SOKOGURU, BANDUNG- Setelah menyusuri sentra boneka Sukamulya (Bonsuka), Sokoguru beralih ke rumah produksi boneka di Warung Muncang.
Kampung boneka yang masih di bawah binaan Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Bandung itu terdapat di Gang Cibuntu Tengah I RT 05 RW 09, Kelurahan Warung Muncang, Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung.
Seperti dikatakan Ketua Tim Pengembangan Sumber Daya Industri Disdagin Kota Bandung, Sinta Rohani, sebelumnya, produksi boneka di gang Cibuntu diperuntukkan untuk menengah ke bawah.
Baca juga: Bonsuka, Boneka Sukamulya yang Naik Kualitas, tapi Sulit Naik Kelas
Artinya, secara kualitas masih di bawah boneka-boneka buatan Sukamulya. Isiannya pun bukan dari kapas silikon, tetapi polyester. Itulah sebabnya harga boneka yang diproduksi di Gang Cibuntu jauh lebih murah.
Meski termasuk binaan Disdagin Kota Bandung, di sentra boneka Warung Muncang belum ada SNI.
Untuk menemui para perajin boneka, Sokoguru harus memasuki gang sempit yang padat penduduk dan setiap rumah saling berdempetan.
Bila melintas kendaraan roda dua, pejalan kaki harus menepi merapatkan badan ke tembok rumah warga agar tidak tersenggol motor. Tetapi siapa sangka, gang sempit itu menghasilkan puluhan juta bahkan ratusan juta rupiah setiap harinya.
Baca juga: Upaya Menjahit Kembali Rezeki di Kampung Boneka Bandung
Begitu memasuki gang tersebut, tempat usaha pertama yang ditemui Sokoguru adalah toko Mubanolshop milik Hj. Euis. Namun, toko itu hanya pengepul. Ia menampung boneka-boneka yang dihasilkan para perajin.
Di Warung Muncang, para perajin menyebut ada tiga jenis boneka yakni capitan, obralan dan gresan. Berbeda dengan boneka dari Sayati yang diisi kapas silikon, di Warung Muncang semua boneka diisi polyester.
Namun begitu, ada juga satu dua yang menjual boneka dari silikon yang disebut gresan.
“Kebanyakan yang diproduksi di kampung ini capitan dan obralan. Yang order juga biasanya untuk ketangkasan di pasar-pasar malam,” ujar Deden, salah seorang pegawai Hj. Euis, pertengahan Maret lalu.
Sambil terus mengikat karung-karung berisi boneka pesanan reseller, Deden yang didampingi sang pemilik Hj. Euis, menjelaskan, toko mereka khusus menjadi pengepul, dan sama sekali tidak memiliki perajin.
“Pokoknya kita hanya menampung,” imbuhnya.
Baca juga: Wirausaha Sosial Ala Boneka Circa Handmade
Ia menjual produknya lewat marketplace dan rata-rata ada 20-30 pemesan setiap bulannya dengan order minimal 1 bal (berisi 100 pcs boneka kecil). Tetapi ada juga yang cuma pesan 20 pcs.
Setahun terakhir menurun
Deden mengakui sejak setahun terakhir para reseller yang datang tidak lagi memesan dalam jumlah besar.
“Tetapi lumayan lah, saya masih bisa menabung Rp10 juta per bulannya, setelah dipotong ini itu, gaji karyawan, listrik dan sebagainya,” ujar Euis.
Dok. Sokoguru/Rosmery
Ia mengaku usaha boneka capitan dan obralan tertolong berkat kegiatan pasar malam. Sebab, boneka-boneka dari Warung Muncang sebagian besar digunakan sebagai hadiah dalam uji ketangkasan di pasar malam, atau di depan mal-mal yang menyediakan mesin pencapit boneka dengan memasukkan koin.
Setelah berbincang-bincang sebentar di Toko pengepul Mubanolshop, Sokoguru pun beranjak masuk ke gang lebih dalam lagi untuk menemui Ustad Wawan Burhanudin,57.
Hampir setiap rumah yang kami lalui terlihat mengerjakan boneka-boneka capitan dan obralan berukuran kecil-kecil. Ada yang dikerjakan oleh tiga orang, berdua bahkan hanya satu orang.
“Kalau ada rumah yang tutupan, artinya orangnya sedang bekerja bikin boneka di rumah lain,” ujar Wawan yang juga ketua paguyuban sentra boneka Warung Muncang.
Menurutnya, saat ini anggota paguyubannya hanya 11 pelaku usaha, namun di luar paguyuban masih banyak pelaku usaha lain bahkan skalanya lebih besar.
“Jumlahnya saya tidak tahu pasti. Ada yang cuma jadi pengepul, ada yang punya perajin sekaligus pengepul. Dan yang di jalan-jalan raya itu umumnya pengepul. Mereka juga menjual produk dari luar . Salah satunya dari Bekasi,” jelasnya.
Data sensus Disdagin tahun 2012 menunjukkan masih ada 48 unit usaha di Warung Muncang Tetapi yang terkonfirmasi cuma 36 unit usaha.
Lebih lanjut, Wawan mengatakan, sebelum terjun membuat boneka, ia bekerja di tempat konveksi printing sablon selama 15 tahun. Setelah kena PHK, ia juga sempat berjualan es krim keliling selama tiga tahun.
Setelah itu barulah mencoba peruntungan membuat boneka hingga saat ini bisa meraup omzet Rp40 juta per bulan.
Ia pun menceritakan sejarah berdirinya sentra boneka di gang Cibuntu yang didirikan oleh tiga orang termasuk dirinya pada 1989, ketika terjadi krisis moneter di tanah air. Namun, dua orang jawabnya sudah meninggal.
Di awal berdirinya kampung boneka Gang Cibuntu, para perajin, kata Wawan, mendapat pelatihan dari Pemerintah Kota Bandung, Pemerintah Jawa Barat, dan Kadin Jawa Barat.
“Kita dan perajin lainnya mendapat pelatihan soal manajemen usaha, pengemasan, dan pemasaran,” ujarnya.
Menyusut pada saat covid-19
Wawan menjelaskan sampai sebelum pandemi covid-19 yakni tahun 2019, masih ada 70-an pelaku usaha yang menjadi anggota paguyuban. Namun sekarang tersisa 11.
“Rata-rata setiap toko punya punya dua sampai 20 karyawan. Yang tercatat di saya ada 60 tenaga kerja. Sebagian besar bikin obralan dan capitan. Produksi yang dihasilkan juga beragam mulai dari 100 pcs (1 bal) hingga 1.000 pcs (10 bal) per hari,” tambahnya.
Ada pun harga yang dipatok dari perajin Rp2.500 per pcs untuk capitan dan Rp3.000 per pcs untuk obralan. Sedangkan untuk ukuran agak besar Rp9.000 per pcs.
Lebih lanjut, Wawan menjelaskan, saat ini ia memiliki 20 karyawan. Ia menargetkan karyawannya menyelesaikan 20 kodi untuk obralan dan 10 kodi untuk boneka yang seharga Rp9.000 per pcs. (1 kodi 20 pcs).
Wawan dan pewawancara Laras. (Dok. Sokoguru/Dede Ramdani)
“Jadi, kalau 1 kodi itu 20 pcs, tinggal dikali saja. Berarti 400 pcs boneka obralan yang dihasilkan per harinya. Belum yang jenis lainnya. Tergantung pemesanan,” tambah Wawan.
Ia mengaku saat ini omset yang dihasilkannya Rp10 juta per minggu atau Rp40 juta per bulan. Adapun upah yang dibayarkan kepada pekerja secara borongan sebesar Rp8000 per kodi. Setiap pekerja ditargetkan minimal menyelesaikan dua kodi per hari.
“Tetapi rata-rata pekerja mengerjakan lebih dari 2 kodi per hari,” ujar Wawan yang sudah 25 tahun berkecimpung di usaha boneka Warung Muncang.
Selain Wawan, putrinya bernama Wida juga memiliki usaha sendiri. Ibu empat anak itu bahkan memiliki dua rumah produksi, yakni di Warung Muncang dan di Jalan Terusan Soreang, Cipatik.
“Selain punya perajin sendiri saya juga pengepul,” ujar Wida.
Usahanya boleh dibilang lebih besar dibandingkan dengan sang ayah. Hal itu terlihat dari besaran order yang diterima. Setiap minggu ia bisa mengirim 100 bal sampai 200 bal.
Kalau 1 bal berisi 100 pcs, Wida bisa mengirim 20 ribu pcs boneka capitan dan obralan ke reseller-nya di Mojokerto dan Bali. Ia memasarkan produknya melalui online maupun offline.
Kini dengan 15 perajin yang dimilikinya, Wida bisa meraup penjualan Rp100 juta per bulan untuk toko online, dan Rp200-an juta untuk pemesanan offline setiap bulannya.
Angka perputaran uang tersebut baru dari tiga pelaku usaha yang sempat diwawancarai Sokoguru. Itu belum termasuk pelaku usaha di luar paguyuban yang sudah memiliki nama perusahaan sendiri, dan usaha yang dilakukan tiap rumah lalu disetor ke pengepul atau dijual sendiri melalui online.
Di luar gang tersebut Sokoguru sempat mendatangi beberapa keluarga yang mengerjakan sendiri boneka-boneka capitan dan juga dua toko besar di pinggir jalan besar.
Mengira kami petugas dari pemerintah, seorang perempuan muda langsung nyeletuk, ”Bu bagaimana ya naikkin penjualan. Cariin pasar dong bu.”
Ternyata ia dan sang ibu membuat boneka dan memasarkan sendiri secara daring (online). “Masih kecil sih bu, tetapi lumayan lah,” ujarnya.
Sementara di pinggir jalan raya setelah keluar dari mulut gang Cibuntu, ada toko boneka yang lumayan besar yakni Panji Jatnika. Toko itu memproduksi boneka sekaligus sebagai pengepul.
Menurut Erik, salah satu pegawai toko tersebut, Panji Jatnika bukan cuma menjual produk dari Warung Muncang, tetapi juga dari sentra-sentra boneka lain, bahkan dari Bekasi.
Masih di pinggir jalan raya Soekarno Hatta, tepatnya di samping SPBU Holis, terdapat pula Toko Defa Jaya Istana Boneka. Cuma, di toko tersebut hanya sebagai pengepul, tidak memproduksi boneka.
Setelah seharian penuh menyusuri sentra rumah boneka yang berada di Kota Bandung, Sokoguru pun mengakhirinya di Gang Cibuntu, setelah pada pagi hari hingga siang harinya ke Sukamulya.
Sentra boneka ketiga yang dikunjungi Sokoguru adalah di Sayati Hilir, Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung yang akan diturunkan pada laporan berikutnya. (Ros/SG-1) Bersambung....
Hasil reportase di tiga sentra boneka di Kota dan Kabaupaten Bandung tersebut bisa disaksikan juga lewat tayangan Sokoguru Xplore di kanal Youtube berjudul Menjahit Rejeki Lewat Boneka.