SOKOGURU, JAKARTA — Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyuarakan keprihatinan serius terhadap kondisi layanan penyakit jantung bawaan (PJB) di Indonesia yang dinilai masih jauh dari memadai.
Ketua Umum IDAI, Dr.dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA, Subs Kardio(K), menegaskan bahwa ketimpangan distribusi dokter hingga keterbatasan fasilitas menjadi ancaman nyata bagi masa depan anak-anak Indonesia.
Menurut data IDAI tahun 2024, sekitar 50 ribu bayi lahir dengan PJB setiap tahun, dan 12 ribu di antaranya tergolong kritis.
Baca juga: 100 Guru Besar Fakultas Kedokteran Unpad Serukan Evaluasi Menkes, Pendidikan Kedokteran Terancam!
Ironisnya, kapasitas layanan intervensi baik bedah maupun non-bedah hanya mampu menangani sekitar 7.500 kasus per tahun, meninggalkan lebih dari 40 ribu bayi tanpa penanganan optimal.
“IDAI adalah mitra strategis pemerintah. Kami terus mengembangkan keilmuan dan kemampuan dokter anak, termasuk lewat ribuan pelatihan skrining PJB di berbagai daerah,” ujar Piprim dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu, 21 Mei 2025.
Namun, realita di lapangan menunjukkan kesenjangan akut. Saat ini hanya terdapat 105 dokter subspesialis jantung anak aktif, yang terdiri dari 70 spesialis anak subspesialis jantung dan 35 spesialis jantung pediatrik. Mereka tersebar di hanya 18 provinsi, dengan distribusi yang tidak merata.
Banyak Provinsi Belum Memiliki Fasilitas Bedah Jantung Anak
“Kami menghadapi tantangan besar. Banyak provinsi belum memiliki fasilitas bedah jantung anak. Sementara itu, beban kasus terus meningkat,” ungkap Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Kardiologi IDAI, dr. Rizky Ardiansyah, M.Ked, SpA, Subs Kardio(K).
Baca juga: Kasus Aulia Risma, Alarm Keras Bagi Dunia Kedokteran Indonesia
Kondisi ini diperparah oleh krisis sumber daya manusia. Penambahan dokter spesialis jantung anak hanya berkisar 4–6 orang per tahun, jauh dari kebutuhan ideal.
Saat ini baru terdapat 105 konsulen aktif dan 28 calon konsulen yang sedang menempuh pendidikan.
IDAI Dorong Berbagai Program Inovatif
Sebagai solusi, IDAI mendorong berbagai program inovatif seperti:
* Program Pengampuan Penyakit Jantung Bawaan (PJB) di rumah sakit daerah,
* Penyediaan fellowship pendidikan dalam dan luar negeri,
* Program Dokter Terbang (Flying Doctor) untuk intervensi bedah di RS pendidikan utama,
* Penyediaan fasilitas penunjang seperti PCICU, cath-lab, dan obat penting seperti prostaglandin IV.
Selain itu, IDAI melalui UKK Kardiologi juga telah mengembangkan:
* Program INPOST (skrining PJB di FKTP),
* Program PNET (pelatihan ekokardiografi dasar),
* Sistem proctorship untuk mendampingi dokter daerah agar mampu menangani kasus secara mandiri.
Semua langkah ini merupakan bagian dari dukungan IDAI terhadap Asta Cita Pemerintahan Baru, terutama dalam pilar penguatan SDM dan sistem kesehatan nasional.
Meski begitu, hambatan masih membayangi. Keterbatasan infrastruktur, minimnya tenaga spesialis, serta distribusi yang timpang menghambat pemerataan layanan jantung anak.
Baca juga: UU Kesehatan Siap Atur Kebutuhan Dokter Spesialis yang Langka di Daerah
“Kami mengajak seluruh pihak—pemerintah, rumah sakit, organisasi profesi, dan masyarakat—untuk bersatu membangun sistem layanan jantung anak yang adil dan berkualitas,” tegas Piprim dalam keterangan pers yang diterima Sokoguru.id.
Dokter Rizky juga menambahkan bahwa deteksi dini PJB sangat penting dan bisa dilakukan di Puskesmas maupun rumah sakit terdekat.
“Kami berharap masyarakat lebih aktif memanfaatkan layanan skrining jantung agar setiap anak mendapatkan penanganan terbaik,” jelasnya. (*)