SOKOGURU, JAKARTA: Kebijakan tarif dagang terbaru dari Amerika Serikat yang mencapai 32 persen terhadap produk asal Indonesia menuai perhatian serius dari parlemen.
Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengingatkan pemerintah agar tidak gegabah dan mengambil langkah penuh kehati-hatian dalam merespons kebijakan dagang era Trump 2.0 tersebut.
Tarif tinggi ini berpotensi memberi tekanan besar terhadap kinerja ekspor Indonesia, khususnya ke pasar AS yang selama ini menjadi mitra dagang utama.
Baca juga: Mendag Lepas Ekspor Kopi Senilai USD 1,48 Juta ke Amerika Serikat
“Dampaknya tidak kecil. Pemerintah harus segera mengkonsolidasikan seluruh pemangku kepentingan dan menghitung secara matang untung ruginya terhadap perekonomian nasional,” kata Misbakhun, Jumat (4/4).
Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun.(Ist.DPR RI)
Ia menilai, situasi ini bukan hanya sekadar polemik dagang biasa, melainkan menyangkut strategi besar menjaga daya saing produk dalam negeri dan menjaga stabilitas ekspor.
Menurut Misbakhun, keputusan ekonomi yang diambil pemerintah harus berbasis analisis menyeluruh, terutama karena dampak jangka panjangnya bisa memengaruhi sektor industri, tenaga kerja, hingga nilai tukar.
Adapun pemerintahan Donald Trump menyebut tarif 32 persen yang dikenakan pada Indonesia adalah respons terhadap dugaan pembatasan perdagangan dan manipulasi mata uang yang disebut merugikan produk-produk asal AS hingga setara tarif 64 persen.
Pengenaan tarif ini tak hanya berlaku untuk Indonesia, tetapi juga ditujukan kepada negara-negara lain seperti Vietnam, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, Australia, hingga Brunei Darussalam.
Dalam pernyataan yang diunggah melalui akun Instagram-nya, Trump menyebut tarif itu sebagai langkah “balasan” atas praktik yang menurutnya telah “merampok” ekonomi AS selama lima dekade.
Baca juga: Presiden Prabowo Subianto Tiba di Washington DC,Amerika Serikat
"Negara kita dan pembayar pajak kita telah dirampok selama 50 tahun. Hal ini tidak akan terjadi lagi," tulis Trump dalam unggahan tersebut.
Dengan situasi yang terus berkembang, DPR mendorong pemerintah Indonesia untuk membuka jalur diplomasi dagang serta mencari strategi diversifikasi pasar ekspor sebagai langkah antisipatif.
“Jangan reaktif. Kita harus hati-hati dan tetap menjaga posisi tawar di kancah global,” tegas Misbakhun.
Kondisi ini menjadi ujian tersendiri bagi stabilitas perdagangan luar negeri Indonesia, di tengah harapan agar kinerja ekspor tetap tumbuh pasca-pandemi dan dalam bayang-bayang ketidakpastian ekonomi global.
Pemerintah pun ditantang untuk merespons dengan cermat demi melindungi kepentingan nasional dan pelaku usaha dalam negeri. (SG-2)