SokoBisnis

DPR Soroti Lambatnya Perumnas Bangun Rumah Rakyat, Backlog Capai 11 Juta Unit

Komisi VI DPR soroti lambannya pembangunan 3 juta rumah oleh Perumnas dan PT PP. Backlog nasional capai 11 juta unit, digitalisasi didesak dipercepat.

By Kang Deri  | Sokoguru.Id
16 Juli 2025
<p>Ilustrasi perumahan yang dibangun Perumnas. DPR menyoroti berbagai hambatan yang dinilai mengganggu percepatan program pembangunan 3 juta rumah yang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. (Dok.BP Taprera)</p>

Ilustrasi perumahan yang dibangun Perumnas. DPR menyoroti berbagai hambatan yang dinilai mengganggu percepatan program pembangunan 3 juta rumah yang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. (Dok.BP Taprera)

SOKOGURU, JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI Kawendra Lukistian menyoroti berbagai hambatan yang dinilai mengganggu percepatan program pembangunan 3 juta rumah yang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. 

Salah satu sorotan utamanya adalah pemanfaatan aset negara yang belum optimal dan lambatnya transformasi digital di tubuh Perum Perumnas dan PT PP (Persero).

"Kita bicara soal Perumnas ini, apalagi dengan program pemerintah 3 juta rumah. Ini masih jauh dari proporsional. Tapi kita punya harapan besar supaya bisa terealisasi," ujar Kawendra dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Perumnas dan PT PP di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/7/2025).

Baca juga: ASN dan Pekerja Belum Punya Rumah? Pemkot Bandung Dorong Tapera Jadi Solusinya!

Kawendra mengungkapkan, backlog atau selisih antara kebutuhan dan ketersediaan rumah secara nasional masih mengkhawatirkan. 

Backlog Rumah Hingga Akhir 2024 Baru Menyentuh 11 Juta Unit

Data Kementerian PUPR mencatat backlog rumah hingga akhir 2024 masih menyentuh angka 11 juta unit, dengan pertumbuhan rumah tangga baru mencapai 800 ribu per tahun.

Anggota Komisi VI DPR RI Kawendra Lukistian (tengah). (Dok.DPR RI)

"Kalau tidak dicermati, program besar pemerintah ini hanya akan jadi angka di atas kertas," tegas politikus Gerindra tersebut.

Salah satu penyebab lambannya realisasi program, menurut Kawendra, adalah belum optimalnya pemanfaatan aset tanah hasil Penyertaan Modal Negara (PMN) nontunai milik Perumnas. 

Baca juga: Gelombang Penolakan Tapera Terus Menguat, Anggota DPR RI dan DPRD Kalsel Satu Suara

Dari nilai aset sebesar Rp1,1 triliun dengan luas 9,56 hektare, realisasi pembangunan rumah baru mencapai 9% -13%  dari potensi yang ada.

“Rencana awalnya membangun 10 sampai 14 ribu unit rumah lewat skema FLPP, tapi realisasinya masih sangat kecil. Ini harus jadi perhatian serius karena menyangkut hak masyarakat untuk memiliki rumah,” tegasnya.

Di sisi lain, kondisi keuangan PT PP juga mendapat sorotan. Hingga semester I 2025, kontrak baru yang dikantongi perusahaan hanya sebesar Rp9,37 triliun atau 32,87% dari target tahunan. 

Dana dari BUMN mendominasi hingga 46,29 persen, sementara swasta hanya menyumbang 31,73%.

Bahkan, pendapatan PT PP pada kuartal I 2024 tercatat anjlok 23,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Baca juga: Menyikapi Kebingungan dan Penolakan Tapera: Pemerintah Harus Lebih Bijak

“Mohon ini dikonsentrasikan lagi agar target bisa tercapai dan tekanan keuangan bisa lebih terjaga,” ujarnya mengingatkan.

Perumnas dan PT PP Lakukan Transformasi Digital

Kawendra juga menekankan urgensi transformasi digital di Perumnas dan PT PP. 

Menurut Kawendra, digitalisasi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan agar pelayanan kepada masyarakat lebih cepat, efisien, dan transparan.

"Kalau tidak bertransformasi secara digital, kita akan tertinggal. Digitalisasi bisa membuat masyarakat lebih mudah mengakses informasi, dan proyek bisa lebih cepat terealisasi,” tegasnya.

Baca juga: Apindo DKI dan Serikat Buruh Bersatu Tolak Potongan Gaji untuk Iuran Tapera

Ia menambahkan, Komisi VI DPR RI berkomitmen untuk terus mengawal program pembangunan rumah rakyat dan memastikan aset negara digunakan secara optimal demi kesejahteraan masyarakat.

“Kita semua punya tanggung jawab untuk memastikan rakyat benar-benar bisa merasakan program ini, bukan sekadar target di atas kertas,” tutup Kawendra. (*)