SOKOGURU, JAKARTA: Industri garmen dan tekstil nasional tengah menghadapi tantangan berat akibat lonjakan tarif ekspor di pasar global.
Menyikapi hal ini, Anggota Komisi VI DPR RI Firnando H. Ganinduto mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret dengan melakukan negosiasi tarif ekspor, khususnya dengan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.
Anggota Komisi VI DPR RI Firnando H. Ganinduto. (Dok,Partai Golkar)
Firnando menilai, ekspor merupakan salah satu jalan keluar utama bagi industri tekstil nasional yang tengah tertekan. Namun, tingginya tarif menjadi hambatan besar dalam menembus pasar global.
Baca juga: IKATSI dan Kedubes Bangladesh Jajaki Kerja Sama Sektor Tekstil dan Pendidikan
"Salah satu exit strategy untuk menyelamatkan industri kita adalah dengan ekspor. Tapi saat ini kita dihadapkan pada kendala tarif yang sangat besar," ujar politikus Fraksi Partai Golkar itu di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa 15 April 2025.
Sejak November 2024, Tarif Ekspor Garmen RI ke AS dan Eropa Melonjak
Sejak November 2024, tarif ekspor produk garmen Indonesia ke Amerika Serikat dan Eropa mengalami lonjakan drastis, bahkan mencapai 32 persen untuk beberapa jenis produk.
Kenaikan ini disebut Firnando telah menghantam keras para pelaku industri, terutama di wilayah yang menjadi basis produksi garmen nasional.
"Teman-teman pelaku industri sudah berdarah-darah. Di pasar lokal sudah berat, ekspor makin sulit. Bahkan perbedaan tarif satu hingga tiga persen saja itu sangat signifikan bagi mereka," lanjutnya.
Ekspor Tekstil dan Produk Teksi Turun 12.5 Persen
Data dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat, ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia sepanjang tahun 2024 turun 12,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Penurunan ini disebabkan bukan hanya oleh tingginya tarif bea masuk di negara tujuan, tetapi juga karena persaingan ketat dari negara-negara seperti Vietnam dan Bangladesh yang telah menikmati tarif preferensial melalui perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan AS dan Uni Eropa.
Baca juga: Tekstil Terpuruk Akibat 'Predatory Pricing', DPR Dorong Revisi UU Antimonopoli
Untuk itu, Firnando mendorong Kementerian Perdagangan agar segera melakukan lobi diplomatik guna mengembalikan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) dari AS, serta mempercepat penyelesaian perundingan Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).
"Kalau bukan lewat ekspor, industri kita tidak akan bisa bertahan. Pemerintah harus serius membuka jalan ke pasar global, jangan hanya terpaku pada pasar domestik," tegasnya.
Baca juga: Industri Tekstil Terancam, Komisi VII DPR Dorong Pemerintah Selamatkan Sritex
Industri tekstil merupakan salah satu sektor padat karya yang menopang jutaan tenaga kerja di Indonesia.
Tanpa langkah nyata dari pemerintah dalam membuka akses ekspor yang kompetitif, sektor ini dikhawatirkan akan semakin terpukul di tengah tekanan global dan ketidakpastian ekonomi. (SG-2)