DALAM upaya mendorong perekonomian nasional, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM), Teten Masduki, menggarisbawahi pentingnya pembangunan industri UMKM yang berbasis komoditas lokal unggulan.
Teten menekankan perlunya mengolah sumber daya alam hasil perkebunan dan pertanian sebagai fondasi industri nasional di masa depan dalam orasi ilmiah di Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI), Sukabumi, Jawa Barat.
Langkah ini diambil dengan keyakinan bahwa pembangunan pabrik-pabrik skala kecil dan menengah berbasis bahan baku domestik dapat menciptakan lapangan kerja berkualitas.
Baca juga: Optimalkan Peran Bea Cukai dalam Dukung UMKM untuk Naik Kelas
Pendekatan ini dianggap lebih realistis jika dibandingkan dengan mengundang manufaktur dari luar negeri yang padat karya, mengingat keunggulan komparatif antar negara sudah relatif sama.
Contoh konkret yang dikemukakan adalah industri sawit Indonesia. Meskipun Indonesia merupakan penghasil sawit terbesar di dunia, ekspor komoditas ini masih terbatas pada CPO dan minyak goreng.
Sebaliknya, perusahaan besar mampu memanfaatkan sawit sebagai bahan baku untuk berbagai produk.
Baca juga: Tips agar Pelaku UMKM Bisa Ekspor Produknya ke Mancanegara
Hal ini menunjukkan ketergantungan Indonesia pada ekspor bahan mentah dan kurangnya nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan komoditas lokal.
Teten juga menyoroti industri parfum di Prancis yang sebagian besar bahan bakunya berasal dari Indonesia, serta industri kecantikan Korea Selatan yang mengambil bahan baku seperti ekstrak lidah buaya dan alpukat dari Indonesia.
Fakta ini menunjukkan bahwa Indonesia kaya akan sumber daya alam, namun kurang mampu mengolahnya menjadi produk setengah jadi atau produk akhir yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.
Untuk mengatasi masalah ini, Kemenkop UKM telah merancang program strategis membangun banyak rumah produksi bersama dengan biaya Rp10 miliar hingga Rp20 miliar.
Tujuannya adalah mengolah aneka sumber daya lokal untuk menyuplai industri nasional dan global.
Program ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar internasional.
Baca juga: BSI Gandeng Startup Qasir.id Dorong Digitalisasi 24 Ribu UMKM
Namun, tantangan yang dihadapi tidaklah kecil. Dalam mengembangkan sektor agrikultur dan akuakultur, Indonesia harus belajar dari negara-negara seperti Norwegia dan Vietnam.
Norwegia yang telah beralih dari sektor migas ke budi daya ikan salmon, dan Vietnam yang serius mengembangkan budi daya ikan baramundi.
Upaya kedua negara itu menunjukkan bahwa diversifikasi ekonomi dan pemanfaatan sumber daya alam secara efektif membutuhkan perencanaan dan investasi jangka panjang.
Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor akuakultur, seperti budi daya ikan kakap putih di Sukabumi.
Namun, untuk mewujudkan potensi ini menjadi kenyataan, diperlukan kerja sama antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat.
Dukungan infrastruktur, teknologi, dan akses pasar yang memadai adalah kunci keberhasilan.
Pendekatan Teten Masduki dalam membangun industri UMKM berbasis komoditas lokal adalah langkah strategis yang menjanjikan.
Namun, implementasi yang efektif dan dukungan yang konsisten dari berbagai pemangku kepentingan akan menjadi penentu utama apakah langkah ini akan membawa Indonesia menuju kemandirian ekonomi yang lebih besar atau sekadar menjadi wacana tanpa hasil nyata.
Tantangan terbesar adalah memastikan bahwa kebijakan ini dapat diterjemahkan ke dalam tindakan nyata yang memberikan manfaat langsung bagi perekonomian nasional. (SG-2)