Soko Berita

Perang Dagang AS–China: Ancaman Nyata bagi UMKM Ekspor Indonesia

Perlu diketahui bahwa total ekspor produk UMKM Indonesia ke Amerika Serikat (AS) mencapai sekitar 893,59 juta dolar Amerika dalam periode Januari-Februari 2025.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
14 April 2025

Mendag Budi Santoso melepas ekspor produk furnitur senilai USD 70.000 produksi PT Inkase Indo Corpora, yakni industri manufaktur berskala UKM ke Prancis dan Amerika Serikat di Klaten, Jawa Tengah. (Ist.Kemendag)

SOKOGURU: Ketegangan dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat (AS) dan China, kembali memanas. 

Namun yang sering terlupakan, dampak dari perang dagang ini tidak hanya dirasakan oleh pelaku industri besar global. 

Justru, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) ekspor Indonesia yang baru menapak di pasar internasional menjadi salah satu pihak paling rentan terdampak.

Selama ini, AS merupakan salah satu pasar potensial bagi produk-produk UMKM Indonesia, mulai dari makanan olahan, kerajinan tangan, produk fesyen, hingga furnitur bernilai seni tinggi. 

Baca juga: Kenaikan Tarif Impor AS Mengancam UMKM Bogor, DPRD Desak Aksi Cepat

Perlu diketahui bahwa total ekspor produk UMKM Indonesia ke Amerika Serikat (AS) mencapai sekitar 893,59 juta dolar Amerika dalam periode Januari-Februari 2025

Produk furnitur dan kerajinan merupakan salah satu komoditas UMKM yang memiliki pangsa pasar terbesar di AS, mencapai 53,20% dengan nilai ekspor US$2,22 miliar sampai November 2024. 

Pameran Jadi Pintu Gerbang Produk UMKM Rambah Pasar AS

Berbagai pameran internasional, seperti NY Now atau Trade Expo Indonesia, telah menjadi pintu gerbang bagi pelaku usaha kecil menengah untuk menjangkau konsumen di Negeri Paman Sam.

Namun, dengan memanasnya perang tarif antara AS dan China, rantai pasok global ikut terguncang. Biaya logistik meningkat, ketidakpastian regulasi naik, dan jalur distribusi terganggu. 

Baca juga: Tarif Dagang AS 32 Persen Ancam Ekspor RI, DPR Minta Pemerintah Tak Gegabah

Ketika AS memperketat kebijakan impor untuk mengantisipasi limpahan barang dari China, UMKM Indonesia bisa ikut terseret—terutama jika produk mereka berada dalam kategori yang sama atau menggunakan bahan baku asal Tiongkok.

Kondisi ini diperparah oleh ketergantungan sebagian UMKM Indonesia terhadap bahan mentah atau setengah jadi dari China. 

Kenaikan tarif atau pembatasan impor bisa menyebabkan biaya produksi meningkat drastis, dan pada akhirnya memukul daya saing mereka di pasar ekspor, khususnya AS.

Pemerintah Indonesia memang telah berupaya membuka akses pasar lebih luas melalui perjanjian dagang seperti Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) dan inisiatif GSP (Generalized System of Preferences) dari AS. 

Dukungan Pemerintah untuk UMKM Perlu Diperkuat

Namun, dukungan nyata masih perlu diperkuat. Misalnya, fasilitasi ekspor berbasis digital, bantuan sertifikasi internasional, dan pembinaan intensif untuk memenuhi standar pasar Amerika yang sangat spesifik dan ketat.

Selain itu, pendukung ekspor seperti Atase Perdagangan di berbagai negara, kantor Indonesia Trade Promotion Center (ITPC), serta agregator digital seperti e-commerce global, bisa menjadi ujung tombak. 

Baca juga: Dampak Tarif AS Meningkat, DPR Minta Pemerintah Segera Lindungi UMKM

Mereka perlu lebih aktif mendampingi UMKM dalam menghadapi dinamika pasar, menyediakan informasi terkini tentang regulasi AS, serta menciptakan skema pemasaran yang adaptif terhadap gejolak geopolitik.

UMKM bukan sekadar tulang punggung ekonomi domestik, tetapi juga duta kekuatan ekonomi bangsa di pasar global. Jangan sampai mereka menjadi korban senyap dari konflik yang tak mereka ciptakan.

Perang dagang ini harus menjadi alarm bagi Indonesia untuk lebih serius memperkuat ketahanan dan kemandirian rantai pasok UMKM, sekaligus mendorong diplomasi dagang yang lebih lincah dan proaktif. 

Jika tidak, potensi ekspor yang selama ini digadang-gadang akan tinggal menjadi narasi manis yang sulit terwujud. (SG-2)