SOKOGURU - Direktorat Jenderal Bea Cukai kembali menjadi sorotan publik setelah ancaman pembekuan dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memicu diskusi luas tentang reformasi dan kinerja lembaga tersebut.
Isu terkait Bea Cukai, pembekuan lembaga, dan reformasi birokrasi kini menjadi kata kunci yang banyak dicari masyarakat, sehingga mendorong kebutuhan akan langkah konkret untuk memperbaiki pelayanan dan tata kelola internal.
Baca Juga:
Dirjen Bea Cukai, Djaka Budi Utama menilai peringatan keras dari Menkeu sebagai bentuk koreksi penting bagi organisasinya yang perlu berbenah secara menyeluruh.
Ia menegaskan komitmennya mendorong perubahan struktural yang lebih cepat, terutama karena isu “perbaikan Bea Cukai” dan “pembenahan pelayanan publik” menjadi perhatian besar pengguna jasa dan pelaku industri.
“Ya, intinya bahwa itu adalah bentuk, apa namanya, koreksi. Bentuk koreksi dari Bea Cukai. Yang pasti Bea Cukai bahwa ke depannya akan berupaya untuk lebih baik,” ujar Djaka.
Pernyataan ini memperlihatkan kesadaran pimpinan instansi bahwa tuntutan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas kini semakin tinggi seiring membesarnya kritik terhadap birokrasi.
Djaka menegaskan bahwa Bea Cukai tidak ingin mengulangi sejarah kelam ketika lembaga itu dibekukan pada era Presiden Soeharto antara 1985–1995.
Kekhawatiran mengenai “pembekuan Bea Cukai” menjadi peringatan historis yang mendorong reformasi internal agar praktik lama yang memperlemah kepercayaan publik tidak kembali muncul.
Pada masa itu, sebagian kewenangan kepabeanan dialihkan kepada perusahaan Swiss, SGS, melalui PT Surveyor Indonesia sehingga memperlihatkan hilangnya peran strategis negara dalam pengawasan.
Djaka mengatakan, “Apa yang menjadi sejarah kelam tahun 1985-1995 itu, kita tidak ingin itu terjadi ataupun diulangi oleh Bea Cukai,” sehingga keharusan menghapus citra negatif menjadi agenda utama perbaikan.
Langkah awal yang akan ditempuh adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia dan modernisasi peralatan agar stigma Bea Cukai sebagai sarang pungli tidak lagi melekat di mata publik.
Djaka menegaskan perubahan budaya kerja menjadi prioritas, termasuk menanamkan integritas, karena hal ini menjadi fondasi bagi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kepabeanan.
Bea Cukai juga menyiapkan strategi peningkatan pengawasan di pelabuhan serta bandara dengan memperluas penggunaan teknologi Artificial Intelligence (AI) untuk mencegah under invoicing.
“Tentunya masyarakat ketika kita melakukan pelayanan kepada masyarakat ketika ada ketidakpuasan, ya sedikit demi sedikit kita akan berupaya untuk memperbaikinya,” ujarnya, menegaskan komitmen terhadap pelayanan publik.
Purbaya sebelumnya menyatakan tidak ragu memecat pegawai yang tidak mau berubah dan meminta waktu setahun kepada Presiden Prabowo Subianto untuk memperbaiki performa Bea Cukai.
“Kalau memang nggak bisa perform ya kita bekukan… Artinya 16.000 pegawai Bea Cukai kita rumahkan,” ujarnya, sekaligus menekankan urgensi reformasi agar lembaga strategis tersebut tetap dapat menjalankan fungsi layanan dan pengawasan secara optimal. (*)