berbagai hambatan struktural yang ada.
Mampukah Maman memberikan solusi konkrit, atau apakah kita hanya akan melihat retorika baru tanpa aksi nyata? PR besar sudah menanti di depan mata.
Baca juga: Peparnas XVII di Solo: Gagal Memaksimalkan Potensi UMKM?
Seperti skema pembiayaan inovatif, percepatan legalitas usaha, hingga pendampingan SDM, semuanya membutuhkan kepemimpinan yang tangguh dan komitmen penuh untuk benar-benar memberdayakan UMKM.
Dunia usaha mikro, kecil, dan menengah ini adalah tulang punggung yang rapuh namun kuat.
Di tangan Maman, nasib jutaan pengusaha kecil Indonesia menantikan jawaban.
Apakah sektor ini akhirnya akan mendapatkan perhatian serius, atau justru tetap terpinggirkan dalam derap pembangunan yang semakin cepat? (SG-2)