Soko Bisnis

Direktur Celios Nailul Huda: Pemerintah harus Pintar Bernegosiasi, BRICS bisa Jadi Pintu Masuk

Pemerintah Indonesia harus pintar menegosiasikan dan salah satu jalannya berkoalisi dengan negara lain. BRICS bisa menjadi salah pintu masuk, atau bilateral.

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
08 April 2025

Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda. (Dok. Pribadi)

SOKOGURU, Jakarta- Kebijakan Tarif Resiprokal Amerika Serikat (AS) akan cukup berpengaruh terhadap sejumlah produk ekspor Indonesia salah satunya yakni komoditas padat karya.

Sejumlah langkah strategis telah ditempuh Pemerintah mulai dari menghitung dampak pengenaan tarif baru AS terhadap ekonomi Indonesia secara keseluruhan, menjaga stabilitas yield Surat Berharga Negara (SBN) ditengah gejolak pasar keuangan global pascapengumuman tarif resiprokal AS, hingga melakukan upaya bersama Bank Indonesia (BI) menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memastikan likuiditas valas tetap terjaga agar tetap mendukung kebutuhan pelaku dunia usaha serta memelihara stabilitas ekonomi. 

Menko Airlangga Hartarto juga menyampaikan Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan melakukan perbaikan struktural serta kebijakan deregulasi yaitu penyederhaan regulasi dan penghapusan regulasi yang menghambat, khususnya terkait dengan Non-Tariff Measures (NTMs). 

Hal tersebut juga sejalan dalam upaya meningkatkan daya saing, menjaga kepercayaan pelaku pasar dan menarik investasi untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

Indonesia juga mengikuti langkah yang diambil hampir semua negara ASEAN, yakni mengambil jalur negosiasi dalam menghadapi kebijakan tarif resiprokal AS.

Baca juga: Ikuti Jejak Hampir Semua Negara ASEAN, Indonesia Siapkan Paket Negosiasi Guna Hadapi Kebijakan Tarif AS

Menanggapi itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, 35, setuju dengan jalur yang diambil Indonesia yaitu diplomasi.

Menurutnya, perundingan menjadi salah satu solusi untuk bisa menurunkan tarif perdagangan Indonesia ke AS.

Huda melihat akibat kebijkan tarif Trump itu semuanya akan kena dampak dari penerapan tarif timbai balik dari Trump tersebut, bukan hanya industri besar berorientasi ekspor. Industri kecil dan menengah (IKM) pun bisa terkena dampak turunan.

Yang pasti, semuanya akan kena dampak. Ekspor kita ke AS  bisa turun hingga 11%. Industri besar seperti industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta elektronik bisa kena imbas paling dalam,” ujarnya saat dihubungi Sokoguru, Selasa (8/4).

Tapi industri tersebut, sambungnya,  memerlukan bahan baku dari IKM. Mereka akan terkena imbas akibat penurunan permintaan. Atau adanya PHK di industri besar akan menyebabkan IKM di sekitar pabrik akan ikut terkena imbas, misalkan warung makan dan sebagainya.

Baca juga: Siang ini, Presiden Sampaikan Arah Kebijakan Ekonomi RI dan Respons terhadap Tarif Resiprokal

Lebih lanjut, peraih Magister Ekonomi Pembangunan dan Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia (UI) ini mengatakan, langkah Vietnam yang merspons kebijakan Trump dengan membebaskan tarif, karena supply chain produk negara itu ke AS. 

“Ketika investor AS lari keluar China, Vietnam mendapatkan durian runtuh. Banyak perusahaan AS berinvestasi ke negara tersebut. Mereka mengirimkan produknya ke AS,” imbuh Huda.

Ia menyebut ekspor Vietnam ke AS mencapai 27% dari total ekspornya. Jadi ketika pabrik tersebut pindah ke AS lagi, ekonomi Vietnam bisa turun drastis. Pengangguran akan bertambah signifikan. 

Sementara Indonesia bisa melakukan diplomasi. Perundingan menjadi salah satu solusi untuk bisa menurunkan tarif perdagangan Indonesia ke AS. Pemerintah AS sendiri sudah menyatakan, terdapat kebijakan-kebijakan Pemerintah yang menghambat produk AS masuk ke Indonesia. 

Padahal AS juga cukup sering memberikan non-tariff barriers untuk produk-produk luar negeri termasuk Indonesia. 

Baca juga: Pemerhati UMKM Unpar: Dampak Kebijakan Tarif Resiprokal Trump Pasti Merembet ke UKM

“Maka Pemerintah harus pintar menegosiasikan dan saya rasa, salah satu jalannya adalah berkoalisi dengan negara lain. BRICS bisa menjadi salah satu pintu masuk, atau bilateral dengan negara yang mempunyai komoditas yang sama, seperti Malaysia untuk kasus CPO,” tutupnya. (Ros/SG-1)