SOKOGURU - Di banyak rumah sederhana, bantuan sosial sering kali menjadi pembeda antara dapur yang tetap mengepul atau sebaliknya.
Ketika harga kebutuhan pokok perlahan merangkak naik, kepastian soal bantuan bukan lagi sekadar kabar administratif, melainkan soal bertahan hidup.
Situasi inilah yang kini dirasakan banyak keluarga penerima manfaat ketika pemerintah memastikan pencairan PKH dan BPNT susulan 2025.
Kementerian Sosial memastikan bahwa pencairan lanjutan ini ditujukan bagi keluarga yang pada tahap sebelumnya belum menerima bantuan secara penuh.
Kepastian tersebut tertuang dalam surat resmi Kemensos tertanggal 17 Desember, yang menjadi dasar penyaluran susulan secara bertahap dan terverifikasi.
Total bantuan yang diterima setiap keluarga bisa mencapai Rp1 juta, tergantung komponen dan status kepesertaan.
Pencairan susulan ini tidak datang tiba-tiba. Dalam praktiknya, data Keluarga Penerima Manfaat terus diperbarui agar tidak ada hak yang terlewat.
Banyak KPM sebelumnya tercatat mengalami keterlambatan pencairan karena persoalan teknis, mulai dari sinkronisasi data hingga kendala administratif di tingkat daerah.
Skema susulan ini menjadi upaya pemerintah menutup celah tersebut.
Fokus utama penyaluran adalah KPM yang namanya tercatat sah, tetapi belum menerima dana sesuai alokasi.
Setiap nomor kepesertaan diverifikasi ulang, dan pendamping sosial di lapangan diberi peran penting untuk memastikan bantuan benar-benar sampai.
Di sejumlah daerah, pendamping bahkan mendatangi rumah warga satu per satu, memastikan informasi tidak berhenti di papan pengumuman.
Respons warga pun beragam, namun didominasi rasa lega. Di Bekasi, Yani Wulandari (56), salah satu KPM, mengaku sempat cemas karena bantuan yang ditunggu tak kunjung cair.
“Alhamdulillah, akhirnya ada kepastian. Bantuan ini sangat membantu kebutuhan sehari-hari,” ujarnya.
Bagi Yani, kepastian jauh lebih penting daripada besaran nominal, karena bisa merencanakan pengeluaran rumah tangga dengan lebih tenang.
Cerita serupa datang dari wilayah lain. Di desa-desa, kabar pencairan susulan menyebar dari mulut ke mulut, sering kali lebih cepat daripada informasi resmi.
Namun justru di sinilah peran pendamping sosial menjadi krusial. Mereka tidak hanya menjelaskan jadwal pencairan, tetapi juga mengedukasi KPM soal alur transaksi, mekanisme penarikan, hingga potensi kesalahan administrasi yang harus dihindari.
Kemensos sendiri mengimbau agar KPM aktif memeriksa data kepesertaan dan saldo bantuan sebelum jadwal pencairan.
Langkah ini dianggap penting untuk menjaga transparansi dan mencegah kesalahan sasaran.
Pemeriksaan data juga membantu pemerintah memastikan bahwa bansos benar-benar diterima oleh keluarga yang berhak, bukan sekadar tercatat di sistem.
Bagi banyak keluarga, PKH dan BPNT bukan sekadar angka di layar atau struk penarikan.
Bantuan ini kerap menjadi penopang utama kebutuhan pangan, pendidikan anak, hingga biaya kesehatan ringan.
Ketika bantuan datang tepat waktu, tekanan ekonomi bisa sedikit berkurang, memberi ruang bernapas di tengah situasi yang serba terbatas.
Lebih jauh, pencairan susulan ini mencerminkan pentingnya komunikasi antara pemerintah dan masyarakat.
Surat resmi, pendamping lapangan, hingga sosialisasi langsung menjadi rangkaian yang saling melengkapi.
Tanpa komunikasi yang jelas, bantuan mudah menimbulkan kebingungan dan spekulasi di tingkat akar rumput.
Pada akhirnya, pencairan PKH dan BPNT susulan 2025 menunjukkan bahwa bantuan sosial bukan sekadar program tahunan, melainkan proses yang terus diperbaiki.
Ketika data dijaga, pendampingan diperkuat, dan komunikasi dibuka lebar, bansos bisa benar-benar hadir sebagai jaring pengaman.
Bukan hanya untuk bertahan hari ini, tetapi memberi harapan agar esok terasa sedikit lebih ringan.