Editorial

Gebrakan Awal Menteri Maman Abdurrahman Bangkitkan UMKM Cukup Menjanjikan?

Menteri UMKM Maman Abdurrahman memaparkan rencana inovatif terkait pembiayaan UMKM, salah satunya penghapusan jaminan aset sebagai syarat pinjaman. 

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
24 Oktober 2024
Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) periode 2024-2029 Maman Abdurrahman. (Ist)

PENUNJUKAN Maman Abdurrahman sebagai Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) periode 2024-2029 menandai awal yang menjanjikan bagi sektor UMKM Indonesia. 

 

Namun, di balik visi yang tampak progresif, kebijakan-kebijakan yang ia canangkan perlu dicermati dengan kritis, terutama dalam hal implementasi dan dampaknya di lapangan.

 

Maman memaparkan rencana inovatif terkait pembiayaan UMKM, salah satunya penghapusan jaminan aset sebagai syarat pinjaman. 

 

Baca juga: Menimbang Pembentukan Kementerian UMKM di Kabinet Prabowo-Gibran: Langkah Maju?

 

Ini terdengar seperti solusi yang sangat inklusif, mengingat banyak pelaku UMKM tidak memiliki aset untuk dijaminkan, meski telah menunjukkan rekam jejak bisnis yang positif. 

 

Ide untuk menggantikan jaminan aset dengan rekam jejak bisnis memang menjanjikan, tetapi tidak sesederhana itu.

 

Mengubah paradigma pembiayaan di sektor perbankan adalah tantangan besar. 

 

Selama bertahun-tahun, bank telah beroperasi dengan prinsip kehati-hatian yang didasarkan pada penjaminan aset fisik. 

 

Baca juga: Sektor UMKM di Tangan Maman Abdurrahman: Harapan Baru atau Sekadar Wajah Baru?

 

Meminta perbankan untuk bergeser ke penilaian berbasis rekam jejak bisnis akan memerlukan perubahan mendalam dalam sistem kredit dan risiko mereka. 

 

Pertanyaannya adalah, apakah sektor perbankan siap untuk mengambil langkah ini? 

 

Kebijakan ini juga berpotensi menciptakan ambiguitas baru terkait standar penilaian "rekam jejak bisnis" yang dapat diterima. 

 

Baca juga: Menteri UMKM Maman: Seluruh Pihak harus Berkolaborasi Majukan UMKM

 

Jika tidak diatur dengan jelas, UMKM justru bisa tersandung oleh ketidakpastian baru dalam proses pengajuan pinjaman.

 

Selain itu, rencana Maman untuk tidak terlalu bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan lebih mengandalkan kolaborasi dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sektor swasta, dan pihak internasional juga patut diapresiasi. 

 

Kolaborasi lintas sektor ini, jika dijalankan dengan benar, bisa membuka akses pembiayaan baru bagi UMKM. 

 

Baca juga: Menteri UMKM Maman Abdurrahman Fokus Lanjutkan Program dan Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi

 

Namun, kita tidak boleh lupa bahwa kolaborasi ini harus didasarkan pada kepentingan mutualisme, bukan semata kepentingan bisnis besar yang sering kali melupakan pelaku usaha kecil.

 

BUMN sebagai mitra strategis bagi UMKM memang terdengar seperti jalan keluar yang ideal, tetapi sejauh mana BUMN benar-benar akan berkomitmen untuk membina dan mendukung UMKM harus dilihat dengan skeptis. 

 

BUMN, dengan orientasi profitnya, mungkin lebih tertarik pada UMKM yang sudah mapan dan berpotensi menguntungkan, bukan UMKM kecil yang baru merintis dan memerlukan lebih banyak dukungan.

 

Selain itu, keterlibatan investor asing dan modal ventura juga membawa risiko tersendiri. 

 

Meskipun modal internasional dapat memperluas akses pembiayaan, ini juga bisa menciptakan ketergantungan yang berbahaya jika tidak diatur dengan cermat. 

 

UMKM Indonesia harus tetap menjadi tuan di negerinya sendiri, dan tidak kehilangan kendali atas arah bisnis mereka hanya demi suntikan modal asing.

 

Visi besar Maman memang perlu kita sambut, tetapi kita juga harus mengawasi dengan teliti apakah semua pihak yang disebutkan benar-benar akan bekerja sama sesuai dengan janji. 

 

Sejarah telah menunjukkan bahwa kebijakan bagus di atas kertas seringkali terhambat oleh pelaksanaan yang lemah dan kurangnya komitmen di lapangan. 

 

UMKM adalah sektor vital yang menopang perekonomian Indonesia, dan masa depan mereka tidak boleh digantungkan pada janji-janji yang tak terealisasi.

 

Masa depan UMKM di bawah kepemimpinan Maman Abdurrahman memang tampak cerah.

 

Tetapi tanpa implementasi yang solid dan komitmen yang nyata dari semua pihak terkait, visi ini bisa dengan mudah berubah menjadi angan-angan belaka. (SG-2)