INDONESIA menghadapi tantangan baru di era digitalisasi ekonomi dengan hadirnya aplikasi asing bernama Temu.
Platform global cross-border asal China ini menggunakan metode penjualan langsung dari pabrik ke konsumen (Factory to Consumer), yang menimbulkan kekhawatiran serius terhadap keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal.
Aplikasi seperti Temu berpotensi merusak fondasi ekonomi lokal. Dengan Indonesia hanya dijadikan pasar, banyak pelaku usaha terancam gulung tikar, menciptakan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terutama di sektor industri pengolahan.
Baca juga: Pemerintah Waspadai Aplikasi ‘Temu’ asal China, UMKM Indonesia Terancam
Kehadiran Temu dapat mengganggu ekosistem bisnis lokal karena memangkas peran perantara dan distributor yang sering kali adalah UMKM itu sendiri.
Keuntungan yang seharusnya mengalir ke pelaku usaha lokal beralih ke perusahaan asing.
Kementerian Koperasi dan UKM melalui staf khususnya, Fiki Satari, juga tegas menolak masuknya Temu ke Indonesia. Aplikasi tersebut harus tunduk pada regulasi yang ada.
Terdapat regulasi seperti PP nomor 29/2002 tentang Larangan Penggabungan KBLI 47 dan Permendag nomor 31/2023 tentang Pengawasan Pelaku Usaha Sistem Elektronik yang perlu diperhatikan.
Penolakan ini bukan hanya tentang kepatuhan hukum, tetapi tentang melindungi ekonomi lokal dari dominasi asing.
Baca juga: Kemenkop UKM Dorong UMKM Berbasis Komoditas Lokal: Langkah Strategis atau Tantangan Baru?
Fakta bahwa Temu telah berhasil menembus 58 negara dan terhubung dengan 80 pabrik di China menunjukkan potensi ancaman yang nyata bagi UMKM lokal.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki, menyuarakan kekhawatiran bahwa aplikasi ini bisa lebih dahsyat dampaknya daripada platform lain seperti TikTok karena langsung menghubungkan pabrik di China dengan konsumen di Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, nilai ekonomi digital UMKM di Indonesia diperkirakan dapat mencapai Rp4.531 triliun pada 2030.
Potensi ini seharusnya mendorong pemerintah untuk melindungi ekosistem digital lokal dari dominasi asing.
Penetrasi Temu ke Indonesia dapat merusak proyeksi ini, mengurangi daya saing UMKM, dan mengancam lapangan pekerjaan lokal.
Indonesia harus mengambil langkah tegas untuk melindungi UMKM dan ekonomi lokal.
Ini bukan sekadar tentang melindungi pasar dari produk asing, tetapi tentang mempertahankan kemandirian ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan yang berkelanjutan.
Baca juga: Optimalkan Peran Bea Cukai dalam Dukung UMKM untuk Naik Kelas
Pemerintah harus memastikan bahwa regulasi yang ada diterapkan dengan ketat dan, jika perlu, melakukan revisi untuk menutup celah yang dapat dimanfaatkan oleh aplikasi asing.
Tidak ada waktu untuk berdiam diri. Kita harus bertindak sekarang untuk menjaga masa depan UMKM dan ekonomi Indonesia.
Penolakan terhadap Temu bukan hanya soal proteksi, tetapi soal menjaga integritas dan keberlanjutan ekonomi kita sendiri.
Mari kita bersama-sama memastikan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi barang-barang impor, tetapi juga menjadi produsen yang kuat dan mandiri di era digital ini. (SG-2)