PEKAN Paralimpiade Nasional (Peparnas) XVII di Solo diharapkan menjadi momentum kebangkitan ekonomi lokal, khususnya bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Sayangnya apa yang dirasakan pelaku UMKM tidak memberikan hasil yang sesuai ekspektasi.
Meski sebelumnya banyak yang menaruh harapan besar pada perputaran ekonomi dari gelaran Peparnas XVII di Solo, tetapi kenyataan di lapangan berkata lain.
Baca juga: UMKM Binaan Pertamina Sukses di Inacraft 2024, BUMN Dorong Kebangkitan Lokal
Alih-alih menjadi momen peningkatan pendapatan, banyak pelaku UMKM justru merasa kecewa karena keuntungan yang dihasilkan sangat minim.
Beberapa stan UMKM bahkan terpaksa menutup stan lebih awal akibat kurangnya pengunjung.
Festival UMKM yang seharusnya menjadi magnet pengunjung nyatanya tidak mampu mendatangkan antusiasme yang diharapkan.
Salah satu permasalahan utama yang dihadapi adalah pemilihan lokasi stan yang dinilai tidak strategis.
Baca juga: Aplikasi Temu dari China dan Masa Depan Suram UMKM, Apakah Regulasi Cukup Melindungi?
Banyak pedagang yang ditempatkan di area yang kurang ramai, membuat mereka sulit dijangkau pengunjung.
Ini adalah salah satu faktor yang seharusnya sudah dipertimbangkan matang oleh panitia.
Sebuah event nasional sebesar Peparnas seharusnya menjadi ajang bagi UMKM lokal untuk memamerkan produk mereka, bukan malah membuat mereka tersembunyi di balik keramaian yang tidak datang.
Selain itu, promosi acara yang kurang gencar menjadi alasan lain di balik sepinya pengunjung.
Minimnya sosialisasi mengenai adanya Festival UMKM membuat banyak masyarakat bahkan tidak mengetahui adanya acara ini.
Padahal, event seperti Peparnas diharapkan menjadi kesempatan besar bagi UMKM untuk memasarkan produk mereka kepada khalayak luas, termasuk kepada tamu-tamu dari luar kota yang diharapkan hadir.
Baca juga: UMKM di Antara Janji dan Realitas: Menggugat Efektivitas Kebijakan Pembiayaan
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin sebuah acara besar seperti Peparnas gagal memaksimalkan potensi ekonomi lokal?
Bukankah ini kesempatan emas bagi UMKM untuk menampilkan produk mereka di panggung nasional?
Jawabannya terletak pada kurangnya perencanaan yang matang dan eksekusi yang jauh dari harapan.
Mulai dari penempatan stan hingga strategi promosi yang lemah, semuanya menunjukkan bahwa panitia kurang siap dalam menyelenggarakan acara yang diharapkan dapat menggerakkan perekonomian kecil ini.
Peparnas, yang seharusnya menjadi ajang inklusif bagi semua pihak, baik atlet maupun masyarakat lokal, ternyata justru menimbulkan kekecewaan.
Jika UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi lokal tidak mendapatkan manfaat dari acara sebesar ini, maka ada yang salah dalam penyelenggaraan event tersebut.
Evaluasi menyeluruh perlu segera dilakukan, mulai dari tata letak, promosi, hingga koordinasi dengan pelaku UMKM, agar event-event besar di masa depan tidak lagi menjadi sekadar seremoni tanpa dampak nyata bagi perekonomian lokal.
UMKM adalah salah satu pilar penting perekonomian.
Setiap acara besar seperti Peparnas harusnya menjadi kesempatan yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha kecil ini.
Jika tidak, maka kita harus jujur mengakui bahwa ada sesuatu yang keliru dalam penyelenggaraan event-event semacam ini.
Tanpa perbaikan yang nyata, acara sebesar Peparnas hanya akan menjadi seremonial tanpa makna bagi mereka yang seharusnya paling merasakan dampaknya. (SG-2)