SOKOGURU, BANDUNG- Sebanyak 63 perusahaan dan institusi dari dalam dan luar negeri, pemangku kebijakan, akademisi, inovator teknologi, dan changemaker muda hadir dalam Indonesia Green Connect (IGC) 2025 di Aula Timur Institut Teknologi Bandung (ITB), Kamis, 7 Agustus 2025.
Kegiatan yang merupakan bagian dari rangkaian Konvensi Sains dan Teknologi Indonesia (KSTI) dalam memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) itu bertujuan mempercepat agenda transformasi hijau berkelanjutan, inklusif, dan berorientasi pada kepentingan manusia serta lingkungan.
Demikian disampaikan Cytra Ria Atmanegara,Content and Design Manager Direktorat Kawasan Sains dan Teknologi (DKST) ITB, dalam rilis yang diterima Sokoguru, Senin, 11, Agustus 2025.
Baca juga: Presiden Prabowo Kunjungi Pameran Inovasi di KSTI 2025 Bandung, Dukung Teknologi Nasional
“Meskipun pelaksanaan IGC berada di Aula Timur ITB, momen penyelenggaraan tahun ini terasa istimewa karena beriringan dengan pembukaan KSTI oleh Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto di Sabuga ITB,” ujarnya.
Kehadiran Presiden di kampus ITB, sambung Cytra, menjadi catatan bersejarah, menandai kembalinya kunjungan seorang Kepala Negara untuk membuka agenda nasional di lingkungan kampus setelah puluhan tahun.
IGC 2025 diinisiasi oleh Energy Academy Indonesia (ECADIN) dan diselenggarakan bersama DKST ITB, yang tahun ini sekaligus menjadi edisi tahunan dari ITB CEO Summit.
Baca juga: Rektor ITB Lantik Jajaran Dekan Periode 2025-2030
IGC membawa puluhan pembicara ahli yang membahas tujuh pilar utama yakni kesehatan, transisi energi, mobilitas bersih, ketahanan pangan dan air, rantai pasok global hijau, dan pembiayaan hijau.
Forum dibuka secara resmi oleh Prof. Dea Indriani Astuti, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya ITB, yang menegaskan komitmen ITB untuk menjadi launchpad solusi hijau dan jembatan antara pengetahuan, pasar, dan kebutuhan nyata.
Sementara itu, Pendiri dan Direktur Eksekutif ECADIN, dalam laporan pembukaan mengatakan, Prinsip People & Planet First menempatkan kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan sebagai inti pembangunan.
“IGC adalah momentum untuk menjahit kebijakan, teknologi, dan model bisnis baru agar dapat menghasilkan dampak nyata,” ujarnya.
Platform Kolaborasi Menuju Net-Zero Emission
Pada sektor kesehatan, drg. Murti Utami, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, menekankan, transformasi kesehatan harus melampaui perbaikan layanan, dengan mengintegrasikan inovasi berkelanjutan seperti pengembangan rumah sakit hijau dan pemanfaatan AI untuk deteksi dini.
Di bidang energi, Prof. Zheng Angang dari China Electric Power Research Institute (CEPRI) menyoroti pentingnya infrastruktur listrik yang tangguh dan SDM terampil untuk mengoptimalkan potensi energi terbarukan Indonesia.
Sementara Wanhar, Direktur Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, mengungkapkan kebutuhan investasi hingga Rp3.000 triliun dalam 10 tahun ke depan, termasuk pembangunan 100 GW PLTS di wilayah terpencil.
Dari sektor utilitas, Evy Haryadi, Direktur Teknologi, Engineering & Sustainability PT PLN (Persero), mengakui, transisi energi rendah karbon akan menaikkan biaya produksi, namun menjadi investasi penting bagi keberlanjutan jangka panjang.
Ali Sundja, Plt. SVP Technology Innovation PT Pertamina (Persero), memaparkan strategi dual growth yang menggabungkan penguatan energi konvensional dengan pengembangan bioenergi, carbon capture and storage (CCS), dan hidrogen hijau.
Di sisi lain, Arisudono Soerono, Direktur Utama IDSurvey, menekankan, ekonomi hijau membutuhkan kepemimpinan visioner dan regulasi adaptif untuk membuka peluang kerja baru sekaligus meningkatkan daya saing nasional.
Di sektor industri, Apit Pria Nugraha dari Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian menyatakan bahwa mulai 2027, standar industri hijau akan menjadi kewajiban bagi subsektor prioritas.
Dari sektor transportasi, Cyrille Schwob (Airbus Asia-Pacific) mendorong pemanfaatan Sustainable Aviation Fuel dan efisiensi operasional yang didukung regulasi dan pembiayaan.
Gunawan Wasisto dari PT Telkom Indonesia mengungkapkan bahwa 70% armada operasional Telkom sudah beralih ke kendaraan listrik, dengan target penurunan emisi 20% pada 2030.
Di sektor ketahanan pangan dan air, Firdaus Ali (Indonesia Water Institute) menegaskan pentingnya kolaborasi multipihak dan penerapan teknologi berbasis kearifan lokal untuk mengatasi krisis air akibat perubahan iklim. Dwi Satriyo (PT Pupuk Indonesia) menyoroti peran pembiayaan hijau dalam menjaga produksi pupuk berbasis amonia agar tetap ramah iklim.
Pembiayaan hijau menjadi tema berulang di berbagai sesi. Amerta Mardjono (IFC Indonesia) mendorong mobilisasi modal swasta untuk infrastruktur hijau.
Felia Salim (&Green Fund) menambahkan bahwa pembiayaan transisi dapat mempercepat dekarbonisasi sektor sawit dan industri berbasis lahan lainnya.
Dari pemerintah daerah, Sutrisno (Bappeda Jabar) menjelaskan bahwa pendanaan berkelanjutan Jawa Barat diarahkan ke proyek PLTS, pengelolaan limbah, dan transportasi hijau di wilayah Bandung Raya.
Sinergi Lokal dan Visi Nasional
Forum ditutup oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Rektor ITB Prof. Tatacipta Dirgantara dengan komitmen menjadikan Jawa Barat pionir gerakan hijau global yang menggabungkan teknologi dan nilai lokal.
Dalam refleksi penutupnya, Prof. Lavi Rizki Zuhal, WRRI ITB, menegaskan bahwa transformasi hijau bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan strategis.
“Investasi hijau adalah katalis masa depan; dari kesehatan, energi, industri, hingga pangan dan air.”
Dengan dukungan PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), ID Survey, State Grid Power Indonesia, serta mitra strategis seperti METI, ASBISINDO, PERHUMAS, dan Bappeda Jabar, IGC 2025 menetapkan pijakan kuat menuju Indonesia Emas 2045 yang tangguh, hijau, dan berdaulat.
DKST ITB
DKST ITB adalah institusi yang berfokus pada pengembangan inovasi dan kewirausahaan di lingkungan Institut Teknologi Bandung.
DKST ITB berkomitmen untuk mendorong pemanfaatan hasil penelitian inovatif dari lingkungan kampus ITB maupun startup serta membangun jaring kolaborasi antara akademisi, industri, dan pemerintah dalam rangka menciptakan komersialisasi dan ekosistem inovasi dan kewirausahaan yang berkelanjutan.
Selain itu, DKST ITB bertanggungjawab dalam mengelola ITB Innovation Park, sebuah fasilitas yang dirancang untuk menjadi ekosistem inovasi terintegrasi yang mendukung startup, akademisi, dan industri.
Fasilitas ini mencakup coworking space, laboratorium, dan layanan inkubasi yang bertujuan mengakselerasi pengembangan inovasi dari kampus ke pasar global. (SG-1)