Editorial

Refleksi Sumpah Pemuda: Tantangan Masa Depan di Tengah Pemuda yang Terabaikan

Namun, di balik seruan optimisme ini, tersimpan ironi yang perlu kita renungkan: tingginya angka pengangguran di kalangan pemuda dan lulusan perguruan tinggi.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
28 Oktober 2024
Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-96 tahun ini yang dirayakan tanggal 28 Oktober hadir dengan tema yang ambisius, “Maju Bersama Indonesia Raya.”  (Ist)

PERINGATAN Hari Sumpah Pemuda ke-96 tahun ini yang dirayakan tanggal 28 Oktober hadir dengan tema yang ambisius, “Maju Bersama Indonesia Raya.” 

 

Tema ini mengajak kita membayangkan masa depan Indonesia yang lebih cerah, kuat, dan inklusif, sejalan dengan cita-cita bangsa untuk meraih Indonesia Emas pada 2045. 

 

Namun, di balik seruan optimisme ini, tersimpan ironi yang perlu kita renungkan: tingginya angka pengangguran di kalangan pemuda dan lulusan perguruan tinggi.

 

Baca juga: Peringati Hari Sumpah Pemuda ke-96, Pemprov Jabar Apresiasi Pemuda Berprestasi

 

Selain tu, para pemuda Indonesia dihadapkan pada  mahalnya biaya kuliah yang membuat akses pendidikan semakin terbatas. 

 

Apakah kita benar-benar memberikan kesempatan yang layak bagi pemuda untuk maju bersama?

 

Realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak pemuda, termasuk lulusan perguruan tinggi, yang masih berjuang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. 

 

Data menunjukkan angka pengangguran terbuka di kalangan pemuda masih mengkhawatirkan, dengan jumlah lulusan perguruan tinggi yang menganggur semakin meningkat. 

 

Kondisi ini bertentangan dengan konsep Indonesia yang “maju bersama” dan justru menunjukkan bahwa ketimpangan akses dan peluang masih menghantui bangsa ini. 

 

Kesenjangan ini seharusnya menjadi fokus pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya, terutama di tengah semangat Sumpah Pemuda yang seharusnya memperkuat persatuan dan semangat gotong-royong untuk membangun bangsa.

 

Baca juga: Ribuan Pencari Kerja Mengantre Ikuti Job Fair Kota Bandung

 

Di sisi lain, mahalnya biaya kuliah semakin menjadi penghalang bagi generasi muda untuk mengakses pendidikan tinggi. 

 

Perguruan tinggi kian berbiaya tinggi, sementara beasiswa atau bantuan pendidikan seringkali tidak mampu mencakup semua kebutuhan pendidikan. 

 

Baca juga: Tekan dan Kurangi Angka Pengangguran, Pemkab Bogor Gelar 'Job Fair 2024'

 

Pemuda dari kalangan ekonomi menengah ke bawah harus bekerja keras atau bahkan berutang demi mengejar gelar sarjana, namun setelah lulus, banyak di antara mereka mendapati bahwa gelar tersebut tidak menjamin pekerjaan. 

 

Di tengah janji manis “Indonesia Raya yang sejahtera,” seharusnya pendidikan tinggi tidak lagi menjadi beban berat yang memberatkan akses pemuda untuk mencapai potensi penuh mereka.

 

Jika ingin benar-benar mewujudkan “Maju Bersama Indonesia Raya,” pemerintah perlu mengalihkan perhatian pada dua aspek penting: penyediaan akses pendidikan tinggi yang terjangkau dan relevan serta kebijakan ketenagakerjaan yang mampu menyerap tenaga kerja muda. 

 

Baca juga: DPR RI: Anggaran Pendidikan dari APBN Besar, Kenapa Biaya Kuliah Malah Meroket?

 

Pemerintah daerah dan pusat harus menghilangkan stigma bahwa pendidikan tinggi adalah beban finansial yang besar dan mengembangkan sistem yang lebih inklusif dan berkelanjutan. 

 

Program bantuan pendidikan harus diperluas dan disesuaikan dengan kebutuhan ekonomi generasi muda saat ini. 

 

Kita memerlukan perguruan tinggi yang mampu mempersiapkan lulusan tidak hanya dalam kemampuan teknis, tetapi juga keterampilan kritis dan inovatif yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja.

 

Lebih dari itu, kebijakan ketenagakerjaan yang inovatif harus diimplementasikan untuk mengurangi angka pengangguran pemuda. 

 

Baca juga: Kenaikan UKT Bisa Bebani Mahasiswa dan Tidak Mampu Lagi Kuliah

 

Sinergi antara dunia industri dan institusi pendidikan perlu lebih ditingkatkan agar lulusan perguruan tinggi memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar. 

 

Pemerintah juga harus mendorong wirausaha muda dengan memberikan akses yang mudah pada permodalan, pendampingan, dan kebijakan yang mendukung berkembangnya usaha-usaha kecil. 

 

Tema “Maju Bersama Indonesia Raya” hanya akan menjadi slogan kosong jika kita gagal menangani isu-isu mendasar yang dialami oleh pemuda hari ini. 

 

Momen Sumpah Pemuda tahun ini harus menjadi refleksi untuk mengatasi ketimpangan yang menghalangi pemuda, termasuk tingginya biaya pendidikan dan minimnya peluang kerja. 

 

Bangsa yang besar bukan hanya karena kekayaannya, tetapi juga karena kualitas dan keterlibatan generasi mudanya dalam pembangunan. 

 

Maju bersama bukan berarti hanya sekelompok orang yang mendapat kesempatan maju, tetapi semua generasi muda, tanpa terkecuali, yang diberdayakan dan dilibatkan dalam pembangunan Indonesia.

 

Dengan menghadirkan pendidikan yang terjangkau dan kesempatan kerja yang merata, kita bisa membangun bangsa yang benar-benar kuat dan mandiri, sesuai cita-cita Sumpah Pemuda. (SG-2)