Soko Berita

Kejagung Telusuri Kasus Suap Hakim yang Bebaskan Korporasi Korupsi CPO

Tiga hakim dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait vonis lepas kepada tiga korporasi besar.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
14 April 2025

Konferensi pers terkait kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO), bahan baku minyak goreng di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, pada Senin (14/4/2025). (Ist.Kejagung)

SOKOGURU, JAKARTA: Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengungkap skandal suap besar yang melibatkan hakim dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO), bahan baku minyak goreng. 

Tiga hakim dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait vonis lepas kepada tiga korporasi besar yang terlibat dalam kasus korupsi ini.

Ketiga hakim tersebut adalah Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtaro, dan Djuyamto. 

Baca juga: Harga Minyak Goreng Minyakita Melonjak, DPR Desak Pemerintah Bertindak Tegas

Penetapan tersangka ini disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, yang mengatakan bahwa tim penyidik telah memeriksa tujuh saksi dan menemukan bukti yang cukup.

“Berdasarkan bukti-bukti yang ada, tim penyidik telah menetapkan tiga orang hakim sebagai tersangka,” ujar Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, pada Senin (14/4/2025).

Kasus ini bermula dari vonis lepas yang dijatuhkan oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025, yang mengakibatkan tiga korporasi besar – Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group – terbebas dari tuntutan pidana dalam kasus korupsi minyak goreng. 

Baca juga: Kejagung Sita Hampir Rp1 Triliun dari Mantan Pejabat MA Tersangka Suap Kasasi

Padahal, jaksa penuntut umum sebelumnya menuntut pembayaran uang pengganti yang sangat besar, mencapai Rp 937 miliar untuk Permata Hijau Group, Rp 11,8 triliun untuk Wilmar Group, dan Rp 4,8 triliun untuk Musim Mas Group.

Tuntutan yang jauh berbeda dengan keputusan hakim ini memicu kecurigaan. 

Investigasi Kejagung kemudian mengungkap adanya dugaan suap yang melibatkan pengacara terdakwa korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto, yang diduga memberikan suap senilai Rp 60 miliar kepada Muhammad Arif Nuryanta, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.

Suap itu diduga diberikan melalui panitera muda, Wahyu Gunawan. Dalam penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik, ditemukan dua amplop berisi uang dalam tas milik Arif, yaitu 65 lembar uang pecahan SGD 1.000 dan 72 lembar uang pecahan USD 100. 

Baca juga: Kejagung Bongkar Skandal Suap Tiga Hakim dan Pengacara dalam Kasus Bebasnya Ronald Tannur

Selain itu, penyidik juga menyita dompet milik Arif yang berisi uang dalam berbagai mata uang, termasuk dolar AS, dolar Singapura, ringgit Malaysia, dan rupiah.

Dengan bukti-bukti ini, Kejagung berencana untuk mengusut tuntas praktik suap di kalangan pejabat peradilan yang berpotensi merusak integritas sistem hukum Indonesia.

Kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan dari keputusan hakim yang kontroversial tersebut. 

Masyarakat berharap agar Kejagung dapat menuntaskan kasus ini dengan tegas, sekaligus memberikan pelajaran bahwa keadilan tidak bisa dibeli dengan uang. (SG-2)