SOKOGURU - UMKM terus menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, lebih dari 64 juta UMKM berkontribusi sekitar 60% terhadap PDB serta menyerap mayoritas tenaga kerja.
Seiring digitalisasi, banyak UMKM mulai menjajaki platform online seperti marketplace, media sosial, hingga aplikasi pesan instan.
Langkah ini membuka peluang pasar baru sekaligus menghadirkan tantangan baru, terutama terkait kebijakan pajak yang kini mulai menargetkan UMKM digital.
Konteks Pajak UMKM Online
Kebijakan pajak untuk UMKM online memicu pro-kontra di kalangan pelaku usaha.
Sebagian menilai pajak diperlukan untuk mendorong keadilan fiskal, sementara yang lain khawatir hal ini akan membebani usaha kecil yang masih berjuang bertahan.
Pertanyaan mendasar muncul: apakah kebijakan ini benar-benar adil dan sejalan dengan tujuan pemberdayaan UMKM?
Tujuan Pemerintah Memperluas Basis Pajak
Pemerintah menekankan bahwa penerimaan negara selama ini masih tergantung pada perusahaan besar dan sektor formal.
Dengan pertumbuhan ekonomi digital, wajar jika UMKM online turut menjadi bagian dari basis pajak.
Pendekatan ini diterapkan untuk menciptakan level playing field, di mana semua pelaku usaha, baik offline maupun online, mendapatkan perlakuan yang setara.
Regulasi Pajak UMKM
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 menetapkan skema PPh Final 0,5% bagi UMKM dengan omzet tertentu.
Aturan ini kini juga diterapkan untuk UMKM digital, termasuk penjual di marketplace dan media sosial.
Meskipun memberikan kepastian hukum, regulasi ini tetap menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku usaha kecil yang merasa terbebani.
Pajak Digital untuk Mendukung Pembangunan
Penerimaan dari sektor digital dianggap vital untuk pembiayaan pembangunan nasional.
Infrastruktur internet, subsidi UMKM, hingga program bantuan sosial sebagian dibiayai APBN yang bersumber dari pajak.
Dengan demikian, pemerintah berharap ekonomi digital tidak hanya menguntungkan pelaku usaha, tetapi juga memberi kontribusi balik kepada negara.
Dampak Pajak UMKM Online Bagi Pelaku Usaha Kecil
Kebijakan pajak UMKM online berpotensi menimbulkan beban tambahan bagi usaha kecil yang beroperasi dengan margin tipis.
Kewajiban membayar pajak, ditambah biaya administrasi dan pelaporan, bisa membuat sebagian UMKM kembali memilih jalur informal untuk menghindari kewajiban pajak.
Tantangan Digitalisasi dan Perpajakan
Banyak pelaku UMKM mengaku belum siap menghadapi digitalisasi, apalagi ditambah kewajiban perpajakan yang kompleks.
Alih-alih memperkuat kemandirian, kebijakan ini bisa menimbulkan ketidakadilan di kalangan usaha kecil.
Pihak yang Diuntungkan dari Pajak UMKM Online
Analisis menunjukkan pihak yang paling diuntungkan adalah platform digital besar. Marketplace dan penyedia layanan pembayaran online bisa memotong pajak langsung dari transaksi, sekaligus mendorong UMKM mengikuti sistem yang telah mereka tetapkan.
Posisi UMKM Mikro dan Kecil
Sementara itu, UMKM mikro dan kecil yang baru merintis usaha berada dalam posisi dilematis.
Mereka harus mematuhi mekanisme perpajakan yang belum sepenuhnya dipahami, sehingga kesenjangan antara pelaku usaha besar dan kecil bisa semakin melebar.
Keadilan Pajak dan Keberpihakan Pemerintah
Pertanyaan mendasar muncul: apakah pajak UMKM online sudah adil? Dalam teori perpajakan, keadilan tercapai jika beban pajak sebanding dengan kemampuan wajib pajak.
Pelaku dengan omzet besar wajar dikenai pajak lebih tinggi, namun usaha kecil seharusnya mendapat perlindungan atau insentif.
Pentingnya Program Pendampingan
Jika pajak UMKM online diberlakukan tanpa dukungan program pendampingan, insentif, atau keringanan, kebijakan ini justru bisa kontraproduktif.
Alih-alih memperkuat perekonomian digital, wirausaha kecil bisa kehilangan motivasi.
Jalan Tengah yang Ideal
Solusi yang seimbang diperlukan. Edukasi dan literasi pajak bagi UMKM harus ditingkatkan. Insentif berupa tarif rendah atau ambang omzet wajar perlu diterapkan.
Hasil penerimaan pajak sebaiknya dikembalikan dalam bentuk program pemberdayaan, akses pembiayaan, atau pelatihan digital.
Dengan strategi ini, keadilan dapat tercapai: negara memperoleh penerimaan, sementara pelaku UMKM tetap terlindungi.
Apakah pemerintah siap menyeimbangkan regulasi pajak dengan pemberdayaan UMKM digital agar pertumbuhan ekonomi tetap inklusif? (*)