SokoBerita

Perlindungan Hak Cipta dan Royalti untuk UMKM Kreatif di Indonesia: Tantangan dan Solusi

Perlindungan hak cipta & royalti UMKM kreatif di Indonesia masih lemah. Simak solusi digitalisasi, pembiayaan, dan edukasi untuk keadilan ekonomi kreatif.

By Ratu Putri Ayu  | Sokoguru.Id
04 Oktober 2025
<p>UMKM kreatif perlu hak cipta & royalti yang adil! Simak strategi digitalisasi & edukasi untuk lindungi karya lokal.</p>

UMKM kreatif perlu hak cipta & royalti yang adil! Simak strategi digitalisasi & edukasi untuk lindungi karya lokal.

SOKOGURU - Apakah pelaku usaha mikro dan kecil (UMKM) di Indonesia benar-benar mendapatkan perlindungan hukum atas hak cipta dan royalti?

Pertanyaan ini muncul di tengah pesatnya pertumbuhan ekonomi kreatif, sementara jaminan hukum dan keadilan ekonomi bagi kreator masih belum merata.

Berdasarkan laporan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf, 2024), sektor ekonomi kreatif memberikan kontribusi sebesar Rp1.300 triliun terhadap PDB nasional dan menyerap lebih dari 20 juta tenaga kerja.

Namun, banyak pelaku UMKM kreatif belum memperoleh manfaat ekonomi dari hak cipta maupun royalti karya mereka.

Ketimpangan Antara Kreativitas dan Perlindungan Hukum

Hak cipta dan royalti menjadi dasar keadilan dalam ekosistem ekonomi kreatif. Secara teori, pemerintah mendorong masyarakat untuk berinovasi dan menghasilkan karya orisinal, tetapi praktik di lapangan menunjukkan banyak UMKM yang kesulitan memahami dan menegakkan hak kekayaan intelektual mereka.

Pelanggaran Hak Cipta UMKM

Desain batik, kemasan produk, atau logo usaha lokal sering dijiplak tanpa izin. Bagi pelaku usaha kecil, proses pendaftaran hak cipta dianggap rumit dan mahal, sementara penindakan pelanggaran jarang dilakukan.

Akibatnya, karya orisinal mudah diambil alih pihak lain, termasuk perusahaan besar atau pihak asing.

Kasus Nyata Hak Cipta

Beberapa kasus, mulai dari batik, anyaman, hingga kuliner khas daerah yang diklaim oleh pihak luar negeri, menjadi bukti lemahnya perlindungan hak cipta di Indonesia.

Padahal, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menjamin hak moral dan ekonomi pencipta, namun implementasi hukum masih jauh dari optimal.

Royalti dan Ketidakadilan Ekonomi Kreatif

Permasalahan royalti tidak hanya menyangkut pembayaran, tetapi juga distribusi nilai ekonomi yang adil.

Banyak musisi, seniman, dan desainer lokal belum menerima royalti yang layak atas pemanfaatan karya mereka di media publik maupun digital.

Peran Lembaga Manajemen Kolektif

Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) berupaya menyalurkan royalti, tetapi jangkauannya masih terbatas.

Sementara itu, perusahaan besar dan platform digital mampu memonetisasi konten kreatif secara cepat dan skala luas, memperlebar kesenjangan antara pencipta kecil dan pemilik platform besar.

Hak Cipta sebagai Strategi Ekonomi

Di era globalisasi, hak cipta bukan sekadar masalah hukum, tetapi juga strategi ekonomi nasional.

Tanpa perlindungan yang memadai, UMKM kreatif berisiko kehilangan peluang ekspor, lisensi, dan kerja sama internasional.

Solusi: Regulasi Inklusif

Tiga langkah strategis dapat memperkuat keadilan dalam ekosistem ekonomi kreatif. Pertama, digitalisasi proses pendaftaran hak cipta agar lebih sederhana dan terjangkau, bahkan gratis bagi UMKM pemula.

Solusi: Pembiayaan Kreatif

Kedua, dorong pembiayaan berbasis ekonomi syariah untuk memudahkan pelaku kreatif mengakses perlindungan hukum tanpa beban finansial berat.

Skema maslahah financing dapat menjadi alternatif pendanaan inklusif yang berfokus pada manfaat sosial.

Solusi: Pendidikan Kekayaan Intelektual

Ketiga, pendidikan hukum kekayaan intelektual harus dimasukkan dalam pelatihan UMKM kreatif di seluruh daerah.

Kolaborasi antara kampus, komunitas, dan pemerintah daerah dapat meningkatkan kesadaran hukum sekaligus melatih pelaku usaha memahami potensi ekonomi dari lisensi dan royalti.

Menuju Ekosistem Kreatif yang Adil

Ekonomi kreatif tidak hanya soal inovasi, tetapi juga keadilan distribusi nilai. Hak cipta dan royalti adalah bentuk penghargaan atas jerih payah serta identitas budaya bangsa.

Dengan sinergi antara pemerintah, lembaga keuangan, dan komunitas kreatif, UMKM dapat menjadi pemilik sah dari nilai ekonomi karyanya.

Sudah saatnya Indonesia melangkah menuju ekosistem kreatif yang berkeadilan, berdaya, dan berdaulat di tengah arus digital global. (*)