Soko Bisnis

Pemerhati UMKM Unpar: Dampak Kebijakan Tarif Resiprokal Trump Pasti Merembet ke UKM

Jika tidak ingin mengikuti langkah Vietnam, Indonesia bisa bernegosiasi untuk meminta penundaan penerapan tarif resiprokal atau besaran persentase tarifnya.

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
07 April 2025

Pemerhati UMKM, peneliti dan dosen Administrasi Bisnis dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung, Jawa Barat, Daniel Hermawan. (Dok. Sokoguru/Rosmery)

SOKOGURU, Bandung-  Kebijakan tarif resiprokal atau timbal balik Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebesar 32% untuk Indonesia tidak hanya berdampak negatif pada industri besar, tetapi juga sektor usaha kecil dan menengah (UKM).

Menurut pemerhati UMKM dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung, Jawa Barat, Daniel Hermawan, 33, dampak kebijakan tarif timbal balik Trump tersebut pasti merembet juga ke UKM yang melakukan ekspor ke AS.

“Pelaku UKM itu berpotensi terkena bea masuk yang lebih besar dan mengakibatkan margin keuntungan yang diperoleh menjadi lebih sedikit (bisa jadi defisit) jika tidak dilakukan penyesuaian harga,” ujarnya saat dihubungi Sokoguru, Senin (7/4).

Produsen yang melakukan sub kontrak (maklun), di Indonesia, sambung dosen Administrasi Bisnis Unpar ini, akan paling awal merasakan dampaknya, seperti produsen Nike, Adidas yang mengekspor produk naked brand-nya ke AS.

Baca juga: Siasati Kenaikan Tarif 32% dari Trump, Apindo dan Asmindo Yogyakarta Bidik Pasar Uni Emirat Arab dan Afrika

Daniel melihat efek jangka pendek yang sudah mulai terasa bisa dilihat dari nilai kurs rupiah yang sudah tembus Rp17.000  tadi pagi. Sedangkan dampak jangka panjangnya,  kalau dibiarkan bisa menimbulkan gulung tikar dan pengangguran dari produsen yang bergantung pada ekspor.

“Pastinya Pemerintah Indonesia bisa memperjuangkan sektor UKM yang padat karya, seperti apparel dan alas kaki yang terimbas dampak tarif resiprokal dari Presiden AS Trump. Atau Indonesia bisa mengikuti langkah Vietnam yang membebaskan tarif. Tetapi itu bila dirasa menguntungkan kedua belah pihak,” imbuh peraih Master of Business Adminitration dari Universitas Jiangsu, Tiongkok ini lagi.

Jika tidak ingin mengikuti langkah Vietnam, ujar Daniel, Indonesia bisa bernegoisasi untuk meminta penundaan penerapan tarif resiprokal atau melakukan negosiasi terhadap besar persentase tarif (32%) ke Indonesia. 

Baca juga: Pemerintah Undang Para Asosiasi Pelaku Usaha untuk Jaring Masukan Terkait Kebijakan Tarif Trump

“Kondisi ekonomi Indonesia yang kurang stabil dengan fokus efisiensi dan banyaknya pendanaan pemerintah untuk berbagai program strategis Asta Cita membuat Indonesia tidak bisa mengambil langkah ekstrim seperti yang dilakukan Tiongkok yang menerapkan tarif yang sama ke AS,” tambah dosen yang aktif dalam berbagai penelitian dan pengabdian masyarakat ini.

Mengutip berita yang dilansir DetikFinance, Minggu (6/4), Daniel menyebut, Vietnam akan menghapus seluruh tarif barang dari AS usai negara tersebut dikenakan tarif impor sebesar 46% oleh Trump. 

Rencana tersebut diungkapkan oleh Trump seusai berbicara dengan Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam To Lam melalui sambungan telepon.

Sebelum Trump mengumumkan pengenaan tarif impor baru, Vietnam ternyata telah memangkas sejumlah tarif produk AS yang masuk ke negeri itu. Selain itu, Vietnam berkomitmen untuk mengimpor produk AS seperti pesawat dan pertanian.

Baca juga: RI Siapkan Langkah Stabilisasi Pasar Hingga Percepatan Kerja Sama LN Lainnya Hadapi Tarif Resiprokal AS

Keberanian Vietnam memangkas sejumlah tarif produk AS itu, menurut Daniel, karena negara itu banyak mengirim produk ekspor ke AS.

“Pastinya kalkulasi Vietnam  terhadap industri dalam negerinya yang bisa sangat terdampak,” ujarnya. 

Sedangkan Tiongkok menyikapi kebijakan tarif Trump dengan membalas menetapkan tarif 34% untuk semua produk impor dari AS.

Penetapan tarif itu diumumkan Komisi Tarif Bea Cukai Dewan Negara China pada Jumat (4/4). Tarif impor 34% itu berlaku mulai 10 April 2025 (CNN, 5 April 2025).

“Tetapi saya kira Indonesia tidak bisa mengikuti langkah seperti yang dilakukan Tiongkok dengan membalas besaran tarif yang sama,” tutup Daniel. (Ros/SG-1)