Editorial

Program Makan Bergizi Gratis: Saatnya Optimalkan Keanekaragaman Pangan Lokal

Ketergantungan pada satu komoditas utama—beras—untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, terbukti kurang efektif dalam menghadapi perubahan iklim, kesenjangan distribusi, dan krisis pangan global. 

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
08 November 2024
Beragam jenis pangan lokal seperti jagung, sagu, singkong, dan ubi jalar bisa menggantikan beras untuk program. (Ist/Shutterstock)

KETAHANAN pangan Indonesia menghadapi tantangan yang semakin kompleks. 

 

Ketergantungan pada satu komoditas utama—beras—untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, terbukti kurang efektif dalam menghadapi perubahan iklim, kesenjangan distribusi, dan krisis pangan global. 

 

Oleh karena itu, sudah saatnya Badan Pangan Nasional (Bapanas) memperluas fokusnya untuk mencakup lebih banyak jenis pangan lokal yang tidak hanya bergantung pada beras sebagai komoditas utama.

 

Baca juga: Komisi IV DPR RI Dorong Pemanfaatan Pangan Lokal untuk Kurangi Impor Pangan

 

Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa. 

 

Beragam jenis pangan lokal seperti jagung, sagu, singkong, hingga ubi jalar bisa tumbuh subur di berbagai wilayah, termasuk di daerah-daerah yang kurang cocok untuk tanaman padi. 

 

Potensi pangan lokal ini sangat penting untuk menjaga keberagaman dan ketersediaan pangan, terutama di tengah ancaman krisis pangan yang semakin nyata. 

 

Ketergantungan pada Komoditas Beras 

 

Program Makan Bergizi Gratis yang diinisiasi oleh pemerintah pun memerlukan stok pangan yang cukup, yang tidak bisa hanya mengandalkan impor atau komoditas tunggal seperti beras.

 

Baca juga: Indonesia Proyeksikan Impor Beras 5,17 Juta Ton pada 2024, Rekor Tertinggi dalam Sejarah

 

Ketergantungan pada satu komoditas, apalagi yang bergantung pada impor, adalah strategi yang rentan. 

 

Pasokan pangan yang bergantung pada beras, misalnya, sangat mudah terpengaruh oleh gangguan eksternal seperti bencana alam, perubahan iklim, atau fluktuasi harga pasar internasional. 

 

Mengandalkan hanya satu jenis pangan juga meningkatkan kerentanannya terhadap gangguan pada sistem pertanian dalam negeri, seperti penurunan hasil panen atau ketidakseimbangan dalam distribusi. 

 

Oleh karena itu, diversifikasi sumber pangan lokal yang melibatkan produk seperti sagu, singkong, atau ubi jalar harus menjadi prioritas.

 

Keberagaman pangan lokal ini, selain untuk ketahanan pangan nasional, juga memberi solusi bagi daerah-daerah tertentu yang memiliki keterbatasan dalam lahan pertanian. 

 

Di wilayah pegunungan, misalnya, padi tidak bisa tumbuh optimal, namun tanaman lain seperti singkong atau jagung justru bisa berkembang dengan baik. 

 

Baca juga: DPR Dorong Bentuk Pansus untuk Selidiki Dugaan Mark-Up Impor Beras

 

Pemanfaatan sumber daya alam di setiap wilayah untuk menghasilkan pangan lokal yang dapat diakses oleh masyarakat setempat sangat penting agar kebutuhan pangan tidak tergantung pada daerah tertentu atau pasar luar negeri.

 

Namun, tantangan besar bukan hanya dalam diversifikasi jenis pangan, tetapi juga dalam pengelolaan dan distribusinya. 


Kasus-kasus yang terjadi di beberapa daerah seperti Merauke, di mana stok pangan sudah mencukupi namun malah didatangkan pangan dari luar, menunjukkan adanya masalah dalam koordinasi antar lembaga. 


Ini tidak hanya mengganggu pasar lokal, tetapi juga merugikan petani dan masyarakat yang terpaksa menjual hasil panen mereka dengan harga yang lebih rendah atau bahkan merugi karena stok yang tak terjual.

 

Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan bukan hanya soal ketersediaan bahan pangan, tetapi juga tentang sistem distribusi yang efisien, serta kebijakan yang memperhatikan kebutuhan dan potensi lokal. 

 

Keberhasilan dalam menciptakan sistem pangan yang berkelanjutan memerlukan koordinasi antara Bapanas, kementerian terkait, serta lembaga lain yang berperan dalam pengelolaan pangan, dari hulu ke hilir.

 

Penting untuk diingat bahwa kunci ketahanan pangan Indonesia terletak pada keberagaman sumber pangan dan pengelolaannya yang berbasis pada kekuatan lokal. 

 

Dengan mengutamakan pangan lokal, meningkatkan koordinasi antar lembaga, dan memastikan distribusi yang tepat sasaran, Indonesia dapat lebih siap menghadapi tantangan pangan di masa depan. 


Pangan lokal bukan hanya menjadi solusi sementara, tetapi harus menjadi fondasi ketahanan pangan nasional yang lebih kuat dan berkelanjutan. (SG-2)