Humaniora

Yang Kita Lupakan dari Door-to-Door Marketing

masih ingatkah kita pada minuman kesehatan usus asal Jepang yang sampai hari ini masih door-to-door dengan ibu-ibu sebagai penggeraknya?

By Sokoguru  | apsoro  | Sokoguru.Id
13 Oktober 2022

Sadarkah kita? Apa yang dimaksud marketing dan pemasaran beberapa waktu ini seakan selesai di sekitar media sosial dan ­e-commerce. Digitalisasi yang sedang besar-besarnya digencarkan seakan jadi sapu jagad segala persoalan marketing.

Tapi masih ingatkah kita pada minuman kesehatan usus asal Jepang yang sampai hari ini masih door-to-door dengan ibu-ibu sebagai penggeraknya? Atau minuman coklat yang sering buka stand di sekolah-sekolah?

Itulah bapak-ibu sekalian, marketing. Jangan sampai kita terkecoh dan melupakan jurus ini: door-to-door. Atau lebih tepatnya lagi, jangan kita lupakan kalau marketing itu banyak bentuknya, dan produk bapak-ibu punya jalan hidupnya masing-masing.

Ramahnya ibu ibu penjual minuman kesehatan yang berkeliling, plus betapa favoritnya ibu ibu kompleks dengan penjual sayur keliling adalah bentuk marketing door-to-door yang luar biasa.

Mengenali Produk Kita

Banyak teori menjelaskan bagaimana marketing harus dilakukan. Mulai dari Pra-H-Pasca, semua ada. Tapi mungkin ini cara mudah untuk mengaplikasikannya tanpa ribet:

1.       Kita tahu produk kita diingat sebagai apa

2.       Kita tahu produk kita mesti dikonsumsi oleh siapa

3.       Kita tahu produk kita mesti dikonsumsi kapan

4.       Bagaimana cara produk kita bisa memenuhi semua itu?

Minuman Kesehatan usus itu tahu kalau (1) produknya adalah minuman suplemen Kesehatan, bukan bahan pokok. Sehingga orang mesti mengonsumsinya supaya merasa sehat. (2) Kesehatan pencernaan adalah pokok dari lancarnya aktivitas, dan pusatnya ada di rumah. Sehingga produk ini mesti dikonsumsi orang rumah, atau keluarga, atau pusat koordinasi nutrisinya ada di si ibu.

(3) Karena Kesehatan adalah urusan setiap hari yang tak bisa ditawar, maka produk ini harus dikosumsi setiap hari. Atau dalam artian rutinan, sehingga minimal seminggu pasti ada produk kita dimiliki oleh keluarga (si nomor 2 tadi). (4) Supaya diingat, sampai ke keluarga dan dikonsumsi setiap hari maka kita harus dekat ke pelanggan. Rasanya harus enak, karena baik ayah, ibu ataupun anak akan mengonsumsinya.

(masih nomor 4) Tukang sayur adalah yang dekat dengan ibu-ibu, bahkan problem ibu-ibu bisa dibaca oleh mereka. Maka produk inipun harus masuk ke segmen tersebut. Ibu-ibu akan sangat dekat ketika interaksi langsung, mengingat namanya, dan menjalin hubungan emosional.

Lihatlah bapak-ibu sekalian, dari  4 poin tadi saja, banyak ide yang bisa dimunculkan. Jangan heran kalau dalam perjalanan bapak-ibu menuliskan 4 poin tadi banyak ide-ide baru muncul. Jangan dibatasi, semakin bapak-ibu bisa bercerita, itulah tanda bapak-ibu kenal produk sendiri.

Bukan Berarti Meninggalkan Digital

Produk yang kita bincangkan barusan tetap mengiklan di TV, tetap beriklan di media sosial. Bahkan sudah menjadi top of mind di kelasnya.

Produk bapak-ibu juga sama. Tetap menempuh proses digital itu, memfoto produk bapak-ibu, tetap membuat kontennya.

Lebih luar biasa lagi kalau bapak-ibu sekalian menggabungkan keduanya. Door-to-door dan konten. Itu konten yang luar biasa, banyak storytelling, banyak testimoni bahkan meme yang bisa lahir dari kegiatan itu.