Editorial

Perlu Solusi Jangka Panjang untuk Atasi Kredit Macet yang Mengintai UMKM

Kebijakan restrukturisasi KUR mungkin memberikan napas lega sementara, tetapi solusi jangka panjang memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif. 

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
22 Juli 2024
Ilustrasi. Kredit macet pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terus menjadi tantangan bagi perbankan di Indonesia.(Ist/Ubagroup)

KREDIT macet pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terus menjadi tantangan bagi perbankan di Indonesia. 

 

Bank-bank, termasuk PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) atau Bjb melaporkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang mencapai 40% dari total kuota pada semester I/2024. 

 

Meski demikian, kehati-hatian dalam memilih debitur tetap menjadi prioritas utama guna mencegah risiko kredit macet.

 

Baca juga: Menghadapi Tantangan Kredit Macet UMKM Pasca-Restrukturisasi

 

Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi, menyatakan bahwa meskipun permintaan KUR masih tinggi hingga double digit, pertumbuhannya cenderung lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya. 

 

Optimisme terhadap kondisi ekonomi yang lebih baik membuat Bjb berencana mendorong permintaan kredit KUR lebih tinggi lagi. 

 

Namun, dengan berakhirnya masa relaksasi restrukturisasi kredit dan tekanan daya beli masyarakat yang masih terasa, bank harus tetap berhati-hati.

 

Di sisi lain, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) mencatat penyaluran KUR mencapai Rp76,4 triliun kepada 1,5 juta debitur sepanjang Januari hingga Mei 2024. 

 

Angka ini setara dengan 46,33% dari total kuota penyaluran KUR BRI untuk tahun 2024 yang mencapai Rp 165 triliun. 

 

Meskipun begitu, BRI berhasil menjaga Non-Performing Loan (NPL) KUR tetap terjaga melalui strategi penyaluran kredit secara selektif, peningkatan recovery rate, serta monitoring pinjaman secara ketat baik online maupun offline.

 

Baca juga: Kenaikan Suku Bunga dan Tantangan Kredit UMKM di Tanah Air

 

Ke depan, BRI berharap adanya kebijakan penguatan yang dapat memperkuat daya beli masyarakat dan meningkatkan konsumsi rumah tangga. 

 

Dua faktor ini dianggap sebagai penggerak utama pertumbuhan kredit UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia di tengah kondisi makro ekonomi yang menantang.

 

Namun, apakah langkah-langkah ini cukup untuk mengatasi masalah kredit macet yang mengintai UMKM? 

 

Kebijakan restrukturisasi KUR mungkin memberikan napas lega sementara, tetapi solusi jangka panjang memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif. 

 

Pemerintah dan bank perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan UMKM secara berkelanjutan. 

 

Baca juga: Hari UMKM Internasional: Angkat Peran Vital UMKM di Tengah Krisis Global

 

Penguatan kapasitas manajemen keuangan dan pemberdayaan teknologi di sektor UMKM dapat menjadi langkah penting untuk mengurangi risiko kredit macet.

 

Selain itu, peningkatan akses pasar dan diversifikasi usaha bagi UMKM juga menjadi kunci. 

 

UMKM perlu didorong untuk tidak hanya bergantung pada satu jenis usaha atau pasar, melainkan mampu beradaptasi dengan perubahan ekonomi dan memiliki daya tahan yang kuat terhadap guncangan ekonomi.

 

Pendekatan holistik ini tidak hanya akan membantu mengurangi kredit macet, tetapi juga memperkuat fondasi ekonomi Indonesia. 

 

Dengan demikian, UMKM dapat benar-benar menjadi tulang punggung ekonomi yang kokoh dan mampu bertahan dalam berbagai kondisi ekonomi. 

 

Perbankan pun dapat lebih fokus pada pengembangan bisnis yang sehat dan berkelanjutan, tanpa harus terus-menerus khawatir tentang risiko kredit macet. (SG-2)